Part 49

10K 905 99
                                    

Author POV

Bunyi dentingan sendok yang beradu dengan gelas dan air didalamnya mendominasi penjuru hotel yang ditempati oleh Laura dan Prilly. Laura si pembuat sumber suara tersebut, melirik Prilly yang bergelung dalam selimut tebalnya. Siapapun yang melihatnya pasti tahu jika gadis cantik itu sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

"Jangan di ulangi lagi yang kayak gitu. Kalo dari awal lo udah pusing, harusnya lo jangan nekat pulang naik taksi, lo kan bisa jujur sama Ali. Lagian lo biasa ngadu ke Ali kan kalo lagi kenapa-napa. Gue gak bisa bayangin lo sempoyongan di jalanan, untung lo nggak sampai pingsan," ujar Laura untuk yang kesekian kalinya. Ia masih merasa cemas. Bagaimana tidak cemas, beberapa jam yang lalu Prilly menelfonnya, mengatakan kalau dirinya pusing dan lemas juga mengeluh ingin pingsan detik itu juga.

"Ra,"

"Lo dimana sih, Prill? Terus kenapa suara lo serak gitu? Jangan bercanda deh!"

"Ra, gue lemes banget, Ra. Pusing. Rasanya gue mau pingsan aja sekarang. Gak kuat jalan, semuanya kunang-kunang," lirih Prilly dengan suara bergetar diseberang telfon sana.

"Lo jangan bercanda ya, Prill. Lo tadi baik-baik aja. Sekarang lo dimana? Lo sama Ali kan? Gimana bisa lo dijalan?"

"Nghh... Ra,--"

Tut...tut...tut

Sambungan terputus. Laura kalap bukan main.

"Halo,-- halo, Prill? Prill lo jangan bercanda! Prill lo dimana? Prill! Halo? Halo? Prilly!"

Laura panik, tanpa berfikir panjang seraya segera berlalu keluar. David. Ya, dia harus meminta tolong pada David.

Selimut terbuka. Prilly terduduk diatas ranjang dengan wajah pucatnya.

"Gue nggak apa-apa. Udah dong jangan ngomel terus, gue makin pusing nih," rengek Prilly dengan air di sudut matanya.

Laura berjalan mendekati Prilly dengan membawa segelas susu hangat ditangannya. Diletakannya susu hangat itu di atas nakas, sedangkan Laura meringsutkan duduknya sedikit lebih dekat dengan Prilly untuk mengecek suhu tubuhnya.

"Panas." Laura mendesah khawatir. Diambilnya gelas berisi susu hangat itu untuk diberikan pada Prilly.

"Nih minum, biar enakan." Prilly menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang, meneguk pelan susu hangat yang Laura berikan.

"Makasih ya lo sama David udah mau dateng nyariin gue. Gue kira gue bakal pingsan ditengah jalan tadi," tutur Prilly pelan.

"Lo jangan ngomong gitu dong. Gue pasti nyariin lo. Panik banget gue waktu lo matiin telfon tadi, syukur tadi posisi lo gak jauh-jauh amat dari sekitar sini."

"Lagian gimana cerita nya sih? Gue nyuruh lo balik karena gue taunya Ali yang bakal nganterin lo. Tapi ini? Lo justru naik taksi. Lo udah gila? Mending kalo lo lagi baik-baik aja, lah ini? Tadi lo pusing, lemes, di kota orang. Kalo lo kayak gitu di Jakarta masih mending, nah ini di Semarang yang gue gak tau dimana-mananya." Kembali Laura mengomel.

"Lagian gue nggak habis pikir sama Ali. Bisa-bisa nya dia biarin lo pulang sendirian. Gak punya otak apa gimana sih!" Geram Laura masih dengan kekesalannya. Ia masih belum bisa menerima perlakuan Ali yang membiarkan Prilly pulang seorang diri. Setahu Laura, Ali adalah cowok yang bertanggung jawab. Bukan tipe orang yang sembarangan membiarkan seseorang pulang sendiri, apalagi seseorang itu adalah Prilly sahabatanya.

Tapi ini? Oh, jangan-jangan itu bukan Ali.

"Ini semua kemauan gue. Gue yang keukeuh gak mau dianterin pulang sama Ali dan lebih milih pulang pake taksi. Awalnya gue baik-baik aja kok ditaksi, eh gak tau kenapa mendadak pusing. Gue panik juga waktu taksinya malah mogok terus gue di suruh turun," jelas Prilly. Ia tak mau Laura berpikiran buruk lebih banyak tentang Ali.

Pengendap Sekolah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang