1 » Tengah Jalan Kaliurang

851 36 10
                                    




"Babe, I wanna say something. I've been thinking about this most of times, and I think I better off say this to you."

"Iya, sayang. Say it."

"Kita putus."

Singkat, padat, jelas dan rasa nyelekitnya masuk ke jantung lalu dipompa ke seluruh tubuh. Gila emang, hanya dua kata terkutuk mampu membuat tubuh Aksa lemes seketika dan rasanya ia langsung terkena stroke saat itu juga.

Mulut Aksa tak bisa terbuka sama sekali, matanya sibuk memandangi cewek yang berada di hadapannya itu dengan tatapan tidak percaya.

Sementara cewek itu, air mukanya santai sekali ketika mengatakan satu kalimat itu. Tidak ada beban. Seakan-akan ia hanya mengatakan sesuatu yang tidak akan berdampak pada dirinya di masa yang akan datang, seakan-akan ia sadar bahwa ia tak akan kehilangan seseorang yang sudah dipacarinya selama tiga tahun.

"Aku sadar, untuk apa aku peduli dengan orang yang jauh dari aku? Aku ngerasa terisolasi, Aksa. Aku selalu pengen nelfon kamu terus dan itu buat aku gak care dengan orang-orang di sekitar aku. Aku jadi gak bisa bersosialisasi."

Astaga, kalimat cewek itu makin membunuh aja.

"I don't think we'll make this work. Kita punya hidup masing-masing, aku punya cita-cita, kamu juga. Gak cuma cinta kita aja. Aku pengennya aku bisa melakukan semuanya dengan caraku sendiri, tanpa kamu. Aku dengan hidupku dan kamu pun dengan hidupmu."

Aksa diam.

"Please, say something about it, sayang."

Aksa membelalak mendengar kata terakhirnya, membuat dia ingin tertawa terbahak-bahak dengan ironis. Sayang? Bahkan setelah cewek itu memutuskan hubungan yang mereka jalani selama bertahun-tahun dan cewek itu masih dengan seenak jidat memanggilnya sayang?

"Namaku Aksa, bukan sayang," kali ini Aksa angkat bicara. "Yowis kalau itu maumu, aku gak bisa apa-apa, Nad."

"I love you."

Kali ini Aksa beranjak dari kursinya, memilih untuk tidak menghiraukan statement Nadine barusan.

Well, if you loved me why'd you leave me, Nad?

"Where are you going?" tanya Nadine ketika melihat Aksa mau pergi dari salah satu restoran yang ada di Prawirotaman itu.

"I'm going to my home," jawab Aksa dengan enteng.

Nadine mengangguk, namun gerakan tubuhnya menandakan bahwa ia sedikit tidak rela Aksa mau pergi dan Aksa tahu itu. "Take care."

Kemudian Aksa bergerak pelan menuju Nadine dan memeluk tubuh cewek itu sekilas. "Jaga diri juga ya, Nad. Cari kebahagiaanmu."

Dan dengan itu Aksa pergi menjauh dari Nadine setelah memberikan sebuah pelukan terakhir untuk selamanya.

***

Demi apapun, lagu Hey There Delilah milik Plain White T's tidak terdengar romantis lagi ketika itu mengalun di tape mobil Aksa. Dulu lagu itu senantiasa menjadi backsound hari-harinya dalam setahun belakangan karena ia dan Nadine sedang menjalani LDR. Menurutnya sih lagu itu adalah motivasi dia untuk menguatkan komitmen mereka.

Bahkan Aksa sempat mengaransemen lagu tersebut menjadi Hey There Nadine dan dengan romantisnya ia menyanyikan lagu tersebut di depan layar laptopnya yang sedang menampakkan Nadine dengan senyuman termanisnya. Jangan lupakan gitar akustik yang senantiasa menemani Aksa. Romantis sekali Aksa.

Tapi kampret emang, hubungan mereka sekarang malah kandas.

"Tai, tai, tai!"

Emosi Aksa sekarang berkecamuk, jelas sih; dia baru aja putus.

"Nad, besok kalau kita LDR aku bakal samperin kamu naik mobil ke Melbourne."

"Emang bisa?"

"Loh, pacarmu ini keren. Pasti bisa."

"Kalau kita LDR nanti jangan putusin aku ya gara-gara pas di kuliah kamu ketemu sama yang lebih cantik."

"Iya lah, you're the one."

Suara-suara itu bergema di telinga Aksa, semua percakapan mereka dimulai dari ketika mereka masih bersama sampai sudah menjalani hubungan jarak jauh.

Miris sih.

Nadine sialan emang, lambe-nya minta dirobek.

Pukul 22.30 dan Aksa tanpa sadar mengarahkan mobilnya ke Kaliurang, pikirannya saja masih melayang-layang tentang Nadine.

"ASU ANAKAN KIRIK!!!!!!!!!!" teriak Aksa, menambah kecepatan mobilnya hingga 100 km/jam. Pukul segini memang biasanya Kaliurang sudah lumayan sepi.

Tiba-tiba di jalan raya Aksa melihat seorang mbak-mbak memakai baju putih pendek selutut dan rambut panjang bergelombang berdiri tepat di beberapa meter tempat mobilnya berjalan.

"DEDEMIT!" pekiknya bersamaan dengan kakinya menginjak rem.

Sekarang pikiran mengenai Nadine buyar, bodoamat soal Nadine sekarang ada setan persis di depan mobil Aksa.

Ini baru pertama kalinya ia melihat sebuah penampakan. Malam-malam, di Kaliurang. Kurang horror apa?

"TABRAK GUE WOY!" teriak setan itu.

Aksa membelalakan matanya, setan kok minta ditabrak? "Yaelah manusia," ujarnya kecewa. Aksa membuka pintu mobilnya lalu memperhatikan cewek yang sempat ia kira setan itu. "Astaga mbak, tak kira dedemit. Merinding aku."

"Tabrak gue sekarang! Tabrak!"

"Dosa mbak," jawab Aksa lalu memegang tangan cewek itu untuk masuk ke mobilnya. Entah setan apa yang merasuki Aksa, tapi ia rasa cewek itu tak ada niatan buruk apa-apa. Namun, yang dituntun malah meronta-ronta. "Bentar, kita ngomong di sebrang situ aja. Kamu nyebrang, aku samperin."

"Gak mau."

"Mau."

"Aku mau mati."

"Matinya entar aja setelah ngobrol sama aku."

Cewek yang memakai dress putih itu menatap Aksa sebentar dan mendengar. sebuah mobil di belakang mobi Aksa mulai mengklakson. Dia tidak berkata apapun, tapi menepikan dirinya di pinggir jalan.

"Santai mas," kata Aksa dengan tenang menanggapi mobil yang tadinya mengklakson.

"Kalau berantem yo jangan di tengah jalan toh, mas!"

Aksa tak menghiraukannya dan segera menepikan mobilnya.

***

JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang