04. is in Love

104 14 0
                                    


Kota Berlin bukan sebuah kota yang bertabur bunga sakura di bulan maret, bukan kota bergurun pasir timur tengah, kota Berlin selalu penuh dengan misteri dalam setiap hentakan waktunya. Hari ini, pertama kalinya hujan turun saat musim semi di kota Berlin. Cuaca kian mendingin walau seharusnya hangat karena musim salju telah usai.

Meski begitu, tidak memutuskan asa para penduduknya untuk berutinitas. Lain dengan Rosè, ia hanya terdiam diri di singgasananya karena terbaring lemah. Ternyata perubahan cuaca tidak berdampak baik untuk tubuhnya.

"Kalau begini jadinya, aku harus ke UK sendirian lagi ya" ujar Jhonny, pria itu tengah membukakan bungkusan obat sebelum kemudian diteguk habis oleh Rosè.

"Maaf ya, kubantu lewat doa saja deh. Semoga lancar." Rosè tertawa renyah karena Jhonny sebenarnya malas bepergian jauh di cuaca buruk seperti ini.

"Istriku akan kesini satu jam lagi, cepat sembuh" Jhonny beranjak dadi kursinya, hendak pergi namun berbalik sebentar "Cepat-cepatlah menikah, aku dan istriku begitu sibuk"

"Pergi kau!" Rosè melempar satu bantalnya ke arah Jhonny dengan geram, pria itu tertawa mengejek.

"Umurmu sudah masuk dua puluh sembilan tahun, Rosè." teriaknya sebelum lari keluar dari kamar Rosè. Padahal, ingin sekali Rosè menjambak rambutnya sekali saja.

Tapi jika dipikirkan, ucapan Jhonny sepenuhnya benar. Rosè sangat matang untuk menikah, ia juga sudah sangat mapan bahkan jika memiliki anak lebih dari tiga.

Namun yang dipikirkan Rosè bukan itu, ia memikirkan sebuah gantungan diatas kepalanya yang berbunyi karena angin dari jendela yang terbuka lebar. Warna hitam jelaganya bersinar karena terpaan matahari yang menembus kaca. Lalu pandangan Rosè tertuju pada rak buku, tepat di sudut utara sebelah kanan.

Buku yang warnanya sama dengan Dream Catcher itu,

"Contohnya kau, selama bertahun-tahun. Apa kau pernah membaca buku hadiah dariku saat dream catcher itu kau genggam?"

Rosè segera bangkit dan menggapai buku yang sudah berdebu termakan waktu, buku sehitam jelaga yang menyiratkan makna. Akankah sebuah malapetaka? Atau kisah bahagia? Rosè hanya sangat penasaran akan kisah dari buku itu.

•••

Rumah besar dengan gerbang putih menyambut baik kedatangan seorang pria yang jelas terlihat begitu rapi dengan jas dan rambutnya yang tertata apik.

Diseberangnya, seorang wanita dengan gerai rambut panjang keluar dari balik pintu. Manik keduanya saling menatap sebentar terheran-heran. Apakah ini nyata?

"Kenapa anda bisa ada disini?" ujar wanita itu. Sungguh dalam hatinya begitu penasaran.

"Lalu kau? Kenapa kau disini? Bukankah kau di kediaman pangeran Sony?"

"Tentu saja saya dan Sony pindah kesini, bukankah pangeran Anhalt memberitahumu? Ia juga tinggal disini"

"Apa hubungannya dengan Anhalt? Lalu untuk apa kau di kediaman ini?" Tanyanya lagi. Sungguh pria ini bingung kenapa wanita itu ada disini

"Tentu saja aku menjenguk teman Sony yang sedang sakit" ujarnya.

Dunia berhenti bergulir seketika. Waktu benar-benar Harry hentikan dalam sekejap mata, namun wanita di depannya ini tidak terpengaruh akan sihir yang baru saja ia keluarkan untuk pertama kalinya di dunia ini.

"Kau menyalahi takdir buruk yang baru saja berlalu, kau mengulang lagi kisah pilu yang baru saja membelenggu, kau mengacaukan dunia kita. Bencana maha dahsyat dan rasa sakit luar biasa akan melukaimu perlahan."

Harry terdiam seketika. Kenyataan memukul hatinya dan menusuknya perlahan, ia memegangi dadanya. Meratapi pedih yang mulai terasa.

"Tidak ada pilihan selain membuatnya bahagia dan bersama menghadapi malapetaka. Ubah takdir kalian sebelum Blue Snow tiba"

"Sungguh, tuhan membuatku bertekuk lutut atas kuasa-Nya. Atas nama Bumi dan Matahari, semuanya sangat menyalahi logika. Apa bisa manusia sepertinya menghadapi takdir ini?"

Keduanya sama-sama bertekuk lutut saling menguatkan, Diurus mengukir senyum diwajahnya dan menguatkan Harry.

"Kau dan Diora benar-benar ditakdirkan untuk ini. Bersiaplah, jangan buat perjuangan Diora gagal" ujarnya lalu mengulurkan tangan, mengajak sahabatnya bangkit kembali. Tidak ada yang perlu disalahi, apa yang telah terjadi bukanlah hal yang mesti disesali.

"Ini sudah kehendak-Nya. Pergilah lalu hibur ia yang sedang sakit, jangan menebar aura dinginmu. Ini musim semi" ujar wanita itu lagi. Harry berdiri dan menghembuskan nafasnya.

Waktu kembali berjalan, Diurus pergi bersamaan dengan bejalannya waktu. Tidak ada yang perlu diputar balikan, kesalahan masa lalu bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. Harry melangkahkan kakinya menuju pintu berwarna Sweet Gold dan membukanya perlahan.

Tampaklah wanita cantik yang tengah terlelap bersama sebuah buku dipelukannya. Wajahnya bercahaya terpantul sinar matahari yang baru saja tampak setelah badai menerpa.

Lelaki itu mengambil buku dan memandanginya sebentar, buku itu bersampul hitam jelaga yang sebenarnya sangat bertolak belakang dengan judulnya, 'Blue Snow'  Harry menyimpannya di meja samping tempat tidur Rosè.

Manik mata Rosè mengerjap kala ia merasa terganggu akan tidurnya, matanya menangkap Harry yang tengah tersenyum kearahnya.

"Aku benar-benar menyaksikan beruang kurus yang tengah tidur di musim semi" Tukasnya.

Dengan kesadaran yang belum terkumpul sempurna, Rosè sedikit mendudukkan badannya. Sebenarnya ia senang ketika Harry datang setelah menghilang cukup lama.

"Kemana saja? Kenapa baru datang?"

"Aku bersembunyi"

"Alasanmu sangat tidak logis, jangan menghilang tanpa kabar. Jika kau bisa membeli rumah, tidak mungkin kau tidak bisa membeli ponsel, kan?"

Harry tersenyum tipis, ia menyisirkan rambut Rosè yang menutupi wajahnya. Lalu menangkup wajah mungil itu "Aku tengah jatuh cinta padamu, jadi jangan halangi perasaanku dengan layar ponsel. Aku hanya akan datang padamu ketika aku rindu"

"Tapi aku merindukanmu setiap saat, tidak bisakah kita bertukar kabar dengan sebuah ponsel?"

"Bisa, tapi nanti. Ketika salju pertama turun lagi"

Suasana mendadak dingin, Rosè memasang wajah sebalnya. Wanita itu bangkit membuka tirai kamarnya dan pergi ke berada. Terpaan sinar matahari sore dan sejuknya angin yang berhembus adalah pemandangan yang sangat langka di kota Berlin.

Indah, tapi sangat amat menyiratkan satu kisah pilu untuk Rosè.

"Kau tahu? Aku ingin teman hidup yang bisa bertukar kabar sewaktu-waktu aku ingin mengeluh, aku ingin seseorang yang mau meminjamkan bahunya untukku bersandar, aku ingin seseorang yang bisa menjagaku ketika aku sakit"

"Ingatlah suatu hal, Rosè. Jika aku suatu saat tidak bisa bersamamu, ingatlah aku bersemayam jauh dilubuk hatimu."

"Kau dan aku sangatlah berbeda bukan? Kutebak, pasti kau teleportasi lagi?" tanya Rosè, lalu dihadiahi gelengan oleh Harry.

"Tidak, aku menggunakan mobil hari ini." Keduanya sama-sama menikmati hembusan demi hembusan angin yang dengan semilir menghantarkan perasaan masing-masing.

---

Jauh sebelum dunia diciptakan, tuhan menciptakan aku dalam kesendirian, mengantar dalam ribuan tahun dalam kenestapaan.

Sampai Akhirnya kau datang...

Sebuah takdir yang memporak porandakan semestaku dengan cara termanis, menghapus luka, menghantarkan cinta.

Sebuah bait sajak yang tersimpan di bola matamu sangat isyarat dengan keindahan. Semuanya berjalan salah, sejak pertemuan kau dan aku, semuanya berjalan salah.

Kejadian yang begitu berbalik, ROSSÈANNE CANOLLA.

Dream catcher ❌ LTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang