Azka menatap Putri yang kini duduk dihadapannya yang sedang asik memainkan HP-nya. Sesekali Azka mengarahkan kamera HP-nya ke arah Putri dan tanpa Putri sadari, foto dirinya sudah tersimpan di HP Azka.
Hari semakin malam, terlihat muda-mudi semakin ramai datang ke cafe dimana Azka dan Putri memutuskan untuk menghabiskan malam bersama. Malam minggu, itulah dimana para pasangan bertemu. Tapi tunggu dulu, Azka dan Putri bukanlah sepasang kekasih. Belum, mereka belum memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan.
Cafe yang ada disekitar alun-alun kota Bandung dipilih oleh Azka untuk menghabiskan malam ini. Bukan tanpa alasan Azka memilih cafe ini. Tempat ini milik salah satu teman kuliahnya dulu dan cukup nyaman sebagai tempat nongkrong dan berbincang-bincang.
Tak lama pesanan Azka dan Putri tiba. Azka memilih memesan kopi dan beberapa cemilan, sedangkan Putri memilih memesan greentea. Kedua minuman itu merupakan minuman favorit mereka masing-masing. Azka tidak begitu menyukai apapun tetang greentea, sedangkan Putri tidak menyukai kopi. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan juga mengapa Azka memilih tempat ini. Karena tempat ini tidak identik dengan kopi sehingga Putri masih bisa memilih minuman selain kopi.
"Put, nanti temen aku datang kesini. Mau aku kenalin sama kamu", ucap Azka membuka pembicaraan. Ia tidak terlalu senang jika Putri hanya sibuk dengan HP-nya saja tanpa menghiraukannya.
"Kok teman kamu bisa tahu aku?", Putri bertanya sambil meminum minuman greentea pesanannya itu.
Azka hanya tersenyum dan menunjukkan foto Putri yang dia ambil diam-diam. Putri sempat menunjukkan rasa kaget tapi kemudian ia hanya bisa tersenyum malu, "Kapan kamu ambil foto aku? Kan malu sampai kamu kirimin ke teman kamu segala".
"Put, kamu mau gak jadi teman gila aku?", tanya Azka dengan tatapan serius.
Senyum Putri memudar berganti dengan ekspresi kebingungan. Teman gila? Apa maksudnya? Itu yang ada dibenak Putri saat ini. Ia merasa bingung apa maksud yang dipertanyakan Azka padanya. Karena memang saat ini mereka hanyalah teman.
"Teman gila? Memang kita teman kan? Tapi aku nggak gila", Putri berusaha mengubah topik pembicaraan. Mungkin bukan itu yang diharapkan Putri. Bukan pernyataan seperti itu. Saat ini, Putri sudah mulai timbul perasaan pada Azka. Rasa yang entah mengapa bisa secepat ini. Ditambah lagi ketika Azka mengajaknya untuk malam mingguan bersama hanya berdua. Wanita mana yang tak luluh jika pria yang sudah mulai merebut hatinya mengajaknya untuk menghabiskan waktu bersama.
Setelah beberapa saat saling berbincang, teman yang diceritakan Azka datang. Sesuai dengan ucapan Azka, ia mengenalkan Putri pada temannya itu yang kebetulan membawa pacarnya datang bersama. Azka banyak menceritakan hal-hal yang dulu ia lakukan ketika kuliah bersama dengan temannya itu. Bahkan kenakalan-kenakalan yang Azka lakukan ketika kuliah pun ia ceritakan.
"Teman? Tapi rasanya tidak seperti teman jika hadirmu seperti ini. Namun, jika memang kamu hanya menganggapku teman, tidak masalah. Mari kita berteman Azka", itulah yang dipikirkan Putri saat ini.
***
Alunan gitar terdengar dari rumah Anis dan Kenzo. Terlihat Azka sedang asik bermain gitar dan Anis sesekali ikut bernyanyi dengan iringan gitar yang dimainkan Azka. Saat itu nampak Putri sedang berada disana juga memperhatikan Azka yang asik bermain gitar.
"Aku pengen belajar gitar dong", ucap Putri ketika Azka dan Anis sudah menyelesaikan bernyanyi.
Azka memandang gitar yang sedang ia mainkan sambil berpikir lagu apa yang akan ia ajarkan pada Putri. Akhirnya Azka memutuskan bermain sebuah aransemen yang mudah untuk dimainkan oleh pemula. Azka mulai memainkan aransemen itu agar Putri mendengarnya terlebih dulu.
"Kamu belajar mainin aransemen ini dulu aja ya. Kalo langsung belajar chord pasti sulit", Azka mengulangi bermain aransemen yang sama dan Putri memutuskan untuk merekamnya agar ia bisa belajar walaupun Azka tidak ada.
Hari semakin larut, Putri memutuskan untuk menginap di rumah Anis dan Kenzo. Berarti secara otomatis Azka pun ikut menginap disana. Tahan dulu, jangan berpikir Azka mulai memiliki perasaan yang sama dengan Putri. Karena, Kenzo lah yang menetang keras bahwa Azka menginap karena hanya merasa tidak enak dengan Putri. Azka hanya menghargai kehadiran Putri disana. Itu saja.
"Put, lapar nggak? Beli makan yuk keluar", ajak Azka yang mulai bosan.
"Males ahh, Ka. Lagian sudah tengah malam juga. Mana ada yang masih buka", jawab Putri yang mulai bersembunyi dibalik selimut dan meminta Anis untuk memberikan ruang agar dirinya bisa tidur malam ini.
Azka tidak kehabisan akal. Ia lalu mengambil HP-nya dan membuka aplikasi online untuk memesan makanan. Tanpa banyak bertanya ia kemudian memesan makanan untuknya, Kenzo, Putri dan Anis. Tak perlu menunggu lama, makanan tiba. Dengan girang, Azka menyabut pesanannya itu dan dengan semangat membangunkan Putri dan Anis yang pada saat itu sudah mulai terlelap.
"Aku sudah pesanin makanan loh, masa nggak di makan", ucap Azka sambil membuka makanan miliknya.
Anis dan Putri yang saat itu memang tidak ingin makan terpaksa menemani Azka makan. Sedangkan Kenzo tidak peduli, ia asik bermain game tanpa menyentuh makanannya. Itulah Azka, sedikit egois untuk hal-hal yang ia inginkan. Coba saja jika Putri dan Anis tetap melanjutkan tidur, bisa jadi saat mereka terbangun nanti akan melihat Azka dalam kondisi kesal karena semalam tidak ada yang menemaninya makan. Gagal diet, itulah pemikiran para wanita. Tetapi Azka tak peduli itu.
***
Hampir setiap hari Azka dan Putri ada di rumah Anis dan Kenzo. Disanalah tempat yang paling sering mereka kunjungi untuk bertemu. Tak jarang sesekali Azka mengajak untuk nongkrong dan berjalan-jalan malam. Anis dan Kenzo tidak pernah merasa tertanggu, justru mereka sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama.
"Mas Azka sama Kak Putri sebenernya punya hubungan apa sih?", tanya Anis ketika Azka sedang asik bermain gitar.
Alunan gitar berhenti, Azka memandang Putri yang kemudian tersenyum kepadanya "Kita Cuma teman kan?", Putri memberikan penekanan pada kata "teman" dengan nada mempertanyakan. Putri sendiri pun ingin memastikan sebenarnya hubungan mereka itu apa. Ia terlalu takut jika memiliki rasa yang lebih sedangkan apa yang dirasakan Azka berbeda.
"Iya, kita hanya teman", jawab Azka dengan santainya dan kembali memainkan gitarnya. Mungkin bukan itu jawaban yang diinginkan oleh Putri. Namun, pada akhirnya Putri merasa cukup sadar diri bahwa rasa yang ia miliki adalah kesalahan. Hanya ia yang merasakannya, sedangkan Azka selalu menganggapnya teman.
Saat itu datang beberapa teman Azka dan Kenzo. Sepasang suami istri yang keduanya merupakan teman Azka dan Kenzo. Dengan santainya Kenzo memperkenalkan Putri pada mereka. Putri pun tak merasa keberatan jika harus berkenalan dengan teman-teman Azka dan Kenzo. Baginya akan jauh lebih baik jika memiliki banyak teman.
Mereka saling berbincang-bincang. Tawa dan canda terselip pada perbincangan itu. "Ka, inget loh September ceria", ucap temannya itu sambil tertawa dan menatap Putri. Putri hanya membalasnya dengan senyuman karena tidak begitu mengerti maksud yang diucapkan wanita itu kepada Azka tetapi wanita itu malah menatap Putri.
Tak lama, sepasang suami istri itu pun memutuskan untuk pamit pulang. Setelah keduanya berlalu, Putri menghampiri Azka dan bertanya, "Maksudnya September ceria itu apa?". Azka langsung terdiam menatap Putri. Beberapa detik kemudian, ia memberikan senyum manisnya pada Putri seolah memberikan tanda bahwa tidak ada hal yang perlu Putri khawatirkan pada 4 bulan ke depan di bulan September nanti.
"Ohh dia hanya becanda saja. Aku rencananya bulan September mau pergi liburan ke Thailand, itu maksud dia dengan September ceria", ucap Azka menghapus rasa penasaran dibenak Putri.
Putri tersenyum lega dan berkata, "Kamu mau ke Thailand? Aku boleh ikut?".
"Jangan, kamu di Indonesia aja ya. Jaga diri baik-baik disini, aku nggak akan lama kok disana", ucap Azka dengan senyum mengembang diwajahnya dan tangannya mengelus rambut Putri. Saat itu Putri merasa kecewa, karena yang ia inginkan hanyalah terus menghabiskan waktu bersama Azka. Tetapi jika memang Azka ingin seperti itu, Putri tidak bisa memaksakan. Ia sadar, ia hanyalah seorang teman bagi Azka.
***
"Kita mulai saling memahami satu sama lain. Bercerita banyak hal, tentangmu dan tentangku. Tak apa, asalkan bukan tentang kehilanganmu." -Azka Aldric-
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Teen FictionJika saja waktu itu aku tidak mengantarnya pulang. Jika saja waktu itu semesta tak membiarkan ia bercerita tentangku dihadapanmu, mungkin kamu tidak akan pernah tahu bahwa aku pernah ada.