BAB IV: Menyusun Langkah

226 22 17
                                    

Kresna terkantuk-kantuk di bangkunya. Duduk selama hampir delapan jam ternyata menyiksa. Omong-omong, Kresna tidak keberatan ketika keterangan “teramat sangat” ditambahkan di depan kata “menyiksa” karena memang seperti itulah yang ia rasakan. Seperti ada ribuan ton beban yang menggantungi seluruh tubuh dan membuat tidak nyaman.

Ia palingkan pandangan ke arah jendela bus yang berada disisi kanan, mencoba mencari pemandangan lain untuk ditatap selain sandaran kursi dan pria yang tidur dengan nikmat disampingnya. Kresna tidak menyalahkan jika pria itu tertidur di angkutan umum seperti ini. Suatu kewajaran untuk tidur dalam perjalanan jarak jauh. Satu yang tidak wajar adalah gaya tidur teman duduk Kresna. Pria itu tidur dengan mulut terbuka, ditambah sedikit bunyi merdu alias ngorok. Lagi, sebuah mata air mengalir dari sisi kanan mulut pria itu. Juga, kedua mata yang setengah terbuka meski si pemilik sudah tidur lelap.

Sesekali akan terdengar bunyi geraman aneh. Pernah makan tulang lunak? Nah... pria di samping Kresna ini memproduksi bunyi kletak-kletuk khas orang makan tulang lunak. Pemandangan ini semakin indah ketika kaus biru pria itu tersingkap sebatas perut. Sepertinya bentuk abdomen pria ini sejenis bakpao, bukan roti sobek yang menggoda. Ya, meskipun tak bisa menampik kadang-kadang Kresna memilih untuk makan bakpao daripada roti sobek. Akan tetapi, bayangkan perasaan Kresna yang sudah melihat pemandangan indah ini sejak berjam-jam lalu! Ia berada dalam zona kebosanan yang hampir menyentuh ambang kemuakan. Jika makhluk yang tidur disampingnya ini berjenis perempuan, mungkin ceritanya akan sedikit berbeda. Kresna akan senantiasa berdebar, memerah, dan pasti mengabaikan keunikan tidurnya. Tentunya itu semua karena ia akan menikmati pemandangan lain yang terlihat. Eh, bukan Kresna berpikiran cabul, ia hanya kesepian. Bertahun-tahun hidup dalam pelatihan ala militer membuat Kresna jarang melihat keindahan bernama wanita.

Bukan berarti anggota BIN tidak menarik, bahkan beberapa termasuk memiliki modal yang cukuo untuk memenangkan sebuah kontes kecantikan. Hanya saja, gadis BIN terlalu menakutkan untuk Kresna. Bayangkan jika Kresna melancarkan gombalan khas anak muda!

"Bapak kamu polisi ya?"

Kalau gadis lain mungkin  akan menjawab, "Iya, kok tahu?" lengkap dengan senyum malu-malu yang melemahkan iman. Nah, coba rekannya di BIN.

"Bapak kamu polisi ya?"

"Maaf. Status keluarga dirahasiakan untuk prosedur keamanan."

Dijawab dengan nada tegas tak terbantah, disertai pandangan mengintimindasi, atau tatapan tajam seolah ada laser penghancur yang siap menembak. Nyali Kresna sudah pasti jadi menciut.

Sementara pikirannya terus berkelana tanpa arah, putaran arloji di tangan kanan terus melaju, menandakan waktu terus melangkah. Kresna semakin dekat dengan kota tujuan. Ia mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku celana. Sekilas, benda itu terlihat seperti sebuah ponsel. Siapa sangka, di balik wujud kecil tersebut, tersembunyi sebuah kegunaan besar. Benda ini juga hasil rakitannya, barang yang harusnya dikumpulkan selesai penilaian, tetapi berhasil diseludupkan. Jemarinya menari di atas layar. Matanya bergerak cepat, membaca beberapa rencana penyelesaian tugas di kota Solo. Kecurigaan Kresna mengenai misi tertunda yang dia temukan, benar adanya. Dua misi itu sudah dimanipulasi. Banyak informasi penting yang tidak tercantum dalam laporan umum. Bahkan, kenyataan bahwa dua misi itu berhubungan juga tidak disebutkan, seolah memang sengaja untuk memberikan kesan bahwa itu hanya sebatas misi tidak tuntas yang tidak menarik.

Dari hasil retasan kemarin, Kresna mengetahui beberapa fakta baru. Pertama, kasus serupa pernah diselidiki sekitar sepuluh tahun lalu. Kemunculan kelompok bersenjata  di daerah perbatasan yang dianggap sebagai kelompok terduga pemberontak. Namun, penyelidikan berhenti di tengah jalan dengan alasan agen yang bertugas memperoleh misi baru. Kedua, kelompok asing ini hidup berdampingan dengan beberapa buruh pabrik sawit dengan alasan untuk menjamin keamanan para pekerja. Karena itu, kelompok ini tidak pernah menjadi sorotan karena dianggap tim pengaman semata. Cara hidup mereka sangat rapi, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Kelompok ini sudah seperti 'pelindung' bagi masyarakat di sana.

Kamuflase (SUDAH TERBIT) READY STOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang