Hanya Satu Hari

19 2 0
                                        

Cahaya pagi mengusik tidur nyenyakku. Siapa yang sudah membuka korden kamar? Memangnya dia tidak tahu kalau semalam aku lembur sampai jam 12 malam? Aku pun menarik selimut sampai kepala untuk menghalangi sinar matahari.

"Bangun Kerbau!" teriak sebuah suara yang sangat familiar. "Mau sampai kapan kamu tidur? Ini sudah pagi!" Suara itu berteriak lagi sambil menarik selimut yang semakin kupegang dengan erat. Entah mengapa aku merasakan kerinduan yang sangat mendalam ketika mendengarnya. Suara itu sama seperti gadis yang selalu berada di ingatanku. Aku pun tersenyum.

"Kalau kamu tak bangun-bangun, aku akan mengambil air untuk menyirammu," ancamnya. Akan tetapi aku malah semakin memejamkan mataku. Aku sangat merindukannya, mendengar suaranya memang tak cukup. Akan tetapi lebih baik mendengar suaranya daripada tak mendengarnya sama sekali. Aku ingin mimpi ini jangan berakhir.

Tiba-tiba air dingin terasa menyentuhku, segera membangunkanku. Aku pun bangkit dari posisi tidur, ingin memaki orang yang sudah menyiram. Namun apa yang terlihat membuat ku terpaku.

"Aku kan sudah memperingatimu," ujarnya sambil menggigit bibir menahan tawa. "Kamu kan sudah berjanji mengajakku jalan-jalan. Jadi cepat mandi, aku menunggumu di ruang tengah," lanjutnya melenggang keluar dari kamarku dengan suara tawa jernih yang semakin pelan.

***

"Memangnya kita mau kemana?" tanyaku setelah bersiap-siap dengan kilat. Aku tidak ingin ia menghilang karena aku terlalu lama mandi, tetapi keberadaannya yang duduk dengan nyaman di sofa membuat semua perasaan takutku hilang. Ia tersenyum menatapku. Senyuman yang begitu memesona.

"Taman bermain?" Matanya bersinar ketika mengatakan hal itu. Aku tak heran dengan kesukaannya terhadap taman bermain, walau usia kita sudah tidak tergolong anak-anak lagi. Entah sudah berapa kali kami melakukan kencan di tempat yang penuh dengan arena bermain.

"Baiklah. Pasti kamu mau makan permen kapas dan es krim lagi," ujarku sambil kami keluar dari apartemen mungil tempatku bernaung. Dia hanya menjawab dengan tawa kecil membenarkan tebakanku.

Gadis yang saat ini duduk di sampingku memang aneh. Ia pergi ke taman bermain bukan untuk menaiki roller coster atau bianglala dan segala macam permainan yang ada. Hal itu dikarenakan ia takut ketinggian. Kalian pasti sudah menebak apa yang akan kami lakukan di taman bermain? Yap, kami hanya akan duduk, makan es krim dan permen kapas. Mungkin kalau dia sedang memiliki mood yang baik, kami akan naik carousel. Yah kita lihat saja nanti.

"Jadi kamu mau melakukan apa dulu?" tanyaku ketika kami sudah sampai di taman bermain. Ia langsung menggandeng dan menarikku ke arah kedai es krim.

"Lee Na Ri, kamu perlu makan dulu sebelum makan es krim," peringatku dan membawanya ke restoran yang berada di samping kedai itu. Wajah yang cemberut menandakan ia sedang kesal, tetapi aku yakin itu tidak akan bertahan lama.

"Saya pesan 1 pancake, 1 blueberry cupcake dan 2 orange juice," ucapku pada pelayan yang menghampiri kami. Na Ri duduk di depanku melipat tangannya dengan mulut yang masih dikerucutkan. Ia terlihat sangat lucu sekarang.

"Kamu masih marah?" tanyaku menyolek pipinya pelan. Ia pun menolehkan kepala. Aku sangat suka melihatnya marah karena kugoda. "Kalau kamu masih marah, blueberry cupcake-nya untukku saja." Aku berkata pelan namun masih dapat didengarnya. Ia pun langsung menatapku dengan tajam. Tak bisa menahan lagi, aku tertawa sangat keras hingga menarik perhatian beberapa orang yang ada di restoran.

"Jangan harap," desisnya mencondongkan kepalanya ke arahku.

"Aku tidak akan melakukan hal itu, jika kamu sudah tidak marah padaku. Jadi apakah kamu masih marah padaku?" Aku menopangkan wajah pada kedua tanganku menatap wajah cantik di depanku dengan cermat. Ia masih seperti yang kuingat. Mau tak mau aku tersenyum. Betapa aku merindukan wajah penuh ekspreksinya, bahkan jika aku hanya bisa menatap wajah cemberutnya. Perlahan gadis pujaanku memaksakan sebuah senyuman.

PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang