05 : Like a Demosthen

72 15 4
                                        

Hari yang melelahkan.

Setelah mengelilingi sekolah berukuran tiga ratus hektar ini, dengan lorong-lorong sepi, lapangan outdoor hijau yang sangat luas dan lapangan indoor yang berukuran setengah dari lapangan outdoor, lalu ruangan-ruangan kelas dan fasilitas sekolah lainnya, juga kamar-kamar di asrama para murid.

Amycia dan Cassandra lelah tapi tak b isa dipungkiri mereka memang sangat menikmatinya. Ini terasa begitu menyenangkan.

Alih-alih pengganti istana De Lornne yang luasnya mencapai ribuan hektar, setidaknya Delion tidak begitu sempit.

Saat ini kelima Guardian telah berkumpul di mansion mereka. Mansion ini berdiri megah tepat dibelakang asrama murid biasa lainnya. Sengaja dibuat begitu agar Guardian bisa melindungi para murid biasa dan melindungi SMA Delion yang jaraknya tidak jauh dari asrama mereka.

Kelima Guardian ini bersiap untuk pergi tidur setelah makan malam.

"Bagaimana kau akan memulai hari, besok pagi?" Davin bertanya saat teman-temannya sudah masuk ke dalam mansion mereka.

Amycia dan Cassandra mengerdikkan bahunya acuh. "Entahlah, kurasa aku hanya perlu mengikuti alur hidup seperti biasanya."

Lalu terdengar kekehan dari Mattheo. "Hei, Amycia, kau tidak lagi hidup di hutan."

"Kau menyinggungku?" Amycia mulai menajamkan tatapannya pada Mattheo.

"Bukan. Maksudku, hidupmu tidak akan seru jika kau hanya ikut pada alurnya. Kau harus sedikit memberi kesan. Memberontak, misalnya?"

Amycia menghela napasnya. "Hiduplah seperti air sungai. Mengalir tenang tapi menghanyutkan. Setidaknya aku memiliki prinsip hidup seperti itu." balas Amycia seraya menajamkan tatapannya lagi. 

"Oh lihat. Aku mendapat tatapan itu lagi," ucap Mattheo sambil bergidik ngeri. 

"Hentikan Amycia." Cassandra meraih bahunya. "Kau masih memusuhinya?"

"Berhenti memusuhinya, Amycia. Kita adalah saudara, dan hal itu tidak pantas." Timpal Davin. Laki-laki itu menoleh ke arah Axel yang sibuk memperhatikan mereka, "bagaimana menurutmu, Axe?"

Namun Axel hanya mengerdikkan bahunya. "Terserah kau saja."

Amycia menyingkirkan tangan Cassandra yang masih bertengger di bahunya. "Ck. Jangan sentuh aku, dan dengar ini. Aku tidak lagi memusuhinya, tapi aku sangat ingin melototinya seperti ini."

"Memangnya dendammu padaku sebesar apa?" Mattheo bertanya.

"Sebesar luasnya istana, dan luasnya SMA Delion, lalu ditambah lagi dengan luasnya kota Vexas. Kurasa hanya sebesar itu." Jawab Amycia santai.

"Kau sudah sepantasnya mati, Theo." suara Axel menginterupsi. Membuat mereka berempat terdiam dan menoleh ke arah Axel.

"Ada apa ini, Axe?" Mattheo memandangi Axel dengan tatapan heran. "Kau ini kenapa?"

Axel berdiri lalu menghampiri Mattheo. "Kau harusnya sudah mati kalau saja aku tahu kau mengusirnya saat itu. Kau bahkan tidak mengenalinya."

"Hei, Axel Dejovan. Bukankah kita sepakat untuk tidak membahas ini lagi?"

"Tidak. Aku semakin ingin membunuhmu sekarang juga." Axel semakin mendekat pada Mattheo. Sebaliknya, Mattheo semakin memundurkan dirinya.

"Kau sudah gila, Axe?"

"Ehm... hei, teman-teman. Ayolah, apa kalian sedang bercanda? Axel, candaanmu tidak lucu. Sudahlah, mari kita tidur dan--" ucapan Davin terpotong.

"Apa kau bodoh?!" Axel menggebrak meja.

The Last GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang