"Saya mau ngecek kios itu dulu," Ucap Bayu sambil memarkirkan mobil ke arah kios di pinggir jalan sepi.
Ito memutuskan untuk tetap di mobil menemani Nadia, sementara Hendra dan Bayu pergi ke kios. Langit masih cukup terang ketika waktu menunjukkan enam tiga puluh sore. Angin bergerak pelan ke Utara membawa dedaunan kering yang bertumpuk di trotoar.
Masyarakat sekarang tinggal sedikit, umumnya seluruh penduduk Nesia sudah pindah negara puluhan tahun lalu meninggalkan Nesia-sebelum dilakukan kebijakan pemerintah- yang semakin lama wilayahnya terambil oleh bangsa lain. Nesia sekarang hanya mempunyai satu pulau, enam kota besar dan beberapa daerah kecil. Jalanan kota Karta, ibukota Nesia dipenuhi keluarga Presiden yang jumlahnya tujuh belas turunan, dan tahta Presiden akan terus berputar di keluarga itu saja.
Hanya sedikit daerah di kota-kota besar yang menjadi perkumpulan para boikoter antipemerintah. Sebagian besar para boikoter itu menetap di desa-desa kecil di pedalaman kabupaten kecil.
"Cuma ada ini," Ucap Bayu sambil menenteng sebotol air mineral yang sisa setengah, itu juga dengan luar botol yang kotor berdebu.
"Yasudah, mau bagaimana lagi," Tanggap Hendra dan langsung kembali ke mobil.
Sebuah mega tron terpampang di pinggir jalan, menunjukkan seorang host acara berita. Dari percakapan yang Bayu dan Hendra dengar, host itu mengundang Jenderal Bambang, pengganti Jenderal yang mati itu dan membicarakan akan menangkap seluruh rakyat Indonesia yang bukan keluarga pemerintah dan langsung membawa mereka semua ke dalam komplek perumahan yang amat besar di tengah lautan.
Sekarang Nesia hanya punya satu channel teve dan itu TVNS (Televisi Nesia Serikat). Seluruh program dipantau langsung oleh Presiden dan mayoritas staf di sana adalah keluarga Presiden.
Hendra dan Bayu langsung masuk ke dalam mobil dan tancap gas.
"Kita mau ke mana sih Bay?" Teriak Ito dari belakang.
"Gak tau! Mau ke mana emang?" Jawab Bayu.
"Ini aku gimana? Gak ada obat apa?" Protes Nadia. Dirinya baru berbicara setelah empat puluh menit perjalanan.
"Ya bentar, mau ke apotek nih? Tapi isinya sirup kencing tikus sama pil ekstasi. Gimana?" Tanggap Bayu sambil tertawa.
"Gak! Gak! Cariin kain baru aja," Jawab Nadia cepat lalu mendesah kesal.
"Eh lu jangan desah woi!" Protes Ito dan langsung menghadapkan mukanya ke arah lain.
Mobil masih berderu melewati jalan tol yang sepi, tak ada pengawasan padahal seingat Bayu sekitar lima tahun yang lalu tol ini sangat ramai dijaga bahkan di sudut-sudut rest area. Entah apa yang membuat para aparat itu tidak menjaga lagi tol ini.
"Katanya mau lewat jalan desa bang," Ucap Hendra.
"Gak jadi, serem bego malam-malam lewat desa."
"Alah, tahun 2061 masih percaya sama hantu-hantuan. Agama aja tinggal satu, itu juga dari dulu emang udah jadi mayoritas!" Jawab Hendra cepat.
"Ya udah kau gantian nyetir, saya kan mayoritas!" Balas Bayu dengan emosi.
"Ya, ya, ya gak gitulah Bang, sudah lanjut nyetir saja."
Setelah keluar dari tol, mobil berbelok kiri di pertigaan besar, menuju ke sebuah jalan yang diapit semak-semak belukar dengan gunung nun jauh di tengah-tengah mata. Mereka berempat heran bukan main ke mana seluruh warga Tandung, pintu-pintu rumah warga di pinggir jalan tertutup rapat seperti tak ada tanda tanda kehidupan.
Angin meniup rimbunnya pepohonan di pinggir-pinggir jalan, daun-daun kering berjatuhan sementara gerimis masih mengguyur Tandung. Keempat pemuda itu sama-sama terdiam, ada yang menguap, membaca buku koleksi dan mengenang masa lalu.
"Bang Hendra, tolong ambilkan minum," Ucap Ito dari belakang.
"Bang, berhenti dulu," Ucap Hendra kepada Bayu sambil menepuk-nepuk bahu supir itu.
"Nih," Kata Hendra sambil menyerahkan sebotol air mineral yang sisa setengah. "Jangan diabisin Mas," lanjutnya.
Jalanan mulai berkelok dan menuju tempat yang lebih tinggi dengan dataran lebar, kanan kiri jurang dan agak berkabut disebabkan musim hujan yang kembali muncul. Bunyi beburungan terdengar sementara Bayu masih merindukan wewangian jagung bakar dan kacang rebus yang sepertinya sudah absen dari kawasan dataran tinggi seperti ini dari puluhan tahun lalu.
Mobil berhenti di samping sebuah lahan dengan dua bangku yang rusak dan satu pohon besar. Cuaca makin tidak mendukung dengan hujan lebat dan kabut yang hampir menutupi semuanya. "Mending kita berhenti dulu daripada jatuh ke jurang," Perintah Bayu. "Ambil apapun aja deh yang bisa jadi wadah, terus tadahin ini air hujan sebanyak-banyaknya," Lanjut Bayu.
Sudah dari tadi bagian belakang bak mobil dipasangi terpal agar tak kehujanan, nyatanya, terpal banyak yang bolong dan menyebabkan air masuk dan memenuhi bak mobil. Nadia gelagapan menutupi kakinya yang masih luka dengan jaket, ia segera keluar dengan bantuan Ito.
Hendra yang seperti tunanetra karena ditutupi kabut terus mencari di mana tadi letak pohonnya. Selagi mencari, ia terantuk sebuah papan, dan setelah dilihat dengan jelas, namanya
BUKIT ATAS PERDAMAIAN.
Yang Hendra tebak sudah berusia puluhan tahun mengingat sebuah wacana tentang perdamaian antara pemerintah dan masyarakat di tahun 2043 yang berlangsung gagal._________________BAP________________
"LOKASI TARGET TERLACAK."
"BUKIT ATAS PERDAMAIAN."Sebuah tulisan terpatri di gawai Presiden, membuatnya segera memanggil Jenderal yang langsung cepat bertindak.
"BUNUH, SEMUANYA YANG DI JALAN. BERSIH!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNYI #ODOC_TheWWG
Fantasy2061. Kondisi Nesia yang terus menerus ditekan oleh pemerintah yang maha bejat. Semua masyarakat menjadi target buronan dan akan dikirim ke sebuah tempat di tengah lautan. Empat orang pemuda yang selamat tengah diburu oleh pemerintah. Selamatkah mer...