Sore itu angin berhembus dengan cukup kencang, menerbangkan puluhan dedaunan kering yang telah berjatuhan. Gerimis yang telah berlangsung sejak siang tak kunjung mereda, awan gelap itu juga masih menghiasi langit. Suasana begitu suram.
Belakang flat yang nampak penuh dengan perkakas tak terpakai kini nampaknya telah mendapatkan teman baru, para dedauan kering yang banyak berjatuhan, juga beberapa sampah plastik yang berterbangan dan mendarat di sana.
Dari dalam dapur Haechan nampak gemas sendiri melihat pemandangan itu, gemas ingin membereskan juga membersihkan tempat yang nampak begitu berantakan itu.
Menatanya dengan rapi, membuang barang yang terpakai itu, lalu menggantinya dengan beberapa pot bunga. Itu akan nampak jauh lebih indah jika dilihat. Teras belakang akan menampilkan pemandangan yang lebih hidup juga.
Bukan malah seperti yang dilihatnya ini. Nampak begitu suram, juga mengerikan, apalagi jika malam sudah menjelang, benar-benar menampilkan nuansa rumah horror yang biasa ditemuinya di film-film di biskop.
"Apa yang kau lihat."
Sebuah suara datang menyapa indera pendengarannya, disusul dengan bau asap rokok yang kini juga datang menggelitik hidungnya.
Haechan menoleh, mendapati Mark sedang membuang puntung rokoknya sebelum membuka lemari pendinginnya untuk mengambil sekaleng soda. Ia memperhatikan penampilan sosok sang senior tersebut dengan mata yang hampir tak berkedip.
Kaos tanpa lengan, celana jeans sobek-sobek, tubuh penuh keringat, rambut begitu berantakan, dan jangan lupakan tulang selangkanya yang begitu menonjol itu.
Penampilan Mark kali ini seratus persen tampilan khas ala anak bandel yang sering dijumpainya di tv-tv. Dan Haechan tidak menyangka jika dirinya akan bisa mendapati satu yang begini secara langsung.
"Ha?" Haechan membuka mulutnya, menatapkan matanya dengan terkejut kepada Mark yang secara tak disadarinya tengah melangkah menuju ke arahnya. Menghampiri dirinya.
Merasa kaget, sekaligus terancam, secara naluriah ia melangkah mundur.
"Aku bertanya padamu, lalu kenapa kau malah menatap lekat ke arahku. Sedang mencari celah jelek di atas sempurnanya rupa tampan ini?" Mark berkata narsis. Menenggak sodanya dengan santai sebelum pada akhirnya membuang kaleng soda yang telah habis isinya itu ke dalam tong sampah, yang kebetulan ada di sebelah Haechan.
Mendengar kalimat itu rasanya ingin sekali Haechan mengeluarkan suara dengusannya dengan kencang. Tapi hal itu ia urungkan, karena dirinya sadar jika perilaku itu tidaklah sopan sama sekali. Terlebih Mark adalah seniornya, sosok yang lebih tua.
"A-aa!!" Haechan memekik terkejut kala merasakan ada sebuah benda lunak-basah juga hangat menyapa permukaan dingin pipi kirinya.
Sejak tadi melamun membuatnya tidak sadar jika sang senior sudah berada tepat di depannya. Saling berhadapan dengannya, dengan jarak wajah yang mungkin sudah tak berjarak lagi, sebab sosok itu telah menjulurkan lidahnya untuk menjilat permukaan pipi kirinya. Sementara pipi kanannya yang lain sudah tertangkup oleh telapak tangan kasar berpermukaan lebar itu.
Wajahnya mendongak.
"Ku-kumohon hentikan." Berkata dengan terbata sebab dirinya sedang gugup.
Bagaimana tak gugup jika berada di posisinya kali ini. Wajahnya dieksplorasi oleh sosok yang sungguh demi Tuhan, sampai sekarang masih ditakutinya.
Mark itu preman sekolah, dia menyeramkan, tentu saja ia takut pada sosok itu.
"Aku akan berhenti. Dan sebagai imbalannya, tak akan kuizinkan kau untuk pulang." Mark berucap santai dengan masih sibuk mengusili wajah milik Haechan, sesekali sebuah gigitan kecil bahkan juga dirinya daratkan pada kedua pipi gembil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DONT LET ME FALL
FanficMembiarkan diri sendiri jatuh hanya untuk orang lain? Itu tak akan terjadi. Namun jika dihadapkan pada realita, jika itu dihadapkan pada dirimu, harus diakui jika itu memang terasa sukar untuk dihindari. Terkadang aku harus sadar jika kau agak mena...