02.

218 47 4
                                    

Interior Amuz Gourmet Restaurant yang bergaya Parisian kontemporer, memberi kesan hangat sekaligus mewah dalam sekelebat pandang. Daun telinganya menangkap lantunan suara merdu Janet Seidel menyanyikan C'est Si Bon, membuat kakinya ingin mengajak si waiter berdansa sembari menyeberangi ruangan. Ia tersenyum geli ketika membayangkan ekspresi si waiter.

Menengadah ke atas, mulutnya ternganga menatap pada langit-langit restoran yang dilukis tangan dengan indahnya. Lukisan itu memperlihatkan gambar desain struktur menara Eiffel oleh Idris Samad – seorang seniman senior Tanah Air – yang dipercantik dengan keberadaan chandelier yang tergantung di tengah ruangan. Pendarnya yang hangat menerangi seluruh interior yang tertata rapih menggunakan furniture berkualitas.

Dipandangnya satu sisi dinding dimana terpasang jendela tinggi berbingkai besar, sambil jemarinya dengan antusias menelusuri detail unik khas Perancis yang terukir pada tiang-tiang dinding yang mereka lewati.

Masuk lebih jauh, manik mata Katarina membesar. Kakinya dengan segera membawa diri meninggalkan si waiter yang masih berjalan lurus, ia merasa perlu melihat dari dekat wine room transparan yang berdiri di depannya. Sesampainya di sana, pandangannya menelusuri dengan seksama puluhan koleksi wine istimewa dari berbagai tahun produksi yang tertata apik dalam wine cellar yang sudah disetel temperaturnya.

"Setiap bulan, kami menyelenggarakan wine dinner, Ma'am. Jadi pengunjung akan mendapat wine pairing dari wine brand terkemuka dalam koleksi kami untuk menemani menu makan malam mereka." Mulut Katarina hanya membentuk huruf 'O' tanpa ada kata yang terucap. "Bisa kita lanjutkan lagi ke dalam?"

"Ya, tentu. Maafkan saya sudah menunda." Waiter itu kembali tersenyum dan melanjutkan perjalanan menuju ke salah satu meja di sudut ruangan yang temaram, disamping sebuah jendela besar yang memperlihatkan cuaca bulan Februari yang muram dan lalu lintas yang mulai padat di setiap persimpangan jalan. Dengan cekatan, pelayan itu menarik kursi kayu berlapis kain pucat yang tampak nyaman dan mempersilahkannya duduk.

"Mau pesan apa, Ma'am?"

"Bukankah restoran ini baru buka jam 18.00? Sekarang baru jam 16.35." Katarina memandang waiter itu dengan heran.

"Saya diberitahukan sebelumnya, untuk tamu PT. SES semuanya adalah pengecualian, Ma'am." Alis Katarina terangkat sebelah terkesima akan jawaban si waiter. Pasti orang penting yang akan ditemuinya malam ini, pikirnya.

"Hmm ... baiklah," Katarina tidak segan membuka halaman menu di depannya yang bersampul kulit. "Peppermint tea by Twining kalau begitu." Ia haus dan memerlukan kehangatan. Waiter menyebut kembali pesanannya dan segera berlalu.

Sambil menunggu, Katarina mengeluarkan buku company profile perusahaannya dan mulai menghafalnya lagi untuk menguatkan profesionalitasnya sebagai wakil dari perusahaan, demi suksesnya kerjasama kedua perusahaan. Ia berharap siapapun yang akan ditemuinya nanti akan terkesan dengannya.

Katarina telah membaca habis buku di depannya yang hanya terdiri dari belasan lembar dokumentasi mengenai sepak terjang PT. Rajawali Bangun Perkasa ketika telepon genggamnya bergetar dan mengalihkan perhatiannya. Hadi? Jarinya segera menswipe layar telepon dan menjawab.

"Hallo, Di. Apa kabar?" Senyum sumringah otomatis terbentuk di bibirnya ketika menjawab telepon dari sahabatnya.

"Seperti biasa, baik. Bagaimana kabar lo, Kat? Eh, lagi dimana nih? Sibuk ga?"

"Gak sibuk, Di. Lagi nunggu client nich, janjian jam 7 malam tapi gue datang kepagian ... takut macet. Ada apa? Tumben nelepon, kan lo dah somse sama gue, gak pernah kontak-kontak lagi abis merid," sindir Katarina.

Tawa Hadi yang merdu terdengar di ujung sambungan, "Bukan gitu, Kat. Hmm ... istri gue cemburu sama lo. Tapi ada yang penting nih Kat, yang mau gue omongin sama lo."

"Ah, bisa aja lo, Di. Kalau somse gak usah bawa istri segala deh, gue jadi gak enak hati nih," Katarina tertawa menggoda Hadi, mereka memang sedekat itu. Hadi sudah menjadi sahabatnya di SMA dan teman kuliah satu jurusan dengannya, sehingga hubungannya dengan Hadi terjalin lebih lama dan lebih erat daripada dengan sahabat-sahabatnya yang lain. "Memang ada apa yang penting banget sampe lo telepon gue?"

"Lo sibuk gak tapinya?"

"Udah dibilang kagak. Cepetan deh, bikin penasaran aja."

"Kat ... Lo tau gak kalau Josh udah balik ke Indo?"

Hening.

THROWBACK THURSDAY  [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang