Mobil sedan itu melaju dengan kecepatan sedang. Di bangku belakang kemudi terlihat seorang gadis duduk merunduk melihat album foto yang di pangkunya, kesedihan pun memuncak. Hingga matanya tak kuat membendung tangis kerinduan pada ayahnya.
Sudah 1 bulan berlalu sejak sang ayah meninggal dunia. Duka yang mendalam menyelimuti keluarga sang gadis. Dan sekarang mereka akan menuju rumah peninggalan ayahnya. Di sepanjang perjalanan, rumah-rumah penduduk sudah jarang terlihat, pemandangan gedung-gedung berubah menjadi hutan pinus. Laju mobil sedan menerobos rimbunya pepohonan, di penghujung hutan tampak bentangan sawah menguning yang diterpa sinar matahari yang terik.
Sudah sangat lama sejak terakhir kali mereka berkunjung di rumah ini, rumah yang sederhana dan nyaman untuk ditinggali. halaman depannya ditumbuhi bunga sepatu membentuk pagar tanaman. Semua terlihat asri, karena Mang Asep telah menjaga dan merawat tanaman di rumah ini.
Saat membuka pintu, semua perabotan tertutup kain putih, debu dan sarang laba-laba menghiasi lantai dan dinding rumah. Mang Asep memang tidak diberi wewenang untuk membersihkan bagian dalam rumah, karena kunci rumah hanya dipegang oleh almarhum ayah sang gadis dan istrinya.
"vani mama minta tolong carikan sapu di belakang ya.."
" iya ma.."
Vani pun bergegas mencari sapu, dan saat itu, vani melihat neneknya berada di dalam kamar sedang membaca sesuatu. Ia pun menghampiri sang nenek "apa itu nek?"
"nenek menemukannya saat membersihkan laci meja ini" sambil menunjuk meja yang ada di depannya.
Sebuah novel berjudul KATEKTISE yang berada di tangan nenek menarik perhatian Vani untuk membacanya.
"Apakah aku boleh membacanya, nek?"
"Tak apa, lagi pula ini milik almarhum ayahmu"
"baiklah nek, terima kasih"
Setelah itu ia pergi ke ruang tamu memeberikan sapu. Vani sempat meletakan novel itu kedalam ranselnya dan segera membantu membersihkan rumah. Bersih-besih berlansung cukup melelahkan.
Dari dapur terdengan suara teko berbunyi nyaring, tada air di dalamnya sudah mendidih, mama yang berada di sana menuangkan air mendidih itu ke dalam poci yang sudah berisikan teh dan gula.
Kami menikmati teh hangat itu di teras depan rumah, sambil menikmati suasana di luar yang sejuk, ditambah melihat indahnya matahari saat senja. Vani akhirnya berpamitan untuk membersikan diri karena badannya yang lengket akibat keringan saat bersih-bersih tadi.
Setelah itu vani melihat HP-nya dan teringat kejadian enam hari yang lalu dimana salah seorang temanya menghilang saat di hutan lindung.
Enam hari yang lalu
Waktu telah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Dering alarm yang nyaring membuat seorang gadis terbangun dari tidurnya.
Gadis itu bergegas bangun, dan mengecek keperluan yang sudah ia siapkan tadi malam. Setelah dirasa lengkap, ia pun menuju ke kamar mandi.
"Vani... Cepat turun, sarapannya sudah mama siapkan,"
"Iya, maa..."
Vania pun segera sarapan karena waktu menunjukkan pukul setengah enam.
Ia harus bergegas karena takut terlambat mengikuti acara perpisahan sekolah. Sesampainya di sekolah, ia langsung berlari ke arah teman-temannya untuk absensi kehadiran. Mereka dihimbau untuk masuk ke dalam bis, karena sudah saatnya mereka berangkat, demi menghindari kemacetan di jalan nanti.
Dalam perjalanan Vani berbincang-bincang dengan sahabatnya yaitu Rika, mereka berbicara cukup lama hingga keduanya tidur pulas. Perjalanan terus berlanjut hingga pukul dua belas siang, mereka akhirnya sampai ke tempat tujuan. Ya, itu hutan lindung.
Selaku wali kelas, Bu Rina mengarahkan murid-muridnya ke tempat mendirikan tenda. Vani dan kawan-kawannya berkumpul di tengah lapangan untuk menyimak peraturan dan larangan saat berada di hutan lindung ini.
Para murid berhamburan dari lapangan, tak banyak murid yang seperti Vani dan Rika, mereka berdua langsung menuju ke tenda. Karena dari tadi Rika mengeluh perutnya minta di isi.
Vani melihat Rika makan dengan lahap sedang menahan tawa melihat ekspresi sahabatnya itu "seperti tidak pernah makan saja" batinnya dalam hati.
Tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri mereka, ternyata dia salah satu petugas hutan lindung ini dia berpesan agar pada saat malam hari tidak keluar dari tenda. Vani dan Rika pun menyanggupi pesan dari petugas itu.
Rika memandangi sosok laki-laki tadi, ia masih penasaran kenapa para siswa dihimbau agar tidak berpergian atau keluar tenda saat malam hari. "Bagaimana jika ingin buang air kecil saat malam hari" batinnya bertanya-tanya.Lamunannya buyarkan ketika vani meniup telinga nya. Karena sudah sedari tadi rika tidak mendengarkan arahan dari para guru dan petugas hutan lindung.
"oii... ngelamun, masih laper ?"
"Ah... Ngga, uda kenyang juga, hehehe..."
Sebelumnya mereka sempat diberi peta dan jadwal kegiatan acara. Vani dan Rika sangat menantikan kegiatan jelajah hutan besok pagi. Karena dalam kegiatan ini, para siswa di haruskan mencari benda-benda yang sudah tersebar di hutan, dan berkumpul di pos yang telah di tentukan.
Pagi menjelang, suasana sejuk sangat terasa di tambah dengan kabut tipis yang menyelimuti hutan lindung, terihat sinar matahari mulai mengusir kabut pergi. Menyisakan paparan sinar mentari yang terang.
Bunyi peluit telah berkumandang, pertanda semua murid harus berkumpul. Vani dan Rika keluar dari tenda dengan penuh semangat, mereka sudah tidak sabar ingin berpetualang menjelajah hutan lindung ini.
Pengarahan panjang lebar telah mereka dengar sedari tadi, kini saatnya bagi para murid berpetualang. Mereka diberi tantangan untuk mencari potongan puzzle, setiap kelompok yang berisiskan empat orang wajib menemukan potongan puzzle yang sudah tersebar.Total semua kelompok ada enambelas. Vani, Rika, dan dua orang temannya pun mulai mencari potongan puzzle dengan beberapa clue tempat yang telah ada pada peta, mereka melewati rimbunnya semak-semak, pohon cemara yang menjulang tinggi dan beberapa pohon beringin menambah kesan creppy hutan ini, tapi itu semua tidaklah ada apa-apanya di banding pemandangan yang ada di kota. Keasrian hutan ini memanjakan mata para siswa yang berjiwa patualang.
Setelah mencari di sekitar semak-semak kelompok vani mendapatkan dua potong puzzle sekaligus di satu tempat yang sama. Keberuntungan sedang berpihak pada kelompok Vani. Di tempat selanjutnya, mereka juga menemukan beberapa potong lagi.
"Guys, ini udah jam setengah sebelas, puzzle yang udah kita kumpulin juga banyak, balik ke pos terakhir yuk" ajak Vani
"Yukk.." balas mereka dengan kompak.
Vani berada di belakang barisan kelompoknya, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, karena sepanjang perjalanan ia merasa seperti sedang diawasi seseorang. Entah itu perasaan takut atau apa, vani merasa sesuatu yang bahaya akan segera menimpanya. Gadis itu mulai memberanikan diri agar tidak takut. Ia mulai membuat jarak dengan kelompoknya.
Tapi...
Tiba-tiba dari belakang ada yang membungkam mulutnnya sampai ia tak bisa berteriak, tubuhnya melemas tak berdaya dan semuanya menjadi gelap.
______________________________________
Hey yooo cuy, ini cerita pertama yang saya publish (newbie), jadi maaf sekali banyak typo di mana-mana semoga ada yang suka😁😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Katektise - Vania Route
Fantasysemenjak kematian sang ayah, vania sering mengalami banyak hal yang mengerikan. akankah dia dapat bertahan?