"Ah... aku jadi tidak nafsu makan karena si brengsek itu. Kenapa aku harus bertemu dengannya saat aku ingin makan enak?!"
Amycia berdecak terus menerus. Entah sudah decakan keberapa, Amycia masih belum bisa menyingkirkan rasa khawatirnya.
"Aku harus segera bergegas." gadis itu bertolak pinggang, lalu menghela napas sembari melihat rusanya lagi. "Tapi kau terlihat sangat lezat untuk ditinggalkan."
"Terserahlah. Aku ingin memakanmu dulu, baru aku akan mencari tempat lain untuk bersembunyi." setelahnya, Amycia benar-benar menjadi dokter bedah hewan selama satu jam. Ia sangat bersemangat untuk memakan rusa bertubuh besar ini.
Amycia menggeliat jijik ketika melihat beberapa organ tubuh rusa itu. "Ewhh... sebenarnya aku punya kehidupan mahal untuk tidak akan pernah menyentuh hal-hal menjijikkan ini, tapi kehidupan mahal itu juga bisa menjamin umurku tidak akan panjang."
Berbicara pada diri sendiri adalah kebiasaan Amycia sejak beberapa tahun terakhir ini. Terkadang ia mengomel, mengeluh, dan memuji semua makhluk hidup yang diciptakan Tuhan. Tapi, berhubung di hutan tidak ada manusia lagi selain dirinya, ia akan berbicara pada tumbuhan dan juga hewan-- atau bahkan angin.
Dia benar-benar seperti orang gila belakangan ini.
"Lebih baik hidup seperti manusia purba daripada hidup sebagai seorang Guardian yang selalu bertempur." ia tetap melanjutkan kegiatannya-- menyayat seluruh bagian tubuh rusa itu. "Auhh... untuk apa juga si Dejove itu mengikutiku?! Aku ingin hidup tenang dan bebas!"
"Kau ingin hidup tenang dan bebas dengan keadaanmu yang sekarang, Derrine?"
Sebuah suara membuatnya merinding. Ia yakin tidak ada manusia lain lagi selain dirinya. Kecuali orang itu adalah orang yang sama yang ditemuinya tadi.
Menoleh kebelakang adalah sebuah reaksi spontan yang di keluarkan oleh Amycia.
Oh-- Kali ini dugaannya salah. Memang benar tadi adalah suara milik Axel Dejove, tapi bukan hanya Axel seorang. Laki-laki itu telah membawa ketiga anggota Guardian lainnya.
"Sudah cukup bermain petak umpet nya, Amycia Derrine. Ini sudah lima tahun sejak kau menyatakan dirimu menolak menjadi Guardian."
Mattheo Ovyas.Amycia terlalu benci untuk mengahadapi seorang Ovyas yang satu ini.
"Lalu, apa urusanmu?" jawab Amycia.
"Posisimu bukanlah sebuah pertanyaan yang bisa di tolak seenaknya. Ini adalah takdirmu, dan mengapa kau menolaknya?" Mattheo menaikkan sebelah alisnya.
"Hah." Amycia mendengus kesal. "Kebiasaanmu masih sama ternyata."
"Tidakkah kau berpikir, leluhur dari Klan Derrine akan kecewa padamu?! Terlebih, mendiang ibumu adalah Guardian yang paling di taklukkan. Kami sangat tidak menyangka kau mengatakan sebuah penolakan seperti itu."
"Itulah alasanku untuk menolaknya, brengsek." Amycia berdiri mendekat pada Mattheo. "Semua keluargaku harus mati hanya karena melindungi kerajaan, dan aku masih ingin hidup lebih lama! Aku tidak minat untuk mempersingkat umurku bersama kalian."
Matanya berkaca-kaca saat mengingat apa yang sudah ia saksikan sendiri enam tahun yang lalu. Dimana ibunya tewas ditempat saat kerajaan diserang.
"Itulah takdirmu, Lady Derrine! Kau dilahirkan untuk berkorban dan kau tidak bisa menolaknya sekalipun kau harus hidup seperti manusia purba seumur hidup seperti ini!" Kali ini suara si petarung hebat, Davin Rouxe.
"Tutup mulutmu, Rouxe." Amycia menilik dengan tajam.
"Kembalilah pada kami, Amycia. Kau sangat dinantikan oleh kami." Gadis berambut biru itu maju selangkah, menyentuh bahu Amycia dengan lembut, tatapannya melunak, membuat Amycia sedikit muak. "Kau adalah keturunan Derrine yang terakhir. Jika kau membuang semua itu, bagaimana perasaan Derrine yang lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Guardian
FantasyUsaha demi menyembunyikan identitas aslinya harus berakhir ketika ia tertangkap basah oleh seorang anggota Guardian saat sedang berburu seekor rusa. Selama lima tahun terakhir ia berusaha melawan takdir dengan menyembunyikan identitasnya sebagai seo...