Epilog

34 6 0
                                    

Jakarta, 13 Febuari 2019

Barra masih terdiam melihat kearah hujan. Dia memutuskan untuk menutup kafe hari ini, karena hari ini adalah pernikahan Nuel dan Arsita. Dia memilih untuk diam di kafe dan tidak menghadiri upacara pernikahan mereka di gereja.

"Permisi"suara lonceng dipintu membuatnya sedikit terkejut. "Mas Barra, kok disini"pertanyaan itu membuat Barra hanya menatap kearah jendela.

Zahwa hanya diam dan duduk didepannya. Hari ini dia mengikat rambutnya dan menggunakan dress putih panjang selutut dan make up yang tidak terlalu tebal. Dia hanya menatap kearah Zahwa sekilas.

"Lo hari ini cantik sekali, mau kencan."seketika mata Zahwa membulat sempurna. "Rasanya bahagia, melihat lonceng di gereja itu akhirnya bersuara. Di sana ada wanita dan pria yang baik telah bersama dipelaminan."

"Lo sakit"

"Nggak, gue hanya sedang membayangkan kebahagiaan."

"Gue rasa lo beneran sakit, apa hati lo yang sakit?"ucapnya yang membuat Barra hanya terdiam. "Maaf, mungkin gue salah bicara ya."

"Hai anak kecil, kenapa lo selalu datang disaat gue sedih?"

"Hah!"

"Iya, kenapa lo datang pas gue di campakkan oleh dia?"

Dia duduk dan menatap kearah Barra dengan mata yang begitu tenang. Seketika ada sesuatu yang tersengat dalam dadanya.

"Entahlah, mungkin karena gue merasa ada kesamaan di antara kita berdua."

"Kesamaan?"

"Iya, sama-sama tidak dipedulikan."ucapnya tersenyum

"Kenapa lo bicara sama gue seperti itu?"tanyanya.

"Benarkah, maaf kelepasan"

"Kelepasan"ulangnya, dia tertawa getir. "Kenapa lo imut sekali?"

"Ishh, mas Barra udah ketularan mas Baim nih"ucapnya menatap tak suka. "Kalau mas Barra seperti ini terus mas Barra nggak bakalan menemukan orang yang cocok buat mas."

"Lo aja sama gue"

"Nggak, gue nggak pernah mau sama mas."

"Gue rasa juga gitu."

"Nah, itu tahu."

"Lo sama Galaksi gimana?"

"Gimana yang gimana apanya"

"Terserahlah"

"Zahwa"suara itu membuat dia terkejut karena Galaksi keluar dari dapur. "Kok lo disini"

"Lo juga ngapain disini"tanyanya balik.

"Gue di sini nemenin mas Barra, seperti dia strees hari ini."

"Dia"tunjuknya kearah Barra. "Dia mah nggak strees tapi, gila"sindirnya.

"Ah, gue buatin lo minum du-"

"Nggak usah, gue udah minum tadi."ucapnya tersenyum.

"Alah bilang aja kali, nggak usah kamu duduk sini aja nemeni aku."ucapan Barra membuat dia menatap kearah Barra tajam. "Bisa aja, lo bisa terpesona sama gue."

"Ah, gue tahu. Lo itu lagi ngumpetin rasa sakit hati lo kan. Makanya lo menggila hari ini, buat bahagiain diri lo sendiri."

"Zah"

"Iya, gue diam deh."ucapnya yang meminum minuman Galaksi.

"Eh Zah"ucap Galaksi mencegahnya.

"Kenapa?"tanyanya. "Lo rabies"

"Nggak"ucapnya menggeleng pelan.

"Ya udah, gue minum nggak papakan."

"Kalau cowok dan cewek minum satu gelas berarti mereka berciuman."ucapan Barra membuat Zahwa hanya meliriknya sekilas.

"Nggak ada begituan, udah gue pergi. Lo mau pergi nggak"

"Hah!"

"Iya, lo mau pergi apa nggak"

"Ah, iya gue pergi."ucap yang mengikuti langkah Zahwa.

"Mereka berdua"ucapnya tersenyum lebar. "Tapi, mungkinkah dia masih suka sama Lukas."

Dia hanya bisa menarik nafasnya berat. Adiknya itu selalu membuat dia pusing tiap waktu. Wanita itu sungguh menakutkan dibandingkan Zahwa.

"Sudahlah, gue nggak akan perduli apapun lagi."ucapnya

***
Cerita telah usai...

Ketika CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang