Kak Amira

18 2 0
                                    

Waktu itu sekitar pukul 3 pagi aku baru saja tidur dan dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang sangat keras.

"Dek.... dek... bangun dekkkk..."

Mbok memanggil ku dari arah balik pintu dengan keras, mendengar suara itu aku terkejut dan langsung membuka mata sambil melihat ke arah jarum jam di dinding yang menunjukan masih pukul 3 pagi.

Tidak terlintas difikiranku sama sekali tentang sesuatu akan terjadi di pagi yang larut itu. Aku langsung membuka pintu kamarku. "

"Mbok lis, kenapa ? Masih gelap gini dibanguni? adek baru saja tertidur karna baru selesai menyiapkan tugas kampus"

ku lihat wajah mbok yang pucat dan bibirnya sangat kering dengan gerakan tubuhnya yang terlihat sangat cemas.

"Anuu dek..." mbok semakin tidak karuan.

"Anu kenapa mbok?" Tanya ku bingung tanpa memikirkan keadaan apapun

"si kakak dan mas bayu barusan kecelakaan sepulang dari kota dingin tadi dek, mas bayu meninggal dunia dan keadaan kak amira kritis diruang ICU, sekarang mereka semua di RS CUT MUTIA".

Aku sangat terkejut mendengar kabar ini, tidak perduli pakaian apa yang sedang ku kenakan hanya menggunakan piyama aku langsung mengambil kunci mobilku dan turun kebawah untuk pergi menyusul keluargaku di rumah sakit.

•••

Sesampainya dirumah sakit, aku bergegas menuju ruang ICU. Dari kejauhan aku melihat bunda menangis histeris di pelukan ayah, beberapa orang yang tidak ku kenal mulai mendekati bunda dan menyaksikan bunda menangis dengan histeris, ku lihat beberapa perawat dan dokter masuk keruang ICU.

Tante ku mencoba menenangkan bunda sambil mengelus dadanya mengatakan sabar, 2 keponakanku berlari ke arah ku dan memelukku

"Tante..."

aku hanya membalas dengan senyuman tipis sambil mengelus rambut 2 keponakan kembar ku. Mereka adalah anak dari kak amira dan mas bayu.

"Tante... kata mama kisha dan shila akan tinggal dirumah oma, kata mama selamanya karna mama dan papa akan pergi"
aku masih belum paham dengan perkataannya.

Aku terus berjalan menemui dan langsung memeluk bunda yang masih menangis histeris.

"Bunda, sebentar lagi kak amira juga sembuh kok, bunda tenang saja"

Mendengar perkataan ku tante dan om radin bahkan ayah ikut menangis dan mengelus kepalaku. Aku masih tidak mengerti.

Tiba-tiba dokter bersama beberapa perawat keluar dari ruangan ICU sambil mendorong sebuah tempat tidur dengan pasien yang ditutupi kain putih dari muka hingga kaki. Aku masih mengabaikannya. Tiba-tiba salah satu perawat menghampiri keluarga ku.

"Mohon maaf, salah satu keluarga dari jenazah atas nama Amira Dea harap menemui dokter".

Lalu ku lihat om radin pergi mengikuti perawat tersebut. Aku terdiam tubuhku bergetar, air mata ku turun dengan sendirinya.

"Kak mira..." ucapku lirih, ayah langsung memelukku. Aku tidak bisa bergerak bahkan angin yang dingin pun tidak dapat kurasakan saat itu.

"Dek... bunda coba kasih kakak minum, tadi kakak siuman tapi sebentar, terus katanya kakak haus, bunda kasi tegukan air, lalu kakak sudah tiada, kakak meninggal ditangan bunda dek"

Bunda merasa sangat kehilangan, kak amira adalah sosok yang paling dekat dengan bunda jika dibanding aku, aku lebih manja dan dekat kepada ayah. Bunda terlihat sangat menyesal setelah meneguk kak mira segelas air.

"Bun, kak amira bukan meninggal ditangan bunda, Allah yang menentukan hidup dan mati manusia bun, bunda istighfar bun... kak amira dan mas bayu meninggal karena sudah azalnya bun".

•••

Seminggu sudah kepergian kak amira, bunda masih belum ingin keluar dari kamar tidurnya, sesekali suara tangis terdengar dari dalam kamar bunda.

"Bun... bun... adek boleh masukkan?"

Bunda tidak menjawab namun aku tetap membuka pintu dan masuk kekamarnya sambil membawa nasi dan segelas air putih.

"Bun, makan dulu yuuk... nnti bunda sakit"

Bunda tidak menjawab bahkan melirik kearahku pun tidak, tatapannya yang kosong membuat aku sangat sedih.

"Bun... adek suap ya?" tanganku bergetar air mata terjatuh melihat keadaan bunda saat ini yang sangat terpuruk.

"Amira maafin bunda nak"

Mendengar perkataan bunda aku langsung menangis dan langsung memeluknya.

"Bunda... bunda gak salah bun, semua kehendak Allah..."

Bunda tetap dengan penyesalannya. Apa yang harus aku lakukan?

•••

Keesokan harinya bunda tetap tidak mau keluar kamar, berbicara dan makan. Sebelum pergi kuliah ku sempatkan diri menemui bunda.

"Bunda... jangan sedih lagi, disini ada adek,ayah,mbok lis,tante dara dan om radin, kita semua sayang bunda"

Tiba-tiba bunda memalingkan wajahnya dan tersenyum, hatiku sedikit lega melihat senyum tipis bunda, aku memeluk dan mencium bunda lalu pamit untuk berangkat kuliah.

Sulit MemafkanWhere stories live. Discover now