Kelas Terakhir

2.9K 377 52
                                    

It is raining
I love raining
And since i am on good mood
Here an update for you

****

"Bagaimana dengan Beam?" New menatap Forth.

Forth memperlihatkan hasil tes pertama, kedua dan ketiga Beam.

"Wow" ujar New melihat perkembangan anaknya.

"Tidak salah jika saya memilihmu" ujar New sambil menepuk pundak Forth.

Forth tidak tersenyum

"Saya tidak melakukan apapun Pak. Dia bahkan tidak masuk dalam setiap kelas saya" ujar Forth jujur. New tertawa dan meletakkan kertas tugas Beam.

"Saya tahu" ujarnya sambil menepuk tangan Forth

"Tapi....butuh lebih dari sekedar guru untuk membuatnya tertarik pada matematika" ujar New.

Forth tidak tahu apa dia harus bahagia atau merasa kecewa.

"Kamu tahu kenapa Saya memilihmu?" tanya New

Forth menggeleng

"Bukan karena kamu yang terpintar, tidak" ujar New "tapi hanya kamu yang bisa mempengaruhi hidupnya" ujar New.

Forth terdiam

"Apa kamu ingat?" ujar New. Dia mengeluarkan sebuah foto dari dompetnya.

"dulu Saya suka membawa Beam ke panti asuhan, sebelum almarhum istri saya meninggal" ujarnya sambil menyodorkan foto tersebut. Forth mengamati foto didepannya. Dia masih mengingat Beam saat itu. Beam yang polos dan imut tertidur di bahunya.

"Dia suka menangis. Dia tidak suka keramaian. Bahkan ibunya tidak bisa mengendalikannya" New tersenyum sambil memandang foto tersebut.

"Tapi hanya dengan sentuhan tanganmu" New menatap Forth lekat "Dia terdiam"

Forth tersenyum. Dia ingat bagaimana Beam tidak mau melepaskannya setiap dia harus pergi dari panti asuhan.

"Dia mungkin tidak mengingatmu tapi kamu selalu memberi pengaruh besar dalam hidupnya" New menepuk bahu Forth.

Forth memandang New lekat. Senyum lebar mengembang di wajahnya.

"Terima kasih Pak. Karena sudah mempercayakan saya" ujar Forth.

"Tidak. Seharusnya saya yang berterima kasih. Karena kamu, sudah merubahnya" ujar New.

******

Beam membanting buku ditangannya ketika Phana memperlihatkan hasil tes yang dia berikan.

"Aku pikir kamu bahkan lebih baik dari kit saat ini" ujar Phana kecewa. Artinya dia kehilangan budaknya. Dia menikmati bagaimana Beam mengikuti kemauannya selama dua minggu ini.

Kit cemberut "Tidak mungkin" ujarnya tidak terima.

Beam tersenyum bangga.

"Saatnya balas dendam" ujarnya sambil mengepalkan tinjunya.

Phana dan Kit menatap Beam heran. Mereka tidak tahu siapa yang membuat Beam begitu bersemangat. Bukan hanya Matematika, Beam kini bahkan menyimak semua pelajaran lain. Namanya kini bertengger di bawah Phana pada hasil ujian semester I.

"Katakan, kenapa kamu begitu ingin belajar matematika?" tanya Phana

Beam mendengus tapi dia tidak mengatakan apapun.

"Aku hanya ingin masuk fakultas kedokteran. Dengan kalian" ujar Beam.

Phana dan Kit menatap Beam curiga. Bahkan dengan nilai matematika pas-pasan sekalipun, Phana dan Kit yakin Beam bisa lulus Kedokteran Kasetrat. Lagi pula, dia adalah putra New Baramee. Ayahnya akan dengan mudah membuatnya lulus bahkan dengan nilai pas-pasan. Tapi Beam tidak mempedulikan tatapan teman-temannya. Dia tidak sabar ingin mengakhiri hari ini agar dia segera bertemu Forth esok hari.

Great Teacher ForthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang