"Mari berteman!"
.
.
.
Dia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang.
Gadis itu....
Dia tersenyum ke arahnya. Benar-benar tersenyum ke arahnya meski itu tipis sekali. Dia tidak menyangkanya!
Benarkah ini bukan mimpi? Jika ini mimpi, Leo tidak akan pernah mau untuk terbangun. Namun, dia mendengar suara seruan teman-temannya yang heboh. Bahkan dia merasakan Huda menepuk-nepuk pundaknya.
Pikirannya seperti terfokus pada satu hal.
Apakah dia dimaafkan? Tuhan, biarkan dia berharap tinggi saat ini.
Latihan hari ini berakhir dengan godaan teman-temannya mengenai untuk siapa lagu yang dinyanyikannya tadi.
Ada yang beranggapan kalau dia baru saja putus cinta sehingga akhir-akhir ini dia menjadi lebih diam. Ada juga yang berasumsi bahwa dia bernyanyi untuk kakak kelas cantik yang digosipkan menyukainya.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa lagu itu untuk Tiwi.
Secara karena hubungan mereka akhir-akhir ini renggang dan membuat teman-teman yang lain bertanya-tanya.
Leo tidak tahu bagaimana mereka mendapat kesimpulan itu meski hanya satu yang benar. Namun, dia tidak ambil pusing mengenai hal itu.
Ketika mereka berpisah karena arah pulang yang berbeda, Leo menggunakan kesempatan ini untuk menghampiri Tiwi yang tengah mengeluarkan motornya.
"Tiwi!"
Gadis itu menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. Sungguh dia merindukan balasan sapaan itu.
Dia berjalan menghampirinya. Senyum tidak lepas dari wajah tampannya. Leo tersenyum seperti orang bodoh.
Tiwi menatapnya tajam. "Ada perlu apa bocah? Tidak cukupkah kau menggangguku?"
Senyum Leo semakin lebar mendengar pertanyaan bernada sakartis yang keluar dari mulut gadis manis itu.
"Berhentilah tersenyum seperti itu. Kau membuatku takut tahu!"
Leo terkekeh kecil mendengarnya. Dia senang Tiwi tidak mengacuhkannya kali ini. Bahkan berkata normal dalam artian dengan nada ketus padanya.
"Jadi, apa itu benar?" tanya Leo penuh harap.
Tiwi mengernyit heran. "Apanya yang benar?"
Leo menatapnya gemas. "Kau memaafkan aku?"
"Oh, itu...." Tiwi kembali terdiam.
Leo menatapnya dengan cemas. Dia takut Tiwi tidak memaafkannya. Sebelum Tiwi berbicara, dia berkata, "Aku tahu tidak seharusnya berbuat begitu. Aku sadar kita adalah muslim. Aku sangat menyesal telah membuat keadaan menjadi rumit. Tapi, aku sedih jika kau mengacuhkanku begitu saja. Maaf jika aku membuatmu terluka. Maaf jika tingkahku membuatmu membenciku. Aku mohon padamu, beri aku kesempatan. Aku khilaf, aku akui itu. Kakakku juga selama ini berusaha menyadarkanku tapi aku tidak pernah mendengarnya. Sifatku bukan seperti laki-laki muslim seharusnya. Tapi, setelah bertemu denganmu, aku sadar, ini bukanlah diriku, ini bukanlah seperti apa yang diharapkan orang tuaku, almarhum kakekku."
Tiwi terdiam mendengarnya.
"Tiwi, aku mohon padamu, biarkan aku lebih mengenalmu. Biarkan aku mulai memperbaikinya, memulai dari awal. Aku menyesal, sangat menyesal. Tiwi, ajari aku menjadi orang yang lebih baik!"
YOU ARE READING
Except You [Completed]
Novela Juvenil"Kita sama-sama belajar menjadi orang baik. Kita sama-sama belajar memperbaiki diri." Kehidupan SMA itu tidak hanya soal cinta, persahabatan, atau siapa yang populer dan siapa yang buangan. Hati siapa yang patah membiru atau siapa yang mematahkan. S...