1

37.8K 1.1K 78
                                    

"Mei. Meisha. Meisharoh! Gua tau ya, lo ada di dalam. Mei!"

Meisha yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, berdecak kesal. Ia membanting ponsel di tangannya ke atas kasur lalu berjalan menuju pintu dan membukanya dengan kasar. Tamu tak diundang itu langsung saja masuk tanpa menunggu dipersilahkan.

"Lama banget sih, Mei!" seru pria dengan setelan seragam pabrik melekat di tubuhnya itu.

"Mau ngapain sih, Ka?" Meisha melipat tangannya di depan dada, menatap garang pria yang mengganggu waktu istirahatnya.

"Bagi foundation dong!" ucap pria bernama Raka itu, cuek. Ia berjalan masuk ke kamar Meisha lalu mulai mengacak-acak meja tempat Meisha meletakkan alat make up-nya.

"Kebiasaan! beli dong! Nggak modal banget sih–eh Raka jangan yang itu! Lo gila, ya. Kemarin gue beli nunggu harbolnas di toko online, terus mau lo pake buat nutupin cupangan cewek lo di leher lo itu!" Meisha dengan cepat merampas foundation mahal itu. "Nih,  pake yang biasa aja." Meisha menyodorkan foundation merek berbeda yang harganya dibawah sepuluh ribu rupiah.

"Pelit!" serunya lalu tetap melanjutkan kegiatannya menutupi warna merah di lehernya dengan foundation Meisha dengan sedemikian rupa.

"Ya udah sana, minta sama cewek lo!" balas Meisha lalu kembali merampas foundation itu dari tangan Raka.
Raka yang kebetulan sudah berhasil menutupi kissmark di lehernya itu, lantas menyunggingkan senyum miring. "Kayaknya Rika nggak pakai gitu-gituan deh. Wajahnya cantik alami.

"Terserah lo, deh!" balas Meisha tak mau memperpanjang. Lebih tepatnya menghindari perasaan sedihnya mendengar Raka membandingkan ia dengan pacarnya. "Udah sana berangkat, nanti lo telat!"

"Perhatian banget sih!" Raka mencolek dagu Meisha, menggoda gadis itu. Bukannya bergegas berangkat bekerja, Raka malah duduk di atas tempat tidur Meisha yang berkapasitas satu orang itu.

"Bukannya gitu, nanti lo telat gaji lo di potong, kan sayang!" balas Meisha.

"Sama gaji gua aja, sayang. Sama gua, nggak sayang juga?"

Meisha memutar bola matanya dengan malas. 

"Lagian gua juga sayangnya sama Rika!" seru Raka menyebalkan.

Meisha menghentakkan kakinya dengan kesal. Tiba-tiba saja ia merasa gerah setelah kedatangan Raka. Diliriknya jam dinding di kamarnya itu, rupanya jam kerja Raka masih tiga puluh menit lagi. Jadwal Raka bekerja minggu ini di shift tiga, masuk jam sepuluh malam dan pulang jam tujuh pagi. Raka bekerja di sebuah pabrik sepatu sebagai team leader. 

Melihat Raka malah asik melakukan panggilan dengan pacarnya, membuat Meisha memutuskan untuk keluar dari kamar kostnya yang hanya satu petak itu. Bangunan indekosnya yang terletak di pemukiman penduduk itu memang minimalis. Kamar kosnya sendiri berada di lantai dua dengan tiga kamar berderet. antai bawah merupakan rumah pemilik kost yang tak lain masih saudara dengan Raka.  

Sedangkan Raka yang seperti tidak punya rumah-karena menelpon pacar di kamar kost orang lain- itu tinggal di sebuah rumah depan bangunan indekos Meisha. Pria berusia satu tahun di atas Meisha itu tinggal seorang diri, ibunya bekerja di luar negeri sebagai TKW Sedangkan ayahnya, Raka juga tidak tahu di mana ayahnya berada.
Sejak kecil Raka memang tidak mengenal ayahnya. Ia hanya tinggal bersama sang Ibu. Orang tuanya bercerai sejak Raka dalam kandungan. Penyebabnya apa, Raka juga tidak tahu. Namun, Ayah Raka tetap bertanggung jawab atas kebutuhan hidup Raka. Mengirimi uang untuk makan dan pendidikan Raka hingga Raka menyelesaikan kuliahnya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fake Wedding (Untuk Raka) ✔ Pindah Ke CABACA APPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang