BAB 1

40 1 0
                                    


Seorang pria sedang duduk di kursi panjang yang di sodorkan di pinggir jalan. Dengan muka yang semerawut, dia sedang memikirkan masa depannya. Memikirkan semua hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. pria itu membakar sebuah kertas bewarna putih kehijau-hijauan, menghisap dan menghembuskannya ke langit-langit kota yang dihiasi bintang-bintang sambil tersenyum-tersenyum sendiri. Pria itu akan beranjak pergi dari tempatnya berduduk, dengan bermodalkan celana denim merk lokal, jaket ala-ala parka, sepatu boots serta helm bogo, pria itu mulai menembus dinginnya jalanan kota dengan motor tuanya.

Pria itu bernama Alexandra Farco Bogini, biasa di panggil alex. Pria dengan perawakan yang tinggi, kekar dan besar membuat orang pun berpikir dua kali jika ingin mencari gara-gara dengannya. memiliki kulit yang putih, hidung sedikit mancung, rambut yang ikal namun rapih. Wanita mana yang tidak tergila-gila dengannya? dengan tubuhnya seperti itu pasti wanita sangat mengiginkanya. Alex sedang menempuh pendidikan sarjana di kota yang cukup terkenal dengan pergaulan sedikit nakal.

Hari ini Alex akan berjumpa dengan kawannnya di cafe biasa Alex nongkrong. Berbalut jaket denim robek, celana denim yang sudah pudar, serta sepatu converse abu kesukaanya. Alex langsung memanaskan motor tuanya. Motor tuanya ini bukan sembarang motor tua yang biasa dilihat oleh orang-orang. Motor tua yang memiliki ukuran mesin 600cc merk Harley Davidson yang sudah di custom ala-ala anak muda jaman sekarang. Untuk masalah adu kecepatan tidak boleh diremehkan, motor-motor jaman sekarang pun bisa ia jabani. Dengan suara mesin khas Harley, Alex langsung berjalan melindas aspal dan menuju café.

"Alex"

Sapanya pria dari kejauhan. Dengan suara yang dingin. Pria itu sedang duduk menunggu kedatangan Alex.

"Brian. Sudah sampai dari tadi?"

"Baru lima menit aku disini"

"yasudah, aku mau memesan dulu, kau sudah memesan?"

"Sudah, kau lebih baik memesan kopi saja. Minuman selain kopi disini tidak enak"

"Baiklah tuan barista"

Brian. Seorang kawan dekat Alex. memiliki sikap yang dingin, tatapan tajam seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Brian berpostur tubuh lebih besar dari Alex. ia memiliki badan yang besar berotot, kekar, tinggi dan yang pastinya ia satu pemikiran dengan Alex. tidak heran jika Alex dekat dengannya.

"Bagaimana dengan pembahasan semalam?" Tanya Alex dengan nada dan raut wajah yang penasaran.

"Cukup alot, mereka tidak memberikan kita izin untuk berbisnis disana"

"Sial, kenapa pemikiran mereka bodoh sekali, padahal mereka bisa mendapatkan untung yang banyak disana"

"Mereka takut akan mafia yang menyerangnya, aku saja baru tau, ternyata mereka sangat dijaga oleh sekelompok mafia, karena mereka adalah asset yang sangat berharga"

"Mafia? Baru kali ini aku mendengar ada mafia lagi di sekitaran sana"

"Apa kau bodoh? Wilayah sana dijaga ketat oleh mafia, aku saja cukup kesulitan untuk menuju kesana, jika saja kita ketahuan karena mengusik, habislah riwayat kita alex" Baiklah, panggil anak-anak. Malam ini kita berkumpul"

"Jangan terlalu ceroboh Alex, organisasi kita masih sangat kecil"

"Justru itu, aku sangat senang memainkan permainan seperti ini, kita lihat saja, siapa yang akan menang. Mereka? Atau kita?" jawab Alex sambil tersenyum, seolah-olah dialah yang memegang kendali ini.

Pelayan menghampiri meja mereka yang sedang berdiskusi, dan memberikan kopi yang sudah Alex pesan. Sambil berkata "Ini pak, V60 Coffe" dengan wajah yang ramah. "terimakasih" Alex menjawab denganya dengan lembut, pelayan tadi hanya tersenyum dan langsung kembali menuju dapur

"Cantiknya ia" sambil menatap pelayan tadi, Alex tersenyum-senyum sendiri.

"Alex, bagaimana hubunganmu dengan Bila?

"Masih seperti dulu, selalu mempermasalahkan masalah kecil, egois dan yahh kau sendiri bagaimana sifat dia"

"Manja dan kekanak-kanakan?"

"Yup, seperti itu dan aku yang selalu mengalah brian" (memasang wajah yang penuh kepasrahan)

"Hahaha aku selalu senang melihat wajah kau yang seperti itu"

"Brengsek kau Brian, kau juga seperti itu idiot"

Brian hanya tertawa terbahak-bahak

"Alex apakah ada yang perlu kita omongkan lagi?"

"Sudah cukup Brian, intinya malam ini kita akan berkumpul"

"Apakah ditempat seperti biasa?" Tanya Brian dengan wajah membingungkan

"Tidak, kali ini kita akan pindah basecamp. Aku sudah memiliki tempat baru"

"Baiklah, nanti kau kabari aku saja Alex jika sudah di lokasi. Jika sudah tidak ada yang ingin dibicarakan, aku akan pergi dulu. Kau masih ingin disini?

"Kemana kau akan pergi? Tidak biasanya kau tergesa-gesa seperti ini"

"Ada sebuah hal yang harus aku lakukan agar organisasi kita berjalan dengan lancar" kata Brian dengan mantap dan memasang wajah dingin yang menyeramkan.

"Yasudah cepat pergi kau dari sini, jika itu demi kepentingan organisasi kita, aku disini sedang menunggu Bila" dengan tegas Alex berkata demikian.

Hujan PeluruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang