Dua

12 2 5
                                    

"Tak ada cinta tanpa pamrih antara dua manusia.
Mereka meminta atau setidaknya mengharap balasan."
_NeptuneRV

Hari berganti malam. Tapi tak ada waktu untuk mengistirahatkan tubuh lelahku, yang seharian ini telah menghabiskan waktu di kegiatan PKKMB itu.

Sejak tadi, tepat setelah pulang dari Masjid Ilaikal Mashiir yang terletak kira-kira lima kilometer dari kostanku, aku membasuh diri dikamar mandi. Lalu meminta tolong kak Chris, suami sepupuku, mengantarku membeli perlengkapan kegiatan besok.

Dan disinilah aku, didaerah kecamatan Tinambung, wilayah kabupaten Polewali Mandar. Jam kira-kira telah menunjuk angka 9. Tapi tak menyurutkan niatku untuk mencari benda bernama Sapu Lidi.

Tadinya aku telah mendatangi sebuah tokoh Perlengkapan Ulang tahun dikompleks pasar Sentral Majene, untuk membeli balon berwarna putih bertuliskan "Indonesia". Lalu mendatangi salah satu pedagang dipinggir jalan samping Rektorat Unsulbar, membeli roti dan air Mineral.

Tak lupa pula semua toko baju di Majene telah kukunjungi. Namun jawabanya sama.

"Kaos Orange Habis." begitu kata para penjaga toko yang aku temui.

Dan aku hanya mendapatkan sebuah kaos belang berwarna hitam orange. Mirip warna Lebah, disebuah toko kecil dipinggir jalan bernama Mazempo.

Sama sulitnya mendapatkan kaos, begitupun sulitnya mendapatkan Sapu Lidi. Setiap pedagang yang kutemui, tidak satupun menjual sapu lidi.

Aku bahkan dengan nekat menanyakan kepada seorang pedagang batagor yang berjualan didepan pasar ole-ole khas Mandar.

"adanya lidi tusukan somay dek." ia menjawabku seraya tertawa, ketika kutanya.

Jadilah malam itu aku memaksa kak Chris mengantarku keluar kota Majene, hanya untuk membeli sebuah sapu lidi.

Setelah mendatangi lebih dari lima Kios, akhirnya kami bertemu benda yang ku cari itu.

Kak Chris mulai berbicara dalam bahasa Mandar dengan nenek yang menjual Sapu lidi. Sedang aku hanya menatap bengong. Tak satupun kalimat yang dapat kuterjemahkan.

Aku sedikit heran melihat kak Chris berbicara dalam bahasa Mandar dengan Fasih. Ia terdengar mengikuti tata krama dan halus seperti penutur Mandar aslinya. Padahal ayahnya berasal dari NTT dan ibunya berdarah Toraja.

"Kakak lahir di Majene." katanya menjelaskan, ketika kutanya.

Jam sudah menunjuk angka 10 ketika kak Chris mengantarku kembali kekostan.

Aku membuka pesan Whatsappku. Dan wooww.....
Grup Fakultas hampir meledak karena pesan yang belum dibaca.

Ibu jariku bergerak lincah membalas pesan-pesan lain, sebelum akhirnya membuka pesan digrup fakultas.

Ya sudah jelas, isinya adalah keluhan para Maba yang tidak melengkapi perlengkapan Kegiatan besok.

Tapi berbeda dengan sebuah akun yang malah sibuk mengirim pesan suara, dirinya sedang bernyanyi. Entah ia telah melengkapi semua perlengkapan besok, atau memang ia masa bodoh.

Namanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang