Hai...guys😁😁
kenalin nama gue Fina Damayanti dan biasa dipanggil Fina
kenalin nama gue Febriana dan biasa dipanggil AnaDisini kita akan ngebuat cerita bareng untuk yg pertama kalinya:v:v Ngomong-ngomong buat yang punya INSTAGRAM silahkan difollow-lah instagram kitanya ;v;v
@finadmynti31
@febrianaaaa23Semoga cerita yang nggak nyambung ini bisa membuat kebosanan kalian hilang yahh:v Happy Reading guysssss
______
Author Pov
Sejak semalam seorang gadis terus saja menangis karena seseorang yang sangat ia percayai itu menghancurkan kepercayaannya dalam sekejap. Dia adalah gadis cantik berusia 17 tahun, yang baru saja mengenal cinta pertamanya. Aara Khansa duduk di depan meja rias, melihat pantulan dirinya dari cermin meja rias yang sangat berantakan akibat ulah Aara. Saat ini kedua orang tua Aara sedang berada di luar kota untuk mengantar ke dua kakak kembarnya Amar Basyir dan Amir Basyar yang akan melanjutkan pendidikannya di sana. Dan Aara di rumah hanya di temani oleh pembantu rumah tangganya yang saat ini sedang khawatir karena anak majikannya dari semalam belum keluar untuk makan ataupun melakukan kegiatan yang biasa Aara lakukan jika di rumah.
"Papa benar. Pacaran hanya membuat semua orang sakit" Sambil memegang dadanya Aara terisak. Papa Aara selalu menasehatinya supaya fokus hanya untuk belajar, tetapi jika orang sudah mengenal apa itu CINTA, maka nasehat itu hanya angin yang berlalu.
"Dek. Papa kamu nelpon, katanya kenapa ponselmu tidak aktif?" suara Mbak Nina membuat Aara menoleh ke pintunya.
"IYA NANTI AKU TELPON. HP KU SEDANG LOWBATE" Teriak Aara menormalkan suaranya.
"Nggak sarapan dek? Ini udah jam 12 siang loh" Kata Mbak Nina lagi. Aara berdiri lalu membuka pintu kamarnya. "Loh Dek, kamu kenapa?" Mbak Nina terlihat kaget saat Aara berdiri di depannya dengan mata yang sembab.
"Nggak apa-apa Mbak. Emangnya Mbak masak apa?" Tanya Aara mengalihkan pembicaraan. "Kalau Papa nelpon lagi bilang kalau hp aku lowbate. Nanti aku telpon kalau sudah terisi." Sambil tersenyum Aara menahan tangisnya agar Mbak Nina tidak curiga. Mbak Nina mengangguk ragu.
"Aku masak ayam goreng kecap dek. Adek makan dulu yuk" Mbak Nina mengajak Aara untuk makan.
"Aku mau mandi dulu Mbak. Mbak ke bawah duluan aja, nanti aku nyusul" Mbak Nina mengangguk lalu turun ke lantai satu. Aara lalu menutup pintu dan mengalirlah air mata yang sedari tadi ia tahan. "Kenapa harus sesakit ini?" Aara lagi-lagi memegang dadanya. "Berhentilah menangis" Aara berusaha untuk tidak menangis lagi, tapi entah mengapa air matanya lagi-lagi jatuh. Akhirnya Aara pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sangat kacau walau air matanya tak henti-hentinya menumpahkan air.
Aara lagi-lagi melihat dirinya yang kacau dicermin besar yang ada di kamar mandinya. Dia sangat tidak menyukai sisi lemahnya ini, "Mengapa harus ada kelemahan di setiap orang. Dan mengapa orang-orang bisa menyembunyikan kelemahan mereka sedangkan aku tidak bisa" Ucap Aara dengan rasa sesak. Aara melihat bath up yang sudah ia isi dengan air yang hangat, mungkin dengan itu dia tidak lagi sekacau ini. Aara lalu berendam menikmati rasa hangat yang menjalar ke tubuhnya dengan tenang tampa ada air mata yang jatuh lagi.
_____
"Iya Pa, tadi Hp Aara lowbate." Aara yang sedang menempelkan telepon selulernya ke telinga kirinya berjalan menuju ke dapur. "Iya ini baru mau makan. Udah dulu yah Pa. Cepat pulang. Assalamualaikum" Aara menutup panggilan itu dan duduk di samping Mbak Nina yang sedang menyiapkan makanan untuk Aara. "Mbak, Pak Irsan ada?" Tanya Aara kepada Mbak Nina.
"Ada. Memangnya kamu mau kemana?" Pak Irsan adalah sopir untuk Aara dan Mamanya. Biasanya Pak Irsan yang mengantar Aara ke sekolah dan mengantar Mama Aara ke pasar atau ke rumah teman.
"Aku mau ke rumah Mila Mbak. Mbak tanya Pak Irsan yah, sesudah makan aku langsung mau pergi." Karmila Angel. Teman sekaligus sahabat dan tempat curhat Aara. Mila 3 tahun lebih tua dari Aara, atau seumuran dengan kembar Amar dan Amir. Dia juga melanjutkan perguruan tingginya di kota ini dan lulus di jurusan Psikiater. Sekarang mumpung dia belum sibuk dengan tugas-tugasnya, Aara berniat ingin curhat dengan Mila.
Setelah makan, Aara pergi ke kamarnya untuk mengambil tasnya. Ia bercermin di depan meja rias, menatap matanya yang masih kelihatan sembab. Air mata Aara hampir saja jatuh saat melihat matanya itu. Entah kenapa saat Aara bercermin, melihat dirinya yang kelihatan menyedihkan walaupun sedikit tertutupi make up tipis, air matanya selalu ingin keluar dari sarangnya. Aara memutuskan untuk pergi tampa merapikan lagi penampilannya.
"Pak Irsan ayo" Ajak Aara saat sudah di depan Pak Irsan yang sedang membersihkan kaca mobil. Aara naik ke mobil di kursi penumpang dan Pak Irsan duduk di kursi kemudi. Mobil pun melaju pergi ke rumah Mila yang sedikit jauh dari rumah Aara.
_______
Aara Pov
"Assalamualaikum. MILA..." Teriakku saat sudah berada di depan pintu rumah Mila. Pintu terbuka dan tampak pembantu rumah tangga Mila dengan daster andalannya.
"Waalaikumsalam. Cari Non Mila?" Tanya pembantu rumah tangga Mira, Mbak Dian.
Aku tersenyum mengangguk. "Iya Mbak, Mira ada?" Belum sempat Mbak Dian menjawab, ponselku bunyi. Aku langsung melihatnya dan ternyata yang nelpon itu Mila. Pas banget.
"Halo, Mila"
"Halo Ra. Kamu di mana?"
"Aku ada di depan pintu kamu nih. Kamu ada di dalem?" Tanyaku, kemungkinan besar Mila nggak ada di sini. Karena biasanya jika Mila ada di rumah, Mbak Dian langsung menyuruhku masuk ke dalam.
"Aku ada di kafe yang biasa nih Ra, Kamu ke sini aja. Kamu di antar sama Pak Irsan?"
"Oh. Oke aku ke sana sekarang. Udah dulu, By" Ucapku langsung memutuskan panggilan sebelum Mila menjawab. Perlu kalian tau, aku dan Karmila ini berbeda agama. Yah walaupun kami berbeda, kami tetap saling mengingatkan untuk beribadah.
Aku menyimpan ponselku lagi ke dalam tas, lalu ku lihat Mbak Dian yang masih setia dengan acara berdirinya itu. "Mbak aku pergi dulu yah" Pamitku pada Mbak Dian
Mbak Dian mengangguk sambil tersenyum. "Hati-hati yah Non"
Aku langsung pergi menuju kafe tempat biasa aku dan Mila singgah untuk sekedar minum Lemon Tea kesayangan aku.
_______
Huh akhirnya sampai rumah juga. Setelah ber jam-jam curhat dengan Mila dari jam 2 siang sampai jam 6 sore, rasanya sangat lega. Aku bersyukur dia membantuku untuk tidak bersedih karena percintaan yang ku alami. Aku sangat berharap bisa melupakan cowok brengsek yang telah merebut cinta pertamaku itu.
Rasanya aku ingin tidur di jam begini. Tapi Mama selalu mengingatkan aku untuk Sholat Maghrib dan Isya dulu sebelum tidur.
Setelah aku melakukan Ibadah sholat Maghrib dan Isya, kini saatnya aku untuk memeluk gulingku yang empuk itu. Sejenak aku melihat ke arah meja rias yang masih berantakan. Aku memang melarang Mbak Nina untuk masuk ke kamarku. Aku membutuhkan Privasi sangat membutuhkan untuk menenangkan diriku, Tapi bukannya tenang justru aku semakin larut dalam kesedihanku. Dan untungnya setelah bertemu dengan Mila, aku sedikit lega karena sudah meluapkan semuanya. Meluapkan dengan cara menangis, sama sekali tidak membantuku.
Sekarang aku mau tidur, sedaritadi aku sudah menguap. Ini akibat dari semalam, yang ku lakukan hanyalah menangis. Menangis untuk orang yang sama sekali tidaklah penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEEP PAIN
Dla nastolatków"CINTA yang membuatku bahagia, CINTA juga yang membuatku hancur. Aku tidak mudah percaya kepada siapa pun, jika aku percaya padamu berarti kamu sangatlah spesial di hidupku. Dan jika kepercayaan itu kau hancurkan, tak ada lagi kepercayaan untukmu"-A...