C H A P T E R 5

1.1K 164 1
                                        

Kau seperti mimpi untukku,

mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata.

Namun bahkan dalam mimpi pun,

aku masih tidak mampu meraihmu.

Lantas, haruskah ku bangun saja?

Atau, melanjutkan mimpi yang buruk ini?






Jisoo menutup buku bersampul cokelat tua itu, lantas menghela napas. Hari ini, entah dia harus bahagia atau justru sedih.

Taeyong dekat, namun makin terasa jauh darinya.

Ia meletakkan buku diary itu di rak buku dekat meja belajarnya, lantas beranjak dari sana dan berjalan menuju balkon kamarnya.

Jisoo menengadahkan kepala, berusaha mencari kumpulan bintang, namun nihil. Gadis itu kembali mendesah kecewa. Bahkan malam tidak dapat membuatnya tersenyum seperti biasa.


Jisoo kembali memutar memori tadi siang, ketika Taeyong pindah ke kelasnya dengan tiba-tiba, dan masih tidak acuh padanya.

Ketika pria itu lagi-lagi menganggap dirinya pengganggu.

Entah apa yang membuat Taeyong begitu membencinya.



Apa salah jika Jisoo menyukainya? Apakah salahnya jatuh cinta?

Jisoo merasakan beban yang sangat berat di hatinya. Ia lagi-lagi menghela napas, entah sudah ke berapa kalinya malam itu.


Udara dingin tidak menghalangi Jisoo untuk tetap berdiri di balkon itu, sampai ...




Drrttt.. Drrtt





Getaran ponsel miliknya membuat Jisoo terpaksa beranjak dari tempatnya. Ia segera mengambil benda persegi itu, lantas membaca nama seseorang yang sudah menjadi sahabatnya selama ini.


Jennie is calling ...


"Halo, Jen?"

"Jisoo, kenapa kau tidak masuk jam terakhir tadi? Dan kau menangis terakhir kali aku melihatmu. Apa kau baik-baik saja?"

Jisoo tidak langsung menjawab. Gadis itu kembali berjalan menuju balkon, dan menyandarkan tubuhnya di pagar pembatas bercat hitam itu.

"Aku baik, Jen. Kau tidak perlu khawatir," jawab Jisoo akhirnya. Ia bisa mendengar Jennie yang berdecak di seberang sana. Jisoo tersenyum simpul membayangkan ekspresi Jennie yang sedang kesal.


"Sudah kubilang untuk move on. Kau sudah terlalu menderita gara-gara pria brengsek itu. Aku yakin saat kau menungguinya waktu itu dia pasti membuang hadiahmu kan? Hah, kau bahkan kehujanan demi memayungi kado itu. Dasar Taeyong sialan!"


Jisoo tidak marah tiap kali Jennie memaki pria yang begitu dicintainya itu. Ia tahu, sahabatnya itu hanya sangat peduli padanya. Jennie memang tipikal sahabat dengan rasa peduli tinggi. Dan hal itu pula yang membuat Jisoo merasa bersyukur memiliki seorang Jennie dalam hidupnya.



"Aku mungkin akan makin sulit melupakan dia, Jen. Kau ingatkan dia sudah pindah di kelas kita? Aku berpikir, mungkin kami memang---"


"Apa? Jodoh? Jangan bercanda, Kim Jisoo. Aku akan menjadi orang pertama yang akan menentang kalian jika dia tidak menghargaimu seperti ini."


Jisoo tertawa pelan. Ia selalu suka saat Jennie mengomel padanya. Rasanya seperti memiliki saudara yang perhatian.

"Sudahlah, Jen. Aku akan move on jika aku merasa sudah tidak sanggup. Tapi untuk sekarang, aku masih bisa. Jadi kau tidak perlu cemas, Oke?"

One Sided Love | Taeyong X JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang