Does it Rain

15 5 0
                                    

Benar kata pepatah, waktu berlalu dengan cepat tanpa kita sadari. Mereka telah sama-sama dewasa sekarang.

Seorang gadis menggebrak meja di depannya dengan kasar, lalu mengibaskan rambutnya yang tergerai. Anna tersentak kaget, ragu-ragu menatapnya.

“Ada apa ya, kak?” tanyanya gugup.

“Lo itu adek kelas tapi enggak ada sopan santunnya sama sekali!”

“Saya minta maaf kak, saya salah. Saya benar-benar minta maaf.”

“Hari ini gue maafin, tapi kalau sampai terulang lagi gue enggak akan segan-segan buat main tangan!”

“Iya, kak.” Ucapnya sambil menundukkan kepalanya.

Kakak kelas itu pun melenggang keluar kelas.

Ia tak pernah menyangka dilabrak langsung oleh kakak kelasnya karena hal sepele, yaitu; menabrak lengannya. Ia melakukannya tidak sengaja karena terlalu tergesa-gesa pagi itu. Baru masuk beberapa hari sudah mendapat ancaman kakak kelas.

Menyebalkan.

Sebenarnya ia tidak ingin bersekolah di sini, tapi karena paksaan ayahnya ia menurut saja.

Jam istirahat biasanya para siswa keluar kelas untuk makan siang, berbeda dengannya yang memilih menetap di dalam kelas. Ia menatap keluar jendela, menghela napasnya sejenak.

“Anna?” terdengar suara berat memanggilnya, ia lantas menoleh.

Ditatapnya mata tersebut, warna mata yang sama dengannya. Anna merasa nyaman tiap kali bau itu tercium olehnya. Bau wangi yang menguar dari tubuhnya lebih lembut dari parfumnya.

“Ada apa, kak?” Ia melebarkan senyumnya menatap Evan di depannya.

Evan menyodorkan kotak makan padanya, “Kamu lupa membawanya.”

Anna lantas menerimanya dan tidak lupa berterima kasih. Evan menganggukan kepalanya dan melenggang pergi ke luar kelas. Dan seorang perempuan agak gendut mendekatinya, “itu kakakmu?” tanyanya.

“Iya.” Jawab Anna tersenyum menampilkan deretan giginya.

Perempuan itu pun ikut tersenyum dan mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.

“Namaku Aster Linson, senang berkenalan denganmu.”

“Aku Lily Annastasia, senang juga berkenalan denganmu.”

Mereka memutuskan untuk duduk bersama. Aster memindahkan tasnya yang berada di meja paling depan. Ia bercerita pada Anna tentang bagaimana perasaannya saat hari pertama sekolah, “Aku kira, aku takkan mempunyai satu pun teman di sini. Kau adalah teman pertamaku, jadi ini ku beri sedikit hadiah.” Ujarnya tersenyum lebar.

Aster merogoh tasnya dan mengeluarkan sekotak permen gummy, lalu memberikannya pada Anna.

“Wah, terima kasih. Aku sangat menyukainya.” Anna langsung membuka kotak tersebut dan memakan isinya.

“Jadi, sekarang kita teman'kan?”

“Dari awal kita memang teman bukan? Hehe.” Mereka tertawa bersama, mengabaikan tatapan semua siswa.
Sampai suara pintu didobrak dengan kasar, mengalihkan perhatian mereka. Seorang laki-laki mengenakan baju basket memasuki ruang kelas dan menarik kerah seragam siswa yang duduk tepat di meja belakangnya.

“Kembalikan.” Ujar lelaki itu dengan mata tajamnya.

Anna merasa tidak asing dengan wajahnya. Iya, dia mengenalnya. Namanya Alden. Teman kakaknya yang sering mampir ke rumahnya.

Siswa yang ditarik kerahnya merogoh sakunya dan memberikan tiga lembar uang kertas pada Alden, “aduh, pagi-pagi udah dipalak duluan.” Ucap siswa itu memasang muka sedih. Alden berdecak sebal lantas melepaskan cengkramannya dan melenggang pergi ke luar kelas.

Anna menatap tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Alden, teman kakaknya memalak teman sekelasnya. Setelah pulang sekolah nanti ia akan melapor pada kakaknya tentang perilaku buruk temannya itu.

Jam istirahat berakhir, pelajaran berlanjut.

▶▶▶

Petrichor, bau tanah yang menenangkan setelah hujan, Anna sangat menyukainya. Ia sedang menunggu kakaknya di depan gerbang sekolah. Sebuah tiupan di telinganya mengejutkannya. Ia mendapati sosok laki-laki dengan seragam yang di keluarkan dari celana, tersenyum menatapnya.

“Hai.. boleh kenalan?” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

Anna mengerutkan keningnya, ia kebingungan. Laki-laki di depannya menangkap raut wajahnya, lalu tersenyum malu. “Namaku Reynald, kamu?” Anna menatapnya dari atas ke bawah, penampilannya sungguh berantakan.

Anna mengabaikannya, ia meneruskan kegiatannya menatap hujan sembari menunggu kakaknya. Reynald menarik kuat pergelangan Anna, membuatnya ketakutan.

“Jangan pernah mengabaikanku, Anna.”

Mobil kakaknya sampai di depannya, ia langsung berlari masuk ke dalam mobil. Evan mengusap rambut Anna berkali-kali, “tenangkan dirimu, Anna.” Napasnya terengah, sudut matanya sesekali melirik ke luar jendela. Suara petir bergemuruh membuatnya semakin ketakutan. Evan menarik tengkuknya dan memeluknya penuh khawatir.[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The BreathlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang