Berkumpul (1)

151 26 6
                                    

Satria.


            Bagian terbaik dari nge-band adalah ketika kalian memainkan musik yang menghablur jadi satu dari instrument yang berbeda dan tenggelam dalam musik itu sendiri, memainkan melodi diluar kepala dan menyanyi sampai capek.

Tapi sampai dipenghujung tahun, tawaran label nggak lagi muncul, tagihan listrik dan air membengkak, dan kerjaan kami semua punya penghasilan yang minim, sedangkan kebutuhan kami terus menerus membanyak. Di akhir bulan nggak bisa dipungkiri bahwa kami mulai stress dan lelah.

Wonpil yang sibuk dengan sidang, Brian yang mengalami perombakan management dalam enam bulan di Coffee Shop nya, dan Bang Jeff yang sibuk mengurus ini dan itu tentang masalah project nya. Sementara gue dan Davin harus mengalami rutinitas membosankan terus menerus. Gue dengan kerjaan gue, dan Davin dengan kuliahnya.

Sementara kami kekurangan job selama akhir tahun sampai tahun baru, The Sixth jarang manggung dan lebih sering menghabiskan waktu dengan kehidupan masing-masing. Padahal kami serumah, tapi rasanya sudah lama sekali kami nggak duduk dan berbincang, entah mengobrol biasa atau membahas lagu.

Pada akhirnya, keuangan kami pas-pasan dan nggak sanggup membayar Celine. Tapi cewek itu berbaik hati untuk nggak dibayar sampai kami punya job manggung tetap, atau setidaknya sampai kami tanda tangan kontrak dengan salah satu label.

Tapi semua hal begitu meresahkan dan kami semua mulai stress.

Memasuki bulan Februari yang dingin, gue lagi-lagi terbangun karena suara ponsel yang berdering terus menerus. Ternyata dari pihak bengkel yang mengurus mobil gue yang ditabrak Isyana setahun lalu. Ah, bahkan nggak terasa sudah hampir enam bulan semenjak insiden tabrakan kecil itu.

"Halo?"

"Selama siang, Pak Satria?"

"Selamat siang, iya saya sendiri."

Lalu pihak bengkel menjelaskan bahwa mobil gue akhirnya selesai dan bisa diambil. Setelah panggilan ditutup, gue baru benar-benar mengumpulkan nyawa. Lalu teringat bahwa gue lupa belum menanyakan soal pembayarannya. Apaka sudah dibayar Isyana atau belum. Atau bahkan gue sendiri yang harus membayar semua biaya atas kesalahan yang bahkan tidak gue berbuat?

Gue bergelung dikasur lalu membuka aplikasi M-banking yang kemudian menunjukkan nominal angka yang sama sekali nggak membuat gue puas.

Sungguhan, karena kami sepi job, gue jadi kesulitan menabung, bahkan lebih parahnya, uang gue dan anak-anak lainnya juga jadi harus terkuras untuk membayar tagihan listrik, air, WiFi, iuran warga, dan lain-lain. Menjadi orang dewasa sama sekali nggak menyenangkan.

Gue turun untuk mandi, lalu mendapati Davin yang sedang bermain PUBG bersama Bang Jeff. "Woy, tumbenan ngumpul." Ucap gue. Karena beneran deh, gue dan anak-anak bahkan nyaris jarang berinteraksi satu sama lain selama beberapa bulan belakangan ini.

"Iyo." Kata Bang Jeff tanpa mengalihkan pandnagannya dari layar ponsel. "Pakabar Sat?"

Gue tertawa, "Anjir, beneran selama itu ya kita udah lama nggak ngumpul."

"Ngumpul dah yuk. Ajak Brian sama Wonpil juga." Kata Jeff.

"Iya Bang, ayok ayok." Sahut Davin, tangannya begitu lihai bergerak-gerak diatas layar ponsel.

"Ntar sore yee. Gue mau ke bengkel ambil Mobil."

"Wah, akhirnya selesai juga?"

THE SIXTH; this is our journeyWhere stories live. Discover now