12

66.3K 3.8K 64
                                    

Arkan tak henti-hentinya mengembangkan senyuman dibibirnya. Duduk dimeja makan sambil menatap wanita itu memasak adalah surga untuknya.

Wanita itu terlihat dua kali lebih cantik ketika memegang peralatan dapur. Membayangkan menatap pemandangan ini setiap hari, membuat otak Arkan menjadi tak karuan.

Gue udah kayak nungguin istri masak ini.

Ketika Arkan sedang asik memandangi wanita itu. Dia malah mendapat tatapan tajam dari wanita tersebut.

"Kamu ngapain liat-liat saya?!"

"Kamu cantik."

Blush. Rona merah terlihat menghiasi pipi Qira. Bukan kali pertama Arkan memujinya cantik. Tapi, kali ini merasa bulshing saat dipuji oleh Arkan.

Arkan bangkit dari duduknya, menghampiri Qira yang telah menghentikan aktivitas memasaknya.

"Mau saya bantuin?"

"Bantuin ngancurin sih iya."

Arkan mendengus. Kemudian mengambil pisau dan memotong sayuran yang ada disana.

Qira menatap Arkan kagum. Untuk seukuran pria, Arkan bisa dibilang cukup mahir dalam memotong sayuran. Terlihat sekali sayuran itu dipotong dengan rapi.

"Kenapa? Kamu terpesona ya liat saya?"

"Mimpi kamu!"

Arkan terkekeh mendengar jawaban Qira. Wanita itu selalu saja ketus kepada Arkan. Tapi Arkan menyukainya.

Ketika Arkan sibuk memotong sayuran. Qira mempersiapkan bumbu lainnya dan mulai memasak ayam yang tadi dia potong.

"Udah saya aja yang lainjutin. Kamu duduk aja sana."

"Yaudah, masak yang enak yang cantik." Arkan mengusap gemas rambut Qira.

"Gausah macem-macem! Saya bawa pisau nih."

Qira mencondongkan pisau yang dipegangnya kearah Arkan.

"Saya juga bawa pisau. Yuk main pisau-pisauan." Ucap Arkan cengengesan.

Qira menepuk kepalanya pelan. Niat mengancam Arkan, bukannya Arkan takut malah dibalas seperti itu. Kok ada sih orang kayak gini. Bikin emosi aja.

"Udah sana kamu duduk!"

Qira mendorong tubuh Arkan, memaksanya kembali ke meja makan.

Dia hanya tidak ingin Arkan merusak fokusnya dalam memasak. Karena semenjak Arkan berada disampingnya, Qira kehilangan fokusnya untuk memasak.

Setelah kegiatan memasaknya selesai. Qira membawa makanan tersebut kemeja makan.

"Dari baunya sih kelihatannya enak."

"Cobain deh."

Arkan menambahkan sayur buatan Qira ke piringnya. Ditambah ayam goreng yang juga dimasak oleh Qira.

Ketika Arkan menyendokkan sayur tersebut kemulutnya, perasaannya mulai tidak enak. Rasa masakan Qira terbilang sangat sempurna. Tapi ada rasa aneh ketika Arkan memakannya.

Karena ini pertama kalinya Qira memasak untukknya, Arkan tidak ingin membuat kesan buruk.

Arkan dan Qira melahap makanan mereka hingga habis. Dan Arkan tidak memperdulikan perasaan aneh itu.

"Makasih kamu udah mau masakin saya."

"Sama-sama. Itung-itung sebagai balas budi karena kamu sering traktir makan."

Arkan tersenyum senang dengan jawaban Qira. Arkan merasa wanita itu berbeda dari biasanya. Meskipun Qira masih ketus dengannya, tapi Qira terlihat sesikit peduli pada Arkan.

"Kamu tinggal sendiri?"

"Saya masih tinggal sama orang tua. Cuma kebetulan hari ini mereka ada kerjaan di luar kota."

"Berapa bersaudara?"

"Saya punya satu kakak perempuan. Tapi udah ga tinggal disini. Ikut suaminya ke Surabaya."

Arkan menyerit. Qira menyebutkan hanya memiliki satu kakak, itupun perempuan. Lalu siapa laki-laki yang bersama Qira di foto itu?

"Terus pria itu siapa?"

Arkan menunjuk kearah foto yang berasa di ruang keluarga. Kebetulan letak ruang makan bersebelahan dengan ruang keluarga, jadi Arkan bisa melihat dengan jelas foto-foto yang berada di ruang keluarga.

"Itu tunangan saya."

Hati Arkan seperti tertusuk duri. Dia tidak menyangka wanita yang selama ini dia cintai memiliki tunangan. Jadi apa Arkan bisa dikatakan pebinor?

Arkan menunduk. Menggenggam jari-jari tangannya. Bibirnya mengerucut kedepan. Harusnya dari awal Arkan bertanya, status wanita itu.

"Dia meninggal dua tahun yang lalu."

Arkan mendongak menatap Qira. Jadi Arkan saingan sama hantu dong?

"Intinya kamu masih singel kan?"

"Bukan urusan kamu."

"Gini aja deh. Gimana kalo saya gantiin tunangan kamu udah meninggal. Saya juga siap kok kalo kamu ajak nikah sekarang."

"GAK MAU!"

****

"Kenapa bisa sampai begini?"

Eza mengamati luka memerah yang ada di pergelangan kaki Ayesha. Ayesha sedikit meringis ketika Eza menyentuh luka pada kakinya.

"Gue seneng lo peduli sama gue."

Ayesha mengusap lembut rahang Eza. Membuat Eza memekik tajam kerarahnya. Ayesha melihat itu bukannya takut malah tersenyum remeh kearah Eza.

"Jauhin tangan kamu dari saya!" Eza menyentakan tangan Ayesha yang sedari tadi betengger di wajahnya.

Kalau bukan karena Mas Arkan, gue juga ogah deket-deket sama lo!

"Kalau lo bisa sentuh kaki gue, kenapa gue ga bisa sentuh lo juga?"

Eza mendengus sebal. Berdebat dengan Ayesha tidak ada gunanya. Wanita itu punya seribu satu cara untuk menjawab perkataan Eza.

Eza menekan luka yang ada pada kaki Ayesha. Membuat Ayesha kembali meringis kesakitan.

Sakit goblok!

"Saya akan kasih kamu salep dan obat dalam."

"Jahuin dokter Qira."

Eza menghiraukan ucapan Ayesha. Dia menyiapkan obat dan memberikanya kepada Ayesha.

"Kamu bisa pakai salep ini sebelum tidur. Kalau obatnya bisa di min-"

"Jauhin Qira, atau gue bakal bikin gosip kalau gue hamil anak lo!"





Tbc

My Crazy CEO (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang