Vani berada di belakang barisan kelompoknya, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, karena sepanjang perjalanan ia merasa seperti sedang diawasi seseorang. Entah itu perasaan takut atau apa, Vani merasa sesuatu yang bahaya akan segera menimpanya. Gadis itu mulai memberanikan diri agar tidak takut. Ia mulai membuat jarak dengan kelompoknya.
Tapi...
Tiba-tiba dari belakang ada yang membungkam mulutnya sampai ia tak bisa berteriak, tubuhnya melemas tak berdaya dan semuanya menjadi gelap.
Isak tangis terdengar samar-samar.
Kubuka perlahan kelopak mata ini, seorang gadis berambut pendek kecoklatan sedang menggenggam tanganku sambil menangis, Rika. Dia tak henti-hentinya memanggil namaku"Hey, ada apa kok, nangis??"
"Bodoh... aku mengkhawatirkan mu tau, aku panik, bingung mau minta tolong sama siapa, terus juga kenapa kamu ngilang di belakang barisan kita,"
"Sudahlah, sekarang aku ngga papa, jadi ngga perlu khawatir, ok," sembari memberi pelukan pada sahabatnya yang masih panik itu.
Tok.. Tok.. Tok
Vani membuyarkan lamunannya setelah mendengar ketukan pada pintu kamarnya.
"Van... Nenek boleh masuk?"
"Tentu, silahkan masuk nek" sambil membukakan pintu untuk sang nenek
Nenek berbincang - bincang cukup lama dengan Vani, membicarakan banyak hal, karena Vani dan neneknya sudah jarang mengobrol santai seperti ini.
Tak terasa malam sudah larut, Vani pun mengantarkan nenek ke kamarnya untuk beristirahat.
Keesokan harinya
Masih dalam selimut, Vani mencoba membuka matanya yang terasa berat, ia mencari keberadaan hp-nya di atas meja di samping kasurnya. Ternyata sudah jam enam pagi.
Vani bergegas bangun dan menuju ke kamar mandi, untuk membersihkan diri.
"Enaknya ngapain ya abis ini,"
Kini Vani berada di teras rumah, sedang duduk sambil memainkan hp. Dan di sampingnya ada sang mama, sedang membaca majalah bulanan.
Jalanan depan rumahnya, sangatlah jarang ada orang lewat. Jadi suasananya hening, bahkan jika ada warga desa, mereka memakai sepeda untuk beraktivitas wara - wiri kesana dan kemari.
Vani melihat seseorang bersepeda motor sedang mengarah ke rumahnya. Dan benar dugaannya orang tersebut sekarang berada di depan pagar rumahnya.
Ia segera menghampiri orang tersebut, dan membukakan gerbang.
"Kok kayaknya aku pernah liat orang ini ya, tapi dimana," Batinya dalam hati.
"Wahh... Irham, sudah lama ngga
ketemu, gimana kabarnya?""Baik, mbak Irma"
"Van, kok bengong sih.. kenalin ini mas Irham, yang waktu itu selamat in kamu di hutan lindung, ajak masuk ya mas Irham nya, mama mau buatkan cemilan sama minuman dulu,"
"Iya ma..."
Vani mempersilahkan Irham duduk di sofa ruang tamu. Vani memulai pembicaraan dengan berterimakasih karena sudah menyelamatkan nyawanya waktu itu, Vani hanya ingat sudah berada di tenda, tanpa tau siapa yang telah menyelamatkannya.
"Oh ya mas, saat di hutan aku samar-samar lihat dua orang lagi berantem, tapi sayangnya pandanganku kabur saat itu, jadi ngga tau siapa mereka, tapi salah satunya memakai seragam sekolah ku kira-kira mas tau ngga siapa mereka?"
"Masa sih kamu liat yang begituan, kan kamu lagi ngga sadar, kamu halu kali.."
Irma datang dengan membawa nampan berisi camilan dan tiga cangkir teh hangat.
"Nah, camilan dan teh hangat sudah siap, silahkan dinikmati. Oh ya van mas Irham ini salah satu teman dekat almarhum ayahmu lo,"
Keceriaan vani yang tadinya terukir, sekarang sirna di gantikan dengan ekspresi sedih, karena sang mama menyinggung soal almarhum ayahnya. Yang membuatnya teringat tragedi kehilangan salah satu orang yang tersayang di hidupnya.
Tanpa permisi ia langsung pergi meninggalkan ruang tamu dan menuju ke kamarnya.
Nenek yang melihat Vani masuk ke dalam kamar pun mengikuti hingga di depan pintu kamar. Nenek sempat mendengarkan pembicaraan mereka di ruang tamu.
Nenek pun langsung masuk ke dalam kamarnya. Terlihat gadis itu terisak-isak di sudut kamarnya. Nenek berusaha untuk menenangkan, merengkuhnya di dekapan. Sedikit membantu mengurangi rasa sedih yang membelenggu.
Sekarang gadis itu sudah merasa lebih tenang, nenek mebuka pembicaraan.
"Vania Abhista, nama yang di berikan oleh ayahmu saat kau sudah lahir ke dunia, yang memiliki arti hadiah yang di berikan oleh tuhan, dan begitu seharusnya kau bangga dengan Nama pemberian itu. Nak, nenek hanya ingin kau tau, jika terus seperti ini kau akan membuatnya sedih, percayalah nak dia akan selalu bersamamu,"
Gadis itu memeluk neneknya kembali dan tersenyum
"Terimakasih nek,"
Vani yang sudah merasa lega dan kembali ke ekspresinya semula, mencoba untuk keluar dan meminta maaf pada mama dan mas Irham akibat ulahnya tadi. Tapi saat di ruang tamu tidak ada siapapun. Ia pun mencoba keluar rumah. Dan ternyata di sana hanya ada mama. Vani meminta maaf atas ulahnya tadi, sang mama memakluminya, dan berpesan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Ma.. mas Irham uda balik? Ngga sempat minta maaf dong, yah.. gimana ini,"
"Besok mama antar kamu ke rumahnya,"
"Ok ma.. terimakasih"
Gadis itu kembali ke kamarnya. Ia melihat hp-nya berbunyi, di layarnya tertera "Rika", diangkatnya Panggilan itu. Dari sebrang panggilan Rika sudah mengoceh dengan suara khasnya yang cempreng. Vani yang mendengar itu sedikit tersentak akibat suaranya.
Obrolan mereka tetap berlanjut, mereka saling berbagi pengalaman masing-masing, hingga batere hp vani habis. Ia pun mengisi ulang daya pada hp-nya, dan meletakkannya di atas meja.
Vani mengambil ranselnya di bawah meja. Dan mengeluarkan buku yang di berikan neneknya waktu itu.
"Katektise. Hmmm.... Buku yang unik" gumamnya.
Semoga seunik isi yang ada di dalamnya. Ia mulai membuka cover buku itu, terlihat kertas yang kusam kekuningan menyambut di halaman pertama tulisannya di ketik dengan mesin ketik jadul. "Apa buku ini se-kuno itu," batinnya.
Lanjut pada halaman berikutnya di sambut dengan tulisan yang tak ia mengerti, Vani memutuskan untuk membuka halaman selanjutnya, tapi sepotong kertas jatuh dari halaman itu.
"Jika kau membaca buku ini, berarti kau siap melihat kebenaran"
Kalimat yang tertulis di sepotonh kertas itu, membuat bulu kuduk Vani berdiri. Tapi ada sesuatu yang lebih aneh. Di dalam dirinya seperti ada sesuatu yang bergejolak. Entah itu apa, tapi Vani berusaha untuk tetap berprasangka positif. Mungkin itu sekedar imajinasinya.
Vani memutuskan untuk mengembalikan potongan kertas itu ke tempat semula, dan menutup buku itu.
"Mungkin aku terlalu sering menonton film-film horror di tv, imajinasiku jadi kemana-mana,"
Rasa penasaran masih tersisa, dicabut nya hp yang tersambung dengan charger lalu ia membuka translate, dan mengetik "katektise"
Muncul dengan huruf seperti iniκατέκτησε
Sebuah kata yang berasal dari Yunani
Yang memiliki arti Kerasukan.______________________________________
Maafkan saya bila banyak typo nya😥
KAMU SEDANG MEMBACA
Katektise - Vania Route
Fantasysemenjak kematian sang ayah, vania sering mengalami banyak hal yang mengerikan. akankah dia dapat bertahan?