Jeda

1.8K 187 0
                                    

Dua minggu sejak Yumna memblokir akun John_S. Ia tak pernah menceritakan pada siapapun, termasuk Aeri.

Aeri yang pada malam itu mengirim pesan pada Yumna tapi tidak dibalas, hanya mengeluh pada keesokan harinya. Yumna beralasan bahwa dia lelah dan ingin tidur saat itu.

Namun, di sisi lain Yumna merasa gelisah. Ia pun semakin menguatkan shalat malamnya, dan memperkuat munajatnya pada Allah, memohon perlindungan dari orang-orang jahat.

Perasaan gelisah itu semakin pudar, karena Yumna merasa tak ada orang yang mencurigakan yang menguntitnya. Selain itu, ia meminta bantuan Hafidz, tetangga sekaligus sahabat Yumna sedari kecil yang juga memperoleh beasiswa di Seoul National University di Jurusan Teknik Informatika.

Yumna meminta Hafidz melacak akun John_S. Hanya saja belum sempat Hafidz melacak akun tersebut, Yumna membatalkan permintaanya, karena ia tak melihat tanda-tanda ada yang menguntit dirinya

***

"Yumna, rumah ini terlalu mewah. Apa kau mendesainnya untuk orang kaya di Korea? Kau tau kan salah satu syarat seseorang meraih beasiswa, setelah lulus kau harus kembali ke negaramu dan berkontribusi disana?"

Yumna terdiam. Junghwa sonsaengnim memang dikenal sebagai sosok yang tegas dan tak pernah ragu mengatakan hal yang benar meski itu akan menyakitkan bagi yang mendengarnya

"Jangan sampai kau terlena dengan kehidupan disini. Atau kau berencana bekerja disini dan menetap disini? Memang itu bukan syarat wajib untuk dipatuhi, tapi tidakkah kau menginginkan kembali ke Indonesia dan berkontribusi di sana?

Yumna masih terdiam, meski ia ingin membela diri, tapi ia sadar itu akan menimbulkan perdebatan, juga bukan akhlaq yang baik seorang mahasiswa terhadap dosennya. Begitulah pula sikap Yumna sebelumnya ketika menghadapi Junghwa sonsaengnim yang mengkritisi Yumna, hanya diam.

"Perbaiki desainmu! Aku beri waktu tiga hari untuk menyelesaikannya. Waktumu tidak banyak, tinggal beberapa hari lagi deadline pengumpulan karya peserta yang mengikuti kompetisi itu."

Yumna tertunduk lesu. Kemudian dia mengambil berkas miliknya dan berenjak pergi dari meja Junghwa sonsaengnim. Seketika itu Junghwa sonsaengnim merasa iba dan bersalah. Yumna adalah salah satu mahasiswa pintar dan berprestasi di kampus ini. Yumna adalah gadis yang baik, bahkan Yumna tak pernah membalas ucapannya saat ia mengkritisi dan memarahinya.

"Yumna, kemarilah sebentar."

Yumna kembali duduk di hadapan Junghwa sonsaengnim.

"Yumna-ssi, menjadi arsitek yang merancang bangunan mewah, unik, megah, mahal sudah terlalu banyak di dunia ini. Kau harus jadi pembeda. Kau ingat impianmu yang pernah kau ceritakan padaku? Saat interview calon penerima di Indonesia dulu?"

"Ne, sonsaengnim"

"Saat aku bertanya apa yang akan kau berikan untuk negaramu, jika kau menerima beasiswa ini? Kau mengatakan bahwa kau hanya ingin menjadi drafter freelance. Saat itu aku ingin tertawa, juga meremehkanmu. Aku berpikir lelucon macam apa ini, kau ingin meraih beasiswa hanya untuk menjadi drafter freelance?."

***

Yumna duduk di kursi taman kampus, mengingat kembali peristiwa 3 tahun silam. Saat ia menjalani proses wawancara bersama Junghwa sonsaengnim serta 2 orang utusan dari pihak kedutaan besar Korea yang bertanggung jawab akan beasiswa itu, serta 1 orang translator bahasa Korea, yang turut membantu pihak pewawancara yang tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

"Ms. Yumna, apa yang akan kau berikan untuk negeramu setelah kau menyelesaikam beasiswa ini?" Tanya Junghwa

"Saya ingin menjadi drafter freelance."

Junghwa menghela nafas sambil menyeringai. Sedangkan 2 orang dari pihak kedutaan besar saling menatap dan mengernyitkan dahi mereka masing-masing. Yumna diremehkan

"Selama aku mewawancari calon peserta beasiswa, baru kali ini aku mendapati orang yang memiliki mimpi yang begitu rendah." Seperti biasa Junghwa mengeluarkan kata pedasnya. Tak sedikit dari calon penerima beasiswa yang berkaca-kaca bahkan menangis saat Junghwa mewawancari mereka. "Kau tak perlu jauh-jauh ke Korea untuk menjadi drafter freelance. Kau bisa sekolah di negerimu sendiri."

"Maaf tuan apa anda sedang menghina negara saya?" Ucap Yumna dengan datar

Junghwa terdiam. Melihat suasana yang tidak nyaman, kemudian salah satu pihak kedutaan besar melanjutkan sesi wawancara itu. "Baiklah Ms. Yumna bisakah kau ceritakan pada kami apa alasanmu menjadi drafter freelamce?"

***

"Ya! Yumna-ya! Bangun! Ada apa kau ini, tidak biasanya kau tertidur di perpustakaan. Di mana harga diri mahasiswa pintar dan berprestasi yang ku kenal selama ini."

Yumna terbangun, ia tersadar perlahan. Hanya saja ia terdiam dan tidak membalas ucapan Aeri. Ia sedang tidak ingin bercanda.

"Yumna ada apa? Apa kau sakit?"

"Aeri, apa aku berubah belakangan ini?"

"Maksudmu?"

"Aku merasa lupa diri dan terlalu terlena dengan kehidupanku sebagai mahasiswa berprestasi."

"Aniya~, kau masih sama baik hati, peduli, tidak sombong. Kau selalu ramah pada siapapun dan kau selalu membantu orang lain, terutama aku, he."

"Gomawo, kau tidak perlu berlebihan memujiku."

"Ani, itu kuucapkan dari lubuk hatiku yang paling dalam." Ujar Aeri sambil tersenyum dan mengedip-ngedipkan matanya untuk menghibur Aeri.

"Ah sudahlah, bagaimana kalau kita mencari makan siang, aku lapar."

Kemudian mereka berjalan menuju Cafetaria. Yumna sengaja memotong pembicaraan, ia tak ingin membebani Aeri dengan kisahnya. Namun, dalam perjalanan menuju Cafetaria, Yumna banyak merenung, ia berpura-pura antusias mendengar cerita Aeri, padahal ia memikirkan hal lain.

***

"Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Maha berdiri sendiri mengurus hambaNya, dengan rahmatMu, tolonglah hamba, mudahkanlah dan perbaikilah segala urusan hamba. Jangan biarkan sekejap matapun hamba mengurus diri hamba sendiri" (HR. An-Nasa'i). Pinta Yumna di akhir doanya, setelah ia menceritakan segala keresahannya pada Rabbnya.

Ia baru saja menyelesaikan sholat dzuhur di pojok perpustakaan, yang jarang dilalui mahasiswa. Yumna sering berkunjung ke perpustakaan, selain untuk belajar, menyelesaikan tugas, atau sekedar membaca, itulah yang membuatnya dekat dengan beberapa petugas perpustakaan, sehingga Yumna diberi izin untuk melaksanakan sholat disana.

Yumna masih termenung setelah berdoa. Jika saja ia punya kesempatan, ingin sekali pulang ke Indonesia. Menemui Ayah dan ibunya, juga adik-adik kesayangannya. Sekedar untuk memberi jeda pada aktifitasnya yang begitu padat, sekaligus mengumpulkan energi serta merapikan kembali mimpi-mimpinya.

Tapi Yumna bersyukur, setidaknya ia masih punya keluarga disini. Sahabat-sahabatnya sesama muslim dari Indonesia, juga teman pengajian rutin di kedutaan besar, menjadi sumber kekuatan Yumna saat di Korea. "Alhamdulillaah 'ala kulli haal." Juga Aeri sahabat dekatnya, meski berbeda keyakinan, mereka tetap bisa saling menghargai dan memahami. Selain itu perlahan Aeri semakin mengenal Islam.

"(Cling)". 1 pesan masuk dari Junghwa Sonsaengnim. "Yumna ada kiriman surat untukmu."

Yumna merasa heran, karena keluarga dan teman-temannya hanya Yumna beri alamat dorm nya jika ingin mengirimkan surat atau paket titipannya. Awalnya Yumna berpikir surat dari panitia kompetisi Internasional Arsitektur di Prancis, tapi tidak mungkin atas nama Yumna, pasti atas nama Junghwa Sonsaengnim sebagai pembimbingnya. Lalu dari siapa?

BLUE TICKET [BTS Jungkook] - SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang