Gue meneguk sebotol air minum yang disodorkan Izza tepat setelah gue dan Gupi kembali ke kelas. Mengejar Gupi sama dengan bunuh diri. Langkah kakinya cuma sepertiga dari kaki gue, tau emang waktu kecil ibunya ngidam pake enggrang kali. Gue melihatnya dengan sebelah alis terangkat. Ah, tidak. Gue tidak akan pernah melakukannya lagi. Mendapatkan cintanya Arkan saja sudah cukup membuat gue senewen. Dan gue gak mau mati muda hanya gara-gara mengejar si pemakan baso urat sebelum menyandang sebagai istri seorang Arkan. Gue menghela napas.
Susah emang naksir cowok dengan pesona tingkat dewa dan selalu dikelilingi para cewek yang naksir padanya. Bahkan cewek jadi-jadian pun ikut menjadi pengejar cintanya Arkan.
Gue harus fokus, fokus dulu! Sekarang waktunya..
Akuntansi biaya.
Gue itu lemah sama angka. Tapi gue jauh lebih lemah jika tiba-tiba Arkan datang dan melamar sambil bawa roti buaya. Cuma khayalan gue masih terlalu jauh buat diraih, jadi hanya bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan saja gue udah seneng setengah mampus. Ya siapa sih yang menyia-nyiakan keindahan yang Tuhan ciptakan?
Mata gue terpaku menyisir ruang kelas. Para mahasiswa sudah menempati tempatnya masing-masing. Termasuk Gupi yang duduk di sebelah gue. Ah, kayaknya gue harus meralat apa yang terbesit di benak. Masih ada manusia yang menyia-nyiakan keagungan Tuhan. Satu manusia yang sangat gue kenal dekat, ia adalah Gupi yang lebih memilih mengagumi dan menikmati manusia 2D daripada Marlino yang nggak kalah cakepnya dari Arkan.
Tapi tetep, buat gue, Arkanlah yang paling tampan. Webtoon terlalu tampan katanya dijadiin film? Itu yang meranin cuma seujung kuku ketampanan Arkan doang (langsung di tampol massanya Ari Irham).
Maklum, gue memang sudah jadi bucin cecunguk arab itu dari jaman MOS gak tau dari jaman kandungan ibu. Kan katanya jodoh kita sudah ditentukan saat kita masih berumur 4 bulan di dalan rahim? Gue rasa, semenjak masih embrio pun gue udah naksir sama jabang bayi yang bernama Arkan itu. Memang luar binasa. Antara sakit jiwa sama waras beda tipis memang. Yang jelas sih dodol kali ya. Siap.
Tak lama kemudian, Pak Ginting masuk ke kelas―masih lengkap dengan kumis tebal seperti biasanya. Namun sialnya, fokus gue bukan pada penjelasan yang diberikan dosen. Otak gue masih bekerja keras untuk mengatasi masalah yang udah gue buat sendiri. Salahkan si Budi laknat yang telah mengompori hati ini menjadi panas. Dan jangan lupakan bagaimana Gupi menambah beban di kepala. Gupi memang sedodol itu.
💋💋💋
“Jadi gimana nih kalian berdua?”
Izza memandang kedua sohib yang duduk di hadapannya. Mendengar hal itu, gue dan Gupi hanya saling adu tatap dengan mulut yang sibuk mengunyah tahu bakso yang diberikan oleh penghuni kamar kos sebelah.
Namanya Mbak Nayya, perempuan karir yang masih belum mendapatkan jodohnya. Dia santai banget orangnya, padahal ibunya udah ngomel-ngomel suruh dia cari pacar. Tapi yah lihat Mbak Nayya sama aja kayak lihat Gupi.
Sama-sama anime lovers 😌
Tidak heran mengapa ia jomblo ya, oke balik lagi ke...Tahu bakso wkwkwk mandom euy rasanya.
Kita langsung kembali ke kos-kosan saat tidak ada mata kuliah lagi. Sengaja untuk berhemat. Karena semakin lama di kampus, ujung-ujungnya kantinlah yang menjadi tempat nongkrong kita. Kalau udah kayak gitu, mustahil jika kita gak pesen apapun terlebih jika aroma bakso, bala-bala, seblak dan para sekutunya sudah menggoda iman dan nurani ini. Dan itu sangat tidak baik untuk dompet kita saat ini yang sudah mulai menjerit minta diisi lembar-lembar kebahagiaan (baca:duid). Belum lagi harus datang ke pesta ulang tahun. Nggak mungkin banget kita bawa badan doang kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Silliness
Humor(On-Going) Sahabat sejati itu yang bisa di ajak gila bareng, tapi kalau mereka gak gila kok...cuma sedikit dodol. Tau gak dodol? bukan, bukan. Bukan makanan manis asal Garut. Tapi suatu penyakit yang gak bakal bisa di obatin, penyakit kedodolan yang...