EIGHT

20.9K 3K 184
                                    

HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN COMMENT!

Sayup-sayup Taeyong terbangun dengan alunan Clémence yang memekakkan telinga. Bukan, suara itu bukan dari tempatnya tapi bangunan lain di samping ruangannya.

Saat langkah pelan nan hati-hatinya mendekat pada jendela panjang, Taeyong menyadari bahwa dia berada di Venice. Sejujurnya sudah sejak lama dirinya mengidamkan untuk datang ke kota yang terletak di tengah laguna ini tapi dia malah kemari karena diculik.

Tangan kecilnya menyikap tirai berenda lebih lebar. Seharusnya dia berteriak bukan? Tapi ketenangan ini membuatnya enggan. Venice seperti memiliki suasananya sendiri. Entah kenapa perasaannya seperti berjalan jauh ke masa lalu. Tak ada kekawatiran yang tersisa di waktu sebelumnya.

Manik lembut itu bergulir ke bawah, kanan dan kiri melihat kegiatan pejalan kaki yang berjalan bersisihan di lorong-lorong terpisah. Kecuali lalu lintas perahu yang beberapa kali menarik perhatiannya. Pemandangan seperti ini sangat menggugah jiwa seninya walau Taeyong tak memiliki itu. Lucu sekali.

Dia melihat banyak cafe-cafe terbuka dengan alunan musik klasik irama ketimuran pada masa lampau. Dengar-dengar mereka akan menampilkan orkestra kecil pada malam hari dan lebih awal pada hari libur.

"Tuan"

Taeyong terkesiap, seseorang dengan setelan sederhana namun rapi berdiri membungkuk di belakangnya.

"Saya sudah mengetuk tiga kali namun sepertinya anda terlalu menikmati pemandangannya"

"Maaf" Suara Taeyong di pagi hari sangat parau. Dia masih dalam mimpinya untuk terbangun. Terlalu awal untuk menyambut hari.

"Sarapannya sudah siap" Sebuah senyuman terlukis dibibir lelaki itu. Senyuman tua yang menyenangkan.

"Jika anda ingin membersihkan diri terlebih dahulu. Airnya sudah cukup hangat untuk pagi ini"

"Terimakasih" Taeyong berseru lirih.

"Terimkasih kembali tuan" Lelaki itu beranjak pergi dari kamarnya. Setelah itu Taeyong bergegas untuk mencari dimana Jaehyun meletakkan kruknya.

Sembari berpegangan pada dinding. Taeyong menghampiri kruknya yang tergeletak di ujung ruangan. Dia menghela nafas setelahnya, Jaehyun semalam membuang satu kruknya. Mungkin dia tidak memungutnya kembali. Hanya ada satu dan ketiaknya akan tegang sebelah setelah memakainya sepanjang hari.

Hari yang berat.

Sinar matahari menyoroti ruang makan walau tak terasa membakar tapi Taeyong cukup terganggu dengan pantulan pada guci porselen di atas rak. Dia bergeser pada kursi lain untuk kembali hanyut dalam pikirannya. Mengindahkan makanan yang masih menggantung pada sendok digenggaman.

Beberapa menit yang lalu sebelum lelaki tua yang baru Taeyong ketahui adalah sekertaris Jaehyun mengatakan sesuatu yang menyesakkan. Sebelum dia ditinggalkan diruang makan dalam keheningan, lelaki itu mengatakan jika Taeyong akan tinggal dengan Jaehyun disini. Tinggal lama sampai Jaehyun bosan katanya. Itu sangat kasar kedengarannya dan Taeyong cukup setuju.

Sekertaris Jaehyun akan mengantar jemputnya setiap hari untuk bekerja sampai masa kerjanya di Milan habis. Bayangkan saja, betapa bodohnya dengan menyiksa diri untuk mengantar setiap hari ke Milan. Bukankah itu terlalu jauh?

Tidak, maksudnya bukan untuk mengatai sekertaris tua itu bodoh tapi Jaehyun adalah manusia kejam yang tidak memiliki perasaan. Taeyong jadi kesal sendiri.

'Tinggal enam bulan lagi masa kerja anda di Milan usai jika tidak ada perpanjangan masa mutasi. Setelah itu Tuan Jaehyun menyuruh anda untuk mengundurkan diri jika anda berkenan'

[ᴇɴᴅ] ᴘꜱʏᴄʜᴏ ᴊᴜɴɢTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang