Chapter 11

43 7 0
                                    

Pukul delapan lebih lima belas menit  Park Jimin sampai di rumah. Ia sengaja menyewa apartemen untuk Hara dan mamanya. Bukannya ia tak mau Hara dan mamanya tinggal di rumahnya. Tapi karena alasan kesehatan Hara mengharuskannya untuk tinggal di tempat yang tenang. Sedangkan di rumahnya begitu banyak orang karena saudaranya ada lima orang dengan suami atau istri serta anak-anaknya. Dan ia sendiri anak terkecil di keluarganya.

"Oh kau sudah datang Park Jimin."

Indah sudah tak sungkan menyapa pemuda itu dengan nama lengkapnya.

"Sudah. Begitu menerima sms dari Tante aku langsung kemari. Dimana Hara?"

Park Jimin juga sudah menganggap indah sebagai ibu Hara.

"Oh dia ada di kamarnya. Kau temui saja dia. Sudah sejak tadi dia menunggumu."

"Baiklah."

Park Jimin pergi ke kamar Hara dan mendapati gadis itu tengah duduk di jendela sambil menatap keluar jendela.

"Mamamu bilang kalau kau sedang tidur, tapi kok malah lagi duduk melamun?"

Hara menoleh ke arah Park Jimin. Begitu tahu siapa yang datang, Hara langsung berlari memeluk Park Jimin.

"Aku tak tahu mengapa aku selalu bahagia saat kau datang. Dan aku ingin kau selalu terlihat olehku."

Hara selalu mengucapkan kalimat itu tanpa sadar. Ia terus mengulanginya setiap bertemu dengan Park Jimin. Pemuda itu tahu itu adalah perasaan yang sesungguhnya dirasakan gadis itu. Walau gadis itu akan lupa dengan apa yang diucapkannya setelah lima menit, tapi ia cukup bahagia mendengarnya.

"Sudah lepaskan pelukanmu. Kau terlalu erat memelukku. Nanti tulangku remuk semua gara-gara kau peluk terlalu erat."

Hara melepaskan pelukannya. Seung Jo melihat senyum bahagia tersungging di bibir gadis itu. Gadis itu memang sangat cantik.

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan keluar? Aku sudah bosan di rumah terus. Terakhir kali aku keluar kapan ya?" Hara mengingat-ingat waktu terakhir kali ia keluar. Tapi pada kenyataanya gadis itu belum sama sekali pernah pergi keluar. Karena baru satu bulan yang lalu gadis itu bisa bersikap seperti orang hidup, walau sikapnya seperti anak kecil.

"Satu minggu yang lalu."

Indah memotong pikiran Hara.

"Ah iya benar, satu minggu yang lalu. Saat itu kau mengajakku bertemu di taman. Tapi kau datang terlambat. Sampai-sampai aku menangis gara-gara fansmu yang membuatku kesal. Dan kau mengajakku makan di restoran berkelas. Katamu biar privasi kita terjaga. Kau memesan makanan seafood kecuali ikan. Dan malam itu kita juga menonton peragaan busana. Lalu aku bilang kalau aku suka gaun putih itu. Yeah satu minggu yang lalu."

Park Jimin terkejut mendengar keterangan Hara. Di sampingnya Indah menyadari keterkejutan pemuda itu.

"Wah kau masih ingat rupanya. Berarti sekarang kau boleh jalan-jalan keluar dengan Park Jimin. Sementara kau berganti pakaian, Park Jimin menunggu di luar untuk makan malam dulu bersama Mama." Indah angkat bicara. "Ayo nak Jimin."

"Bagaimana mungkin ia mengatakan kalau peristiwa itu terjadi satu minggu yang lalu?" wajah Park Jimin belum lepas dari rasa kagetnya. Sekarang ia berada di dapur bersama tante Indah.

"Karena itu adalah kenangan yang paling membahagiakannya. Walau ingatannya lupa semuanya, tapi ia masih menyimpan kenangan yang paling berharga baginya."

"Tapi itu sudah terjadi dua tahun yang lalu."

"Tidak apa-apa. Kau bisa kan bersikap wajar di depannya?"

"Iya. Aku akan melakukannya."

"Nah ayo kita pergi jalan-jalan."

Park Jimin dan Indah terperangah begitu mendengar suara Hara di belakang mereka. Gadis itu memakai kemeja cokelat muda dengan lengan sepertiga dipadukan dengan celana jins biru dan scraf coklat muda. Rambutnya dikuncir ke belakang. Benar-benar persis seperti waktu itu.

"Nanti jangan pulang malam-malam ya?"

"Oke Ma."

Hara menarik lengan Park Jimin dan memeluknya.


~~~

Next? Votee

I Love You, Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang