Bab IV : Senin Sekolah Senin Semangat.

1 0 0
                                    

Genova, 15 Maret 2010 05:30

Hari ini hari senin.

Itu tanda aku harus kembali bersekolah. Rasanya malas sekali gravitasi kasurnya kuat sekali sampai aku tak mampu berdiri. Aku meraih jam weker dikamarku

"05.60" gumamku seraya meletakkan wekerku ke posisi awalnya.

Dengan segenap niat yang kumpulkan dari setengah jam yang lalu.

Aku melihat diriku di cermin. Hanya satu kata yang bisa kuucapkan. Me-nge-nas-kan. Bagaimana tidak, mataku sembab akibat terlalu banyak menangis semalam. Lingkar hitam seperti mata panda tak mampu menutupi bahwa aku kurang tidur dan kelelahan. Sebenarnya bisa saja aku bolos sekolah, hanya saja aku tidak mau, karena jika aku berada lama-lama dalam rumah ini hanya kesakitan yang aku dapat. Lebih baik sekolah aku dapat bertemu sahabatku dan tertawa melihat tingkah konyolnya si Budi yang selalu menggoda Amina. Membayangkan itu membuatku senyum-senyum sendiri. Ya setidaknya hatiku hangat ketika di sekolah.

Aku tersenyum miris dan memaksakan kedua sudut bibirku dikembangkan membentuk sebuah senyuman.

"You can do it, Melodi. Yes, You can do it" Aku yang menyemangati diriku sendiri

06:08 

Aku sudah siap berpakaian rapi itu tandanya aku sudah siap menghadapi dunia ini.

Aku menuruni anak tangga satu persatu, kalau langsung tiga aku bisa jatuh. Oh ayolah aku sedang tidak mood bercanda, kalian memancingku saja.

Seperti biasa, mereka sudah berkumpul di ruang makan dan dengan keheningan.

Mama masih menyiapkan makanan untuk kami, benar-benar ibu yang hebat.

Aku duduk di sebelah kak Zura dan mengambil selembar roti yang sudah di oleskan selai kacang kesukaanku.

Dan papa.

"Zura selesai. Yuk berangkat Di, nanti terlambat" Kak Zura angkat bicara pagi ini.

"Iya kak"

Aku langsung meneguk susu hangat ku, tak banyak tapi cukup untuk menambah energi ku yang rasanya sudah terkuras habis di meja makan pagi ini.

Saat ini aku dan kak Zura menuju perjalanan ke SMA ANGKASA GARUDA.

"Di.." suara kak Zura memanggilku dengan posisinya yang fokus menyetir.

Aku menoleh "iya kenapa kak?"

"Kita gimana sekarang?" Tanya kak Zura. Gimana? Gatau.

"Entahlah kak, Lodi bingung." Nahkan!

Kak Zura menghembuskan nafas kasar, terlihat sekali wajah kakakku ini sangat gusar.

"Kak gimana kalau kita tinggal sajalah sama Oma Elisa di Bandung?" entah tiba-tiba wajah Oma Elisa terbayang di benakku.

Oma Elisa adalah ibunya mamaku, karena Oma Elisa satu-satunya Oma yang kami punya, kami sangat sayang padanya. Oma juga baik sangat baik malah. Ketika aku atau kak Zura sedang mengalami masalah hanya Oma Elisa yang menjadi rumah bagi kami. Aku rasa usulku tepat jika kami harus memilih tinggal di Bandung.

"Good Idea! Pindah sekolah juga?" Tanya kak Zura

"Ya, kenapa engga? Kita perlu suasana baru kak, kita sudah penat disini, jangan menambah beban, serius deh. Gue capek kak begini terus." Ucapku meyakinkan kak Zura

"Oke hari ini kita packing, lusa kita pindah."

"Terus dengan kepindahan sekolah kita bagaimana ?" Tanyaku yang masih bingung

Suara MelodiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang