LOLA - BAGIAN 1

44 3 0
                                    

Kertas-kertas bertuliskan daftar riwayat hidup kususun bersamaan dengan surat lamaran pekerjaan. Tak lupa ditambah dengan fotokopi ijazah, fotokopi KTP, SKCK dan yang paling penting... Foto berukuran 4 x 6 yang berlatarbelakang merah.

Iya, kalian tidak salah tebak. Aku sedang berjuang untuk melamar pekerjaan. Sudah berbagai macam posisi yang telah kulamar. Mulai dari posisi supervisor, sampai pramusaji yang sama sekali bukan bidangku.

Perkenalkan, aku Lovi Langita. Lahir duapuluh dua tahun yang lalu. Pendidikan terakhir S1 Manajemen. Sudah dua bulan menganggur. Aktivitasku selama menganggur adalah makan, tidur, bermain pabji, kamar mandi dan menonton TV. Aku malas. Sangat malas apalagi semenjak mengikhlaskan Romeo untuk kerja di luar kota beserta dengan teman-teman cowokku yang lain. Iya, dari keempat anggota squad kami, hanya aku yang masih ongkang-ongkang kaki di kasur tiap waktu.

Jarang mandi adalah semboyanku. Dan setiap hari adalah hari Minggu bagiku. Iya, sudah macam anak balita yang belum kenal sekolah. Jarang keluar karena belum punya penghasilan sendiri. Alhasil hanya bermain pabji setiap waktu. Untuk beli kuotapun aku harus rela menjual berbagai macam koleksi bajuku untuk kuposting di instagram. Sekarang kan jaman tuh preloved yang dijual murah-murah meskipun belinya dulu bikin aku makan mi instan setiap hari.

"Lolaaaa... Mandi sana! Udah mau magrib gini juga! Mau mandi dua hari sekali, kamu?!"

Itu suara Mama. Iya, kalian tidak salah tebak. Dari tadi pagi aku belum mandi. Lengket dan bau sudah menjadi teman setiaku. Sudah kubilang aku ini malas sekali. Kurapikan kembali kertas-kertas berharga tadi ke dalam amplop coklat. Semoga kali ini tembus.

"Yes, Mom..."

"Dasar! Anak perawan mandi petang-petang begini, mau dikutuk jadi apa kamu?" Omel Mama sambil memukulku dengan handuk. Aku segera merebut handuk di tangan Mama sebelum tubuhku merasakan celekit-celekit yang lebih bahaya lagi.

"Mau dikutuk Mama biar jadi orang kaya sukses!" ujarku sambil ngacir ke kamar mandi.

"Bulan depan nikah aja sama kenalan Mama. Orangtuanya juragan sawah di Lamongan. Dan dia udah jadi TNI. Meski gajinya nggak sebesar mantan kamu yang pengusaha itu, seenggaknya masa depan terjamin. Udahlah, jadi ibu-ibu sosialita aja, jadi dharmawanita. Suatu saat kalau pangkatnya naik, gajinya juga naik."

"Astagfirullah Mama... aku masih umur berapa? Belum genap dua puluh dua tahun. Masa iya aku nikah muda sih," teriakku dari dalam kamar mandi sambil melucuti semua pakaianku.

Ah, aku baru sadar. Behaku talinya udah pada kendor. Ya, padahal beha nggak sampai duapuluh ribu rupiah, tapi karena aku masih miskin, aku mengesampingkan hasrat untuk membeli kutang yang baru.

"Daripada kamu ngegame melulu, Mama pusing lihatnya. Mandi juga cuma tiap sore. Makan tiga kali sehari. Enak banget kamu jadi sarjana nganggur sementara Ayah kamu cari duit sampai banting keringat!"

Eh? Banting keringat? Ini karena aku bodoh atau Mama yang ngomongnya ngelantur? Kadang suka asal kalau ngomong itu emak-emak gaul. "Banting tulang kali, Mom," koreksiku.

"Ehhh... Anak kurang ajar. Dibilangin orang tua malah jawab aja. Udah nikah aja sana, biar Mama nggak lihat muka kamu tiap hari. Mending kamu ikut suami kamu daripada di sini terus. Bisa mati muda nih Mama!"

Yah, kesalahan kan kalau jawab dikit aja. Harusnya tadi diem aja lu tuh, Lola. Bego kok dipelihara. Masih nggak kapok aja sih Lola bego!

"Iya, besok Lola nikah. Puas?!"

"NAH!! Gitu kek jadi anak nurut. Ntar Mama telpon Jeng Dara ah. Siapa tahu keponakannya mau sama kuda nil piaraan Mama."

EH? JADI BENERAN?!!! Romeo.... gue nggak mau nikah sama orang lain selain elo!!!!

LolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang