bagian dua belas

1.3K 249 53
                                    

Woojin mendengus. Ia bosan berada dirumah sakit selama hampir lima hari. Seongwu bilang ia membutuhkan waktu untuk memantau perkembangan Woojin, jika sekiranya kondisi si berandal tengik itu menujukan kemajuan barulah Woojin diperbolehkan pulang. Hey! ayolah ia hidup bukan hanya untuk berbaring santai dan setiap kesempatan mendapatkan perhatian sang kekasih—meski Woojin sangat menyukainya— Ia butuh sekolah, dan sebentar lagi ujian! Setidaknya biarkan Woojin menyelesaikan sekolahnya dahulu kemudian fokus untuk pengobatan.

Yah, Woojin sudah setuju dengan perencanaan pengobatan yang telah disusun Seongwu atas rayuan Hyeongseob. Sudah dibilang kan, jika pemuda manis itu kelemahan si berandal sekolah yang mengaku telah bertaubat. Dan Seongwu tak perlu mengeluarkan tenaga berlebih untuk membujuk si tengil itu untuk melakukan serangkaian proses. Seongwu bersyukur atas kehadiran Hyeongseob.

"Berhenti mendengus Woojin! Aku dapat mendengarnya dengan jelas, kau tau?!"

Ayolah Woojin hanya bosan. Ia bahkan melewatkan janji tanding basket dengan si tinggi Lai Kuanlin.

"Aku bosan. Hyeongseob-ah bujuklah Seongwu-hyung agar cepat menandatangani izin kepulanganku. Demi Tuhan, yang kulakukan disini hanya berbaring! Aku butuh udara segar sayangku."

Hyeongseob mendelik. Apa-apaan kalimat dramatis kekasihnya itu? Lagi pula mana ada udara segar di ibu kota. Yang benar saja!

"Tinggu sebentar lagi Woojin-ah. Sekarang diam dan makan apelmu!"

Woojin bahkan tak menyangka jika kekasih manisnya itu perlahan memihak ke kubu Seongwu.

"Kau bahkan dapat melihat keadaanku yang luar biasa segar. Kondisi ku tak semengkhawatirkan itu Hyeongseob."

Hyeongseob menghembuskan napas. Woojin si kepala batu itu memang terkadang membuatnya kesal.

"Tidak mengkhawatirkan? Ya, katakan itu pada kondisi terakhirmu yang begitu menyedihkan dan membuatku takut jika kapan saja kau akan pergi."

Hyeongseob menghindari tatapan bersalah sang kekasih. Jujur saja, siapa yang tak takut sewaktu-waktu orang terkasih pergi begitu saja? Tidak ada! Begitu pun dengan Hyeongseob. Cukup dengan kehilangan ayah, ia tak ingin kehilangan cahayanya yang lain.

"Sayang, tidak seperti itu maksudku."

Hyeongseob menunduk. Selalu saja begini. Ia akan sangat mudah terisak dihadapan Woojin. Hyeongseob merasa jika dirinya menjadi lebih sensitif.

"Jika begitu sulit melakukannya, tolong lakukan demi diriku— aku memintamu melakukannya semata-mata untuk dirimu sendiri Woojin-ah. Jika kau tak bisa melihat ku kembali kehilangan, maka tetaplah tinggal."

Woojin tersenyum getir. Bagaimana bisa ia memiliki hati lembut si manis? Orang se-keras Woojin-- bagaimana bisa memiliki kekasih selembut Hyeongseob?

Ibu jarinya ia ulurkan guna menghapus butiran bening air asin yang terus menuruni tebing pipi sang kekasih. Woojin merengkuhnya. "Aku akan tinggal, dan tetaplah disisiku."

Woojin hanya tak menyadari jika perlahan tubuhnya mulai digerogoti sedikit demi sedikit.































▪ golden love ▪



























"Penderita tipe B sepertimu secara khusus harus ditangani secara intensif. Itu tandanya kau akan mulai menetap dirumah sakit sebagai pasien pribadiku secara khusus. Dan kita akan memulai serangkaian proses kemoterapi untuk menghilangkan sel kanker ditubuhmu."

Golden Love ;jinseob Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang