2. Cahaya sang Mentari

17 7 3
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Barangsiapa yang selalu mengerjakan shalat Dhuha niscaya akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Tirmidzi)

🍁🍁🍁

Seseorang itu menepuk pundaknya, seraya membisikan sesuatu, "oh ya, aku Afia Khazanah, senang berkenalan denganmu."

Mendengar hal itu, Nia mendongak menatap Afia dengan heran. "Kenapa kamu duduk di sini?" tanyanya.

Afia kebingungan dengan pertanyaannya. "Kenapa? Apa ada yang salah?" tanyanya balik.

Nia dibuat geram olehnya. "Sudahlah lupakan!" tegasnya.

Ia kembali tidur dan tidak memedulikan Afia.

"Iya. Baiklah." Afia mengambil mushaf Al Quran, membukanya di surah Ar-Rahman. Iapun mulai membacanya dengan tartillah.

بسم الله الرحمن الرحيم

اَلرَّحْمٰنُ ۙ 

"(Allah) Yang Maha Pengasih,"

عَلَّمَ الْقُرْاٰنَ ۗ 

"Yang telah mengajarkan
Al-Qur'an."

عَلَّمَهُ الْبَيَانَ

"Mengajarnya pandai berbicara."

Suara lantunan Al Quran itu, menyebabkan ia memperhatikan Afia secara intens. Setiap ayat yang ia baca, Nia mencoba meresapi. "Aku ingin menanyakan sesuatu padanya," batinnya.

"A-Afia ...."

Tet-tet

Bel tanda pelajaran pertama sudah berbunyi, yang membuat Nia mengurungkan niat untuk bertanya.

Nia menggerutu kesal. " Gara-gara lo ya," ancamnya sambil menggepal salah satu tangan.

Afia melihat kepalan tangannya dan bertanya, "Ada sesuatu yang membuatmu kesal, Nia?"

Mendengar pertanyaan itu, Nia hanya tersenyum kecil. "Ah tidak ada," balasnya, "Aku akan menanyakannya nanti," lanjutnya dalam hati.

Jam pelajaran pertama berjalan lancar. Begitupun seterusnya, hingga pada jam istirahat. Semua siswa-siswi mempunyai tujuan yang sama, yaitu kantin. Berbeda dengan Nia, ia hanya berdiam diri di kelas.

"Nia, ikut aku yuk," ajak Afia.

"Ke mana?"

"Hmm ... ke mushola."

Nia tertegun. "Ke mushola?"

Melihat Nia tidak menjawab pertanyaannya, ia menepuk bahu Nia.

"Ayo."

Tak ambil pusing, iapun memegang tangan Nia dan menariknya menuju ke mushola.

"Hey, tu-tunggu."

Ia tidak peduli akan ucapan Nia, yang terpenting sampai ke tujuannya dulu. Baru ia ladeni.

"Nah, sudah sampai. Kamu mau salat dhuha juga?"

"Dhuha?"

"Iya."

Dari Nol sampai SeratusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang