Meraki-8

1.9K 347 23
                                    

Taeyong sedang mengerjakan desain web untuk salah satu perusahaan retail saat tetangganya menelepon dengan suara panik.

Tangannya terburu memasukkan laptop ke dalam tas, bahkan dalam kondisi yang belum dimatikan, dia berpamitan pada teman divisinya yang dibalas anggukan. Sedikit menyumpahi si pemuda Kim yang ia tinggal di rumah.

Bagaimana bisa sih dia terpeleset begitu!?

Ya Tuhan!

Bayangan kejadian yang dulu menimpa Winwin terlintas, membuatnya tanpa sadar menggigit bibir karena panik bercampur khawatir.

Kedua tangannya bertaut gemetar di atas kereta dengan keringat dingin yang turun di keningnya. Dia tidak akan memaafkan diri sendiri kalau terjadi sesuatu pada Doyoung dan kandungannya.

Ular besi itu berhenti di stasiun, dengan kecepatan penuh Taeyong berlari ke rumah, tetangganya tersenyum kecil menyambut di pintu depan.

"Arigatou gozaimasu, Akaashi-san," dia membungkuk sekilas pada perempuan setengah baya yang menghubunginya tadi.

"Iie iie, sudah jadi kewajiban untuk menolong. Taeyong-san. Dia tidak apa-apa kok. Saya permisi dulu."

"Hai."

Selepas kepergian wanita itu, Taeyong bergegas ke lantai atas dan membuka pintu dengan sedikit bantingan, membuat Doyoung yang tengah bersandar di tembok terperanjat.

"Kau bisa mengetuk pintu, kan?"

"Kau kenapa? Kan sudah kubilang, diam saja atau jalan-jalan kecil, kenapa kau malah mengepel!? Kau ini ingin membuatku jantungan!? Kau tidak tahu aku trauma dengan hal seperti itu!? Aku tidak pernah memintamu untuk membersihkan, kan!? Kim, kau—

—Lee, aku pusing, bisakah kau menunda omelanmu?"

Taeyong menghela napas panjang dan duduk di sisi ranjang, matanya melihat kaki Doyoung yang sedikit membengkak di pergelangannya.

"Ini tak apa?" dia mengelusnya lembut membuat Doyoung berjengit.

"Sedikit sakit tapi masih bisa berjalan."

"Ingin berganti kamar dengan Winwin di bawah?"

Kepalanya tergeleng, "Tidak usah, aku masih bisa menahannya, kok."

Taeyong tak lagi bertanya, dia dengan susah payah menetralkan jantungnya yang masih berdetak kencang pasca berita 'Doyoung jatuh' dan berlari selama beberapa menit, tangannya gemetar, membuat Doyoung meneguk ludah, merasa bersalah sudah membuat pemuda baik hati di depannya merasa khawatir.

"Hei."

"Apa?"

"Maaf."

Taeyong menghela napas, "Jangan lakukan itu lagi," katanya, lalu keluar dari kamar.

Doyoung hanya menggigit bibir, kenapa ia ingin menangis?

***

Winwin dan Yuta pulang lebih awal, membuat rasa bersalah semakin menggunung di pundak Doyoung, kedua pemuda itu bertanya dengan raut khawatir yang tidak disembunyikan, Doyoung memeluk Winwin dan menangis di bahunya, menumpahkan segala sesak yang melanda hatinya.

Sejak hamil, perubahan moodnya memang mengerikan. Winwin bisa mengerti itu karena ia pernah mengalaminya.

Taeyong hanya memerhatikan dari baik laptop di ruang keluarga saat dua pemuda itu berbagi cerita ditemani semangkuk salad buah. Yuta duduk di sebelahnya, membuat ia bergeser sedikit, karibnya itu menghela napas panjang, mencoba menarik atensi Taeyong.

"Kau menyukainya?" tanya Yuta, tepat sasaran.

"Tidak."

"Ya. Kau menyukainya."

Taeyong menarik napas, "Aku hanya khawatir."

"Dia bukan siapa-siapamu."

"Bisakah kita tidak membahas ini?"

"Ini harus dibahas, Taeyong."

Yuta menatapnya, "Kau menyukainya. Lindungi dia."

Sahabatnya bangkit, berjalan keluar rumah, Taeyong memijat kening. Dia tidak mungkin mengatakan pada Yuta kalau anak yang dikandung Doyoung adalah keponakannya, kan.

Isi surel Jaehyun masih terbayang jelas di mata Taeyong bahkan tanpa membuka kembali isinya.

"Kim Doyoung, Guri 1 februari 1996, dia lulusan fakultas ekonomi jurusan akuntansi, pernah bekerja di perusahaan konsultan keuangan pimpinan seorang pria berkebangsaan Amerika, yang sekarang dikendalikan oleh putranya, Seo Johnny."

Taeyong tidak perlu membuka LinkedIn untuk mengetahui siapa Seo Johnny.

Ya, suami Chittaphon, sepupunya dari pihak ibu.

Ayah dari Mark. Keponakannya yang manis dan cerewet. Juga ... ayah dari janin yang saat ini sedang dikandung Ten.

Dia melirik pemuda Kim itu, ada berapa banyak beban yang ia tanggung?

Kenapa dia bisa menyembunyikan dengan begitu rapi?

Kenapa si brengsek Johnny tega sekali mengkhianati Ten?

Kenapa dan kenapa lainnya berkelebat dalam benaknya.

Winwin menangkap pandangannya ke Doyoung, pemuda itu tersenyum menggoda membuat Taeyong mendengkus dan ke dapur.

Hari ini Doyoung belum minum susu.

"Habiskan, besok kita ke dokter." Katanya.

Doyoung mencebikkan bibir tapi tetap meraih gelasnya.

Taeyong melangkah ke kamar, memikirkan matang-matang percakapannya dengan Yuta.

***

enjoy~! <3

merakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang