5

662 79 11
                                    

"Kau gila," seru Jiyong kesal, tetapi tetap pada nada santainya. Sedangkan Jennie hanya menatap Jiyong dengan penuh tanya.

"Aku baru saja sampai, oppa sudah menghinaku, sebenarnya ada apa?" ucap Jennie yang membuat Jiyong menggelik kesal.

Jiyong beralih ke laptopnya dan berlagak dirinya, membuat Jennie menelan air ludahnya. Jennie tahu betul tabiat Jiyong, jika dia sudah menyibukkan diri, itu berarti Jennie melakukan kesalahan besar yang membuat naga itu marah.

"Mm—wae geurae oppa?" ucap Jennie yang sedikit memberanikan diri untuk bertanya.

Jiyong memutarkan kursi putar menghadap ke arah Jennie. Gadis itu menghela nafasnya karena Jiyong masih mau menghadapnya, Jika Jennie benar-benar membuat masalah yang tidak bisa dimaafkan, Jiyong tak akan ingin melihat mukanya.

"Kau berkencan kan?" tanya Jiyong dingin. Pertanyaan singkat itu membuat jantung Jennie berdegup kencang.

"Eoh? apa maksudmu oppa?" tanya Jennie yang berlagak bingung dan berharap agar Jiyong tidak mengetahui siapa pasangannya.

"Aku tahu, kau berkencan dengan Kim Jongin dari SM,"

Jennie terdiam, Jiyong sudah tahu, Jiyong sudah tahu rahasia yang sangat disembunyikannya. Ia benar-benar ingin mengutuk Hanbin saat ini dan langsung membunuhnya ketika keluar dari ruangan ini. Ia tahu benar bahwa hanya Hanbin lah yang tahu tentang rahasianya ini, itupun karena Jennie yang saat itu minum-minum dengan Hanbin dan tak sengaja membeberkannya.

"Aku bingung untuk marah atau memberimu tepuk tangan yang besar, kau hebat dan kau juga sangat bodoh, aku tak menyangka kau akan melakukan hal bodoh seperti ini," Jiyong tersenyum sinis sambil sedikit tertawa kecil. Senyum Jiyong saat ini terlihat lebih seram daripada amarahnya, yang membuat Jennie sedikit merinding ketakutan.

Jennie tetap menunduk tanpa mengatakan apapun, tiada hal lagi yang bisa disanggahnya, hal yang dikatakan naga itu memang benar.

"Kau tidak cinta karirmu huh? bagaimana kalau Hyunsuk hyung tahu? kau ingin tidak comeback lagi tahun depan?"

"Anniyo oppa, ak—" ucap Jennie masih dengan menunduk takut.

"Kau baru debut 2 tahun Jennie, 2 tahun!" potong Jiyong dengan penuh penekanan.

"Aku tahu oppa, tapi—"

"Aku tidak mau tahu, kau harus putus dengannya, kalau tidak aku tak akan mau melihat mukamu lagi,"

"Aku tidak mau," entah dapat kekuatan darimana sampai Jennie dapat menolak keputusan Jiyong. Jiyong yang melihatnya pun membelalakkan matanya antara marah dan tidak percaya.

"Lagipula batas boleh pacaran adalah setelah 7 tahun aku di agensi ini dan aku sudah menandatangani kontrakku sejak 2010, jadi apa masalahmu?" jelas Jennie gugup sambil menggenggam ujung roknya dengan erat.

"Aku tahu itu Jennie dan sekarang itu kau baru debut 2 tahun! dan juga kau itu perempuan, harusnya kau lebih berpikir,"

"Memangnya apa salahnya aku berkencan? oppa juga berkencan kan? apakah aku harus hidup seperti ini? tidak bisa mencintai orang lain, tidak bisa menghabiskan waktu dengan orang yang kusuka, tidak bisa melampiaskan segala masalahku dengan memiliki pacar, aku lelah oppa, aku lelah, aku—ingin sebentar saja hidup normal, kumohon," Jennie melampiasakan segala amarah yang dipendamnya, ia tidak tahan lagi dengan semua itu yang berada di benaknya sedari tadi.

"Ya! jika kau ingin hidup normal, berhentilah jadi idol, kau yang memilih jalanmu sendiri Jennie, maka jalanilah dengan baik, bukan hanya mengeluh dan melampiaskannya dengan berkencan seperti ini,"

"Memang kau itu siapa oppa? mengapa kau ingin mengatur hidupku? ini hidupku dan juga apakah berkencan itu masalah yang besar? apakah dengan mencintai orang itu suatu kejahatan? aku tak mengerti," ujar Jennie yang diawali dengan gebrakan di meja studio itu.

"Keluarlah, kau berisik," Jiyong kembali duduk di kursi studionya, sedangkan Jennie menatap Jiyong tidak percaya dan langsung berjalan menghentakkan kakinya keluar dari studio itu.

Rasa kecewa di sudah bertumpuk di dada Jennie. Orang yang harusnya mendukungnya dan memberinya semangat malah melakukan hal sebaliknya, memarahinya dan mengusirnya. Orang yang sudah lama menjadi teman dekatnya dan dipercayainya, malah membeberkan masalah pribadinya ke orang lain. Terkadang saat sedang seperti ini Jennie ingin sekali ada seseorang yang bisa dipercayainya untuk mendengarkan isi hatinya, isi benaknya, agar ia terbebas dari segala yang mengganjal ini.

Jennie bukan seseorang yang mudah memberitahukan hal pribadinya kepada orang lain, Jennie seseorang yang sangat tertutup. Jadi disaat terpuruk ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa selain tenggelam dalam masalahnya sendiri.

Saat ini Jennie bingung ingin kemana. Ia hanya terus berjalan menelusuri koridor dan memilih ke lantai bawah menggunakan tangga darurat. Ia ingin lebih lama berjalan ke bawah daripada sampai dengan cepat, tapi tidak tahu ingin berbuat apa.

Setelah beberapa menit Jennie berjalan dan merasa sedikit lebih baik, terdengar suara khas seorang pria yang sedang berbicang dengan orang di balik handphonenya. Jennie jelas mengetahui suara pria itu, tapi dia tetap memperlambat jalannya dan sedikit menengok ke bawah.

"C'mon babe, aku sibuk, besok saja hm?" ucap pria itu kepada seseorang yang sepertinya wanita di handphone itu.

Jennie sampai ke tangga dimana tempat pria itu berada. Ia terhenti disana dan nampaklah seorang pria yang sudah jelas dari belakang pun siapa orangnya. Jaket hitam over size dengan kacamata yang bertengger di kepalanya. Jangan lupakan juga case hp bermotif mawar biru yang khas milik pria itu.

Jennie tetap berdiri disana, namun pria itu sepertinya tidak tahu dengan kehadirannya disana. Jennie pun memutuskan untuk kembali berjalan tanpa melihat ke arahnya, Jennie tidak ingin ia menganggu pria itu yang sedang berbincang, jadi ia memutuskan untuk tidak menyapa pria itu.

"hm, tenang saja, hm, iya aku janji, hm—eoh?" pria yang sedang menelfon itu melihat Jennie dan langsung menahan Jennie dengan isyarat tangannya untuk menunggu sebentar.

"Aniyo, tidak ada apa-apa, sudah dulu ya, love you," ucap pria itu kepada telefonnya sebelum ia benar-benar mematikan telfon itu. Sekarang pandangan pria itu beralih ke arah Jennie dan tersenyum canggung.

"Tumben sekali kau lewat tangga darurat, apa lift sedang rusak?" ucap pria itu menggaruk rambutnya karena suasana yang masih terasa sedikit canggung. Pria itu adalah si penyuka mawar biru, Song Minho.

"Tidak oppa, liftnya tidak rusak, aku hanya ingin olahraga menuruni tangga," jawab Jennie sambil tersenyum kikuk.

"Oh begitu, mm—kau tidak ingin pulang?, bareng saja kalau mau," ujar Mino untuk kembali mencairkan suasana dan dibalas gelengan cepat oleh Jennie.

"Oppa kan sedang sibuk, aku tadi sempat mendengarnya saat oppa menelfon, mm—maafkan aku oppa aku tak sengaja mendengarnya haha—oppa ternyata beneran punya pacar, padahal kemarin saat pulang aku hanya asal bicara saja, ternyata benar ya,"

Mino hanya tertawa renyah sambil menggaruk tekuknya karena malu. Tertangkap sedang menelfon pacar disini sangat membuatnya merasa tidak nyaman, apalagi yang menangkapnya itu adalah Kim Jennie.

øøø

Stressed (out)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang