1

4 0 0
                                    

Sebuah senyum terukir di bibir ini mengingatkanku betapa bodohnya diri ini, ku gadis SMA biasa yang pada dasarnya ingin merasakan indahnya memiliki sebuah rasa, tapi ku tak pernah tau akan sesakit ini yang namanya terluka.
Perkenalkan namaku Widya aku anak pertama dari dua bersaudara, keluargaku adalah keluarga sederhana. Aku bersekolah di SMA 1, aku bukan anak yang terlalu menonjol di sekolahku, aku punya banyak teman. Aku gadis yang hiper
aktif dalam berteman sejak SMP jadi aku memiliki banyak teman dan kini waktu berjalan sangat cepat dalam hitungan bulan mungkin ku bukan lagi anak SMA. Di saat seperti ini mungkin siswa lain mulai berpikir tuk melanjutkan sekolah mereka  dan aku pun demikian. Hanya saja ada sebuah rasa yang tumbuh di hati ini untuk teman sekelasku dan rasa ini kadang membuatku risih sendiri. Alif, dia siswa biasa teman sekelasku dari kelas X tapi walau 3 tahun sekelas kami tidak terlalu dekat mungkin karena watak Alif yang dingin, tidak sesuai dengan namanya bukan? Dan di tambah lagi rasa yang hadir ini membuatku menjaga jarak darinya.
Bukan kah terdengar aneh saat kau mencintai seseorang tapi kau malah menjauh.
Ada beberapa siswi yang ku tau juga menyukai Alif mereka memperlihatkan rasa yang mereka miliki dengan mudah tapi berbeda dengan diriku yang mungkin terkesan menjauh dari Alif. Mengapa? Sebelum rasa ini milik Alif, rasa ini milik Akfa teman SMP ku dulu. Aku dan Akfa memang dekat sejak SMP tapi itu hanya sebatas teman. Hingga tanpa sadar kami mulai sangat dekat bahkan banyak teman kami yang mengira kami berpacaran. Tapi hubungan itu tak pernah ada di antara kami, ku  selalu merasa nyaman saat bersamanya walau kami memang jarang bertemu karena bersekolah di tempat yang berbeda tapi watak Akfa yang selalu membuat orang tertawa membuatku benar-benar nyaman disisinya. Dan semuanya berjalan tanpa pernah ada kejelasan  tentang hubungan kami, hingga hari itu tiba Akfa tidak lagi membalas pesanku bahkan terkesan manjauh dariku. Ku sadar tak pernah ada hubungan selain teman di antara kami membuatku membiarkanya pergi tanpa meminta penjelasan.
Ku selalu berharap rasa itu takkan pernah kembali seperti Akfa yang tak kan pernah kembali padaku tapi semuanya hanyalah sebuah harapan, rasa itu kembali dan menentukan pemiliknya tanpa bisa ku jegah.
Ku tak tau persis sejak kapan rasa itu kembali padaku, ku bahkan tak pernah berpikir memiliki rasa itu untuk Alif siswa yang bahkan paling jarang berinteraksi dengaku bahkan wataknya yang dingin jauh perbeda dengan watak Akfa sang mantan pemilik rasa.
Seperti hari ini ku menatapnya dari jauh tanpa berkata apapun, dan hari ini ku hanya tersenyum saat terbersit rasa cemburu melihat Alif bersama siswi lain tapi apa yang bisa kulakukan. Melihannya dari jauh tanpa mendekat adalah pilihanku, jadi ku kan tetap berdiri di tempat yang sama entah sampai kapan.
"Terus aja liatan sampai keluar tuh mata." Ucap Rika, Rika adalah sahabatku yang selalu menjadi tempatku bercerita, kami berteman sejak SMP dan dia juga teman Akfa, Rika adalah satu-satunya orang yang tak pernah senang saat tau kedekatanku dengan Akfa di saat teman SMP lainku mendukung agar aku jadian dengan Akfa.
Ku hanya tersenyum mananggapi perkataan Rika tadi. Sambil kembali ku alihkan mataku pada novel yang sedang ku pegang.
"Sampai kapan Wid?" tanya Rika
"Apanya yang sampai kapan?" jawabku
"Kamu mau liatin Alif dari jauh? Gimana kamu bisa deket sama dia kalau kamu terkesan manjauh darinya." ucapa Rika
"Hm." gumamku
"Rika tau kamu masih trauma, tapi Rika rasa gak ada salahnya kamu mulai terbuka tentang rasa yang kamu  milikin buat Alif, Alif itu bukan Akfa Wid. Mereka dua orang yang perbeda." ucap Rika
"Lalu siapa yang bilang mereka orang yang sama, bahkan  orang buta pun bisa tau kalau mereka dua orang yang berbeda." candaku
"Sampai kapan kamu akan berdiam diri dengan luka yang Akfa tinggalkan?" tanya Rika
"Entah." jawabku ambigu

***
Hari terus berlalu tapi tak bisa mengubah apapun, entah itu luka yang Akfa goreskan atau jarak yang ku buat untuk Alif.
Kadang ingin rasanya ku hapus jarang yang telah ku buat tapi kekatakutan akan luka yang sama selalu membuatku enggan untuk mendekat, ku tak tau sampai kapan jarak itu ada.
Pernah sekali ku mencoba mendekat tapi sikap Alif yang dingin selalu mengingatkanku bagaimana dulu Akfa yang tiba-tiba menjauh tanpa kejelasan, membuatku mundur secara teratur.

******
Maaf cerita saya jelek dan gak bagus, maaf juga soal typonya,, makasih udah mau baca

EntahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang