5

9 2 0
                                    

Orang orang mulai sadar akan kehadiaran ku, tentu saja aku panik. Mundur adalah cara paling tepat saat itu. Jadi aku hanya memutuskan untuk mengikuti instingku.

Cepat cepat aku mundur dan kabur dari sana. Tepat saja perkiraan ku, baru saja aku melangkah kabur dari gedung, beribu pasukan baru saja sampai dengan peralatan lengkap mereka. Kalau tadi aku telat beberapa menit saja aku akan dikepung oleh para "polisi" itu.

Tentus saja mereka melihatku dan sudah jelas mereka pasti langsung mengejarku. Terdengar begitu banyak suara tembakan dan teriakan perintah di belakang sana. Mereka berteriak dengan bahasa yang ku mengerti dan aku sendiri juga tidak tahu harus lari kemana.

Pengejaran di mulai. Mereka di belakang dan semua warga sipil memberi jalan tanpa peduli. Tampaknya mereka memang bukan manusia. Terlihat panik saja tidak.

Aku berlari hingga masuk ke jalanan jalanan sempit. Berlari sambil berdoa semoga pengejar itu tidak dapat menjangkau ku. Suara teriakan tak ku mengerti mereka masih menggema dari belakang.

Aku terus berlari hingga ada jalan buntu disana. Bukan, bukan buntu karna dinding gedung yang menghalangi tapi sebuah pintu besi berat dan berlapis dengan jeruji yang menghalangi.

Mereka mendekat dengan senapan aneh di tangan mereka. Benda itu mengeluarkan desingan ringan yang mengiri cahaya merah yang makin terang di moncongnya mengarah padaku.

Tentu aku panik, aku tidak punya apapun untuk melawan. Tak ada apapun juga disini. Salah satu dari mereka meneriakan sesuatu padaku aku tidak mengerti apa itu tapi aksesoris telinga yang ku menyala dan mengeluarkan bunyi. Seperti alat penerjemah instan yang membuatku tiba tiba mengerti ucapan mereka. Tapi tidak semuanya. Hanya beberapa. Sepertinya sinyalnya buruk atau sebagainya.

Mereka meminta ku berhenti sepertinya tapi aku tak bisa membalas, dan malah membuatku makin terpojok dengan senapan dan kata kata yang sedikit terdengar mengancam.

Katakan aku beruntung. Kaki kanan ku menyenggol sesuatu. Ada sebuah celah disana. Aku menempelkan tubuhku ke pintu agar dapat mengetahui setinggi apa lubang itu.

Setinggi paha. Aku bisa masuk.

Aku segera merunduk dan masuk ke celah itu. Seperti dugaan, aku muat. Namun aku terkejut saat sadar tenyata itu semacam lorong panjang yang berlanjut entah hingga kemana.

Sempat ku lihat ketika pemimpin pengejar tadi menanhan anak buahnya untuk mengikutiku. Aku tak yakin mengapa, tapi nyawaku lebih penting sekarang. Cepat atau lambat mereka akan menyusul aku memilih tetap kabur dan selamat dari pada harus tertangkap. Bagaimnapun aku harus bertahan hidup disini dan menemukan jalan kembali.

Gelap, kering, tak ada bau. Hanya itu yang bisa kugambarkan memgenai lorong ini. Ini hanya semacam lorong panjang satu arah, tidak ada pengecoh dan suasana mencekam selain akan dikejar disini.

Hanya merangkak dan merangkak mengikuti jalan yang bisa ku lakukan sekarang. Entah sudah berapa jauh dan lama aku merangkak, aku masih belum ada ujung atau hal lain yang kutemukan.

Aku rasa ini sudah sangat jauh dari celah masuk tadi, barulah tangan kanan ku terperosok saat merangkak ke depan. Tidak jauh kebawah, perlahan aku bisa merasakan alas disana. Aku mulai merayap keluar berharap itu akhir dari lorong.

Sebuah ruang gelap yang jauh lebih besar menyambutku. Tapi aku tak bisa senang. Ruangan ini sama gelapnya dengan lorong tadi. Tapi ada satu titik cahaya redup di ujung sana aku mencoba mendekat tapi itu lebih jauh dari yang lukira.

Setelah beberapa langkah berjalan ternyata titik itu berasal dari pintu atau bisa kusebut gerbang bobrok usang yang berantakan. Aku mencoba masuk melewati gerbang itu tapi ternyata tidak mudah. Gerbang ini menempel pada sebuah batu cadas. Untuk masuk kesana, aku harus memasukan info privasiku ke sebuah panel hitam mengambang disana.

G.

Terlalu mencurigakan. Tapi rupanya ada jalan lain. Ada celah koyak yang cukup teelihat tajam disana. Dan tragisnya celah itu koyak dibagian ujung bawah gerbang yang berarti ada latar batu cadas disana.

Aku mencoba mencari jalan lain tentu, sepanik apapun manusia pasti akan mencari jalan ter aman saat kabur bagaimanapun caranya.

Aku sudah mencoba mendorong gerbang jelek ini sekuat tenaga, tapi apapun yang ku lakukan pintu jelek ini tidak bereaksi apapun.Aku mencoba mengangkat seonggok puing untuk memukul gerbang ini. Tapi tetap. Besi besar itu tak bergerak seinci pun. Hanya ada 2 cara ternyata. Masukan data pribadiku atau menggores tubuh ku. Keduanya sama buruk.

Tapi saat aku hampir menyerah hal mwnakutkan terjadi. Suara dari lorong itu terdengar. Seorang merangkak dari arah yang sama saat aku datang. Dia datang ke sini.

Suara itu terdengar semaking dekat dan dekat. Diikuti dengan cahaya tosca yang familiar. Cahaya yang sama yang sama dengan seragam bercahaya milik para polisi tadi.

Baiklah. Selamat tinggal cara aman. Aku berlari menuju celah tadi lantas memposisikan diriku untuk lewat dengan berusaha agar tidak mengoyak kulit dan baju ini. Usaha nihil lekukan-lekukan tajam itu tetap menyayat kulit ku. Aku meringis tertahan saat ku lihat seorang dari pengejar itu keluar dari sana sambil berteriak padaku agar tidak masuk kesana. Tentu aku abaikan.

Baru saja tubuhku keluar dari rongga sempit itu aku langsung di sambut dengan jurang pendek yang cukup terjal dan tentu saja aku jatuh.

Suara bedebam tubuh ku terdengar begitu kencang, tapi mataku malah terfokus untuk mencari jalan. Dengan tubuh yang masih terasa agak sakit ini, ku paksakan kakiku untuk melangkah pergi. Takut-takut pengejar itu menghabisiku ketika bertemu.

Benar saja baru beberapa langkah aku bangkit dan pergi, tak lama terdengar lagi suara teriakan peritah familiar yang diikuti suara benda merosot di tanah dari arah belakang. Tentu saj aku makin panik karena itu. Jadi aku lngsung saja melarikan diri mencari area ramai intuk berbaur.

Aku menemukan semacam toko-toko yang entah menjual apa di sana beberapa hal disana. Tempat ini sepert pasar gelap yang menjual barang-barang aneh atau dilarang yang tidak sembarang orang boleh masuk. Aku tetap melihat si robot profil disini. Mereka mondar mandir dan dengan profil nama samaran diman mana.

Suasan mencekam semakin menjadi semakin aku mengikuti lalu lalang orang. Hal yang berbeda dari negri sebelumya cuma, orang-orang ini tidak begitu sibuk seperti di tempat sebelumya. Pakaian mereka juga terasa lebih kelam dengan jubah2 dan topeng-topeng aneh itu.

Semakin ke dalam barang yang dijual semakin aneh. Makin lah makin menyeramkan. Hingga aku terkejut begitu melihat sebuah video yang di putar. Di sana ada sebuah penyiksaan, ada seseorang yang disiksa dengan kejam disana. Banyak robot robot menonton disana dengan gambar koin yang nominalnya makin bertamabah di ikuti sebuah komentar.

Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan dengan gambar koin itu tapi itu jelas menakutiku. Tak ada rasa kemanusiaaan di dalam video itu. Cepat cepat aku memutar badan ku dan mencari jalan keluar karna tidak tahan drngan jijiknya hal yang ku tonton itu.

Aku melangkah tanpa arah berusaha mencari jalan atau tempat untuk sembunyi. Berharap bisa setidaknya dapat sedikit informasi dimana aku sekarang. Ayolah, aku hanya terbangun beberapa jam yang lalu tanpa tahu dimana aku. Aku ingat sebelumnya aku hanya mencoba komputer baru ku dan bangga karnanya, lalu tiba tiba saja begini.

Biarlah. Namum memang perkara aku sial sepertinya, jadi baru saja aku menyesali semua ini dan tiba tiba saja aku mendengar langkah cepat seseorang di belakang ku dengan teriakan berhenti itu lagi.

Namun baru saja aku menggerakan kepalaku untu mengecek keadaan dan seorang dari pengejar itu datang dan menangkap ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GLICH: Techno CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang