Mauve

1.9K 217 7
                                    

Dua hal paling bodoh yang Hyesung lakukan minggu ini adalah menolong pemuda itu dan meninggalkan kartu ujiannya di kamarnya.

"Song Hyesung, mintalah kartu pengganti pada administrasi."

Hyesung mengangguk cepat dan langsung berlari ke luar kelas.

Satu mata kuliah merah, berarti nilainya tak akan sempurna tahun ini.

Setibanya di ruang administrasi, Hyesung langsung meminta kartu pengganti dengan sopan.

"Oke, tunggu sebentar."

Wanita yang melayani Hyesung kemudian mengetikkan sesuatu di komputernya. Sambil menunggu, Hyesung menarik-narik sweaternya dengan resah.

Bagaimana kau bisa sebodoh itu Hyesung, batinnya yang semakin resah.

Wanita itu kemudian berdiri kembali dan memberi Hyesung sebuah kertas kecil.

"Kartu pengganti ini hanya akan berlaku untuk hari ini saja, bila kau tak kembali membawa kartumu esok, kau akan dikenakan denda."

Hyesung mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasih, lalu ke luar dari ruangan tersebut dan berlari sepanjang perjalanannya menuju ke kelasnya kembali.

Akhirnya, dengan sisa waktu yang ia miliki, Hyesung berhasil mengerjakan semua soal tersebut. Walaupun tak yakin dengan beberapa jawaban, tetapi memang mata kuliahnya yang satu ini tidak sulit baginya.

"Hyesung jangan lupa untuk membawa kartu ujianmu yang asli esok hari," ucap dosen berambut panjng yang selalu mengenakan lipstik warna pink gelap.

Hyesung menanggukkan kepala, kemudian ia berjalan ke luar ruangan dengan merutuki dirinya sendiri.

Sangat ceroboh Song Hyesung, batinnya memaki dirinya sendiri.

Saat sedang menuju ke lokernya untuk menaruh beberapa buku tebal, ponselnya bergetar dari dalam saku celana.

Hyesung mengangkat ponselnya sejajar dengan wajahnya, kemudian melihat nama yang tertera.

"Mengapa kau bisa menelponku menggunakan nomor ini?" tanya Hyesung langsung tanpa menyapa pemuda itu terlebih dahulu.

Pemuda yang berada di seberang sana terkekeh pelan, "Aku di bandara, jemput aku sekarang."

"Aku ada ke—"

Sambungan telpon itu terputus secara sepihak.

Sebenarnya, di dunia ini ada dua hal yang Hyesung benci.

Pertama kucing, karena ia alergi terhadap kucing. Dan yang kedua adalah sahabat kecilnya yang bernama Jeon Jungkook.

"Dasar anak manja, ia kan punya supir sendiri," gerutu Hyesung sambil berbalik arah menuju ke luar kampus.

Ya. Hyesung lebih memilih untuk menjemput pemuda itu di bandara ketimbang mengikuti kelas yang akan berlangsung duapuluh menit lagi.

Karena sampai kapanpun, Hyesung akan selalu ada untuk Jungkook walaupun ia tidak yakin itu berlaku sebaliknya.

—Two Truths and a Lie—

"Kau itu sedang mengerjaiku atau apa?!" tanya Hyesung dengan nada tinggi saat panggilan telponnya akhirnya diangkat.

Hyesung sudah menunggu di bandara sejak satu setengah jam yang lalu, tetapi batang hidung pemuda itu tak kunjung terlihat.

"Hei, seharusnya aku yang emosi di sini."

"Kau bercanda, Jeon Jungkook. Jangan sampai hari ini menjadi hari kiamatmu," ucap Hyesung yang sudah mulai naik darah.

"Aku ada di terminal penerbangan domestik."

"Apa?" tanya Hyesung kebinggungan.

"Aku transit terlebih dahulu. Bisakah kau lebih cepat sedikit? Aku butuh istirahat."

Kemudian, Jungkook langsung mematikan panggilan tersebut.

"Dasar orang egois!" seru Hyesung pada ponselnya.

Hyesung kemudian dengan cepat bergegas menuju ke terminal penerbangan domestik.

Setelah tiba di sana, ia dapat menemukan Jungkook dengan cepat karena pakaian serba hitamnya hari itu.

"Hei orang menyebalkan."

Jungkook mengadahkan kepalanya ke atas, menatap Hyesung dengan heran.

"Mengapa kau menatapku seperti itu orang aneh."

"Kau menggunakan skincare?"

Hyesung memukul kepala Jungkook, "Aku tahu aku jelek, tetapi tak usah berlebihan seperti itu."

"Siapa yang berkata kau jelek?" tanya Jungkook sambil mengusap kepalanya.

Hyesung menunjuk Jungkook dengan jari telunjuknya, "Kau."

Jungkook membuka mulutnya hendak membalas perkataan Hyesung barusan.

"Aku benar-benar lelah Hyesung, apakah kita bisa secepatnya ke apartemenmu?"

"Kau bercanda?"

Jungkook menggeleng. "Aku tak ingin pulang ke rumah dahulu. Perlu persiapan mental, kau tahu kan?"

Hyesung tahu bahwa hubungan antara Jungkook dan ayahnya memang merenggang sejak beberapa tahun lalu.

"Kau kan bisa pergi ke hotel kalau begitu."

"Dan menggunakan kartu kreditku? Tidak, terima kasih."

Hyesung menjadi curiga akan Jungkook yang pulang ke Korea secara mendadak dan tak ingin pulang ke rumahnya.

Terlebih lagi, Jungkook itu orang yang suka menggunakan kartu kredit miliknya.

Ralat. Milik ayahnya.

"Ada masalah?"

Jungkook mengangguk. "Maka itu, biarkan aku istirahat terlebih dahulu, oke?"

Hyesung mengangguk.

Jungkook bangun dari tempat duduknya dan menarik dua koper miliknya bersmaaan. Melihat Jungkook yang kesusahan kemudian Hyesung membantu Jungkook membawa salah satu kopernya.

"Kau ingin pergi melayat atau apa?" canda Hyesung saat mereka mulai berjalan ke antrian taksi saat kembali melihat pakaian Jungkook berwarna serba hitam.

Jungkook mengangguk.

"Benar-benar ada yang meninggal?" Hyesung membulatkan matanya.

"Maaf," ucap Hyesung dengan tak enak hati karena ia malah mengejek Jungkook tadinya.

"Siapa?"

Jungkook membuang napas kasar.

"Aku bila aku pulang ke rumah."

Mereka sudah tiba di antrian taksi dan berada di baris ketiga.

Hyesung dengan cepat menghentikan langkahnya dan mengerutkan dahinya sambil menatap Jungkook dengan aneh.

"Kau? Kenapa?"

Jungkook menghembuskan napas berat sebelum menjawab kembali pertanyaan Hyesung.

"Aku di dropout dari universitas."


Thank you for reading this story
—Berryl

TWO TRUTHS AND A LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang