Bianglala terus berputar di antara warna cakrawala yang menguning, membias di wajah-wajah mereka yang sedang berada di bawahnya. Keramaian festival tidak membuat dua remaja beralih pandangan dari hamparan cakrawala yang luas. Cakrawala sedang memesona, membuat gadis cantik itu terus menatap mesra warna kemerahan campur kebiruan.
"Cantik ya swastamita hari ini?"
"Ah, hari ini enggak sesempurna biasanya, mungkin dia sedang malu."
"Malu?"
"Iya malu, ada yang lebih elok sedang berada di atas sini. Jadi, dia hanya memperlihatkan keindahannya seadanya."
Mala menendang kaki laki-laki di depannya, "Ish!"
"Aduh! Sakit, La."
"Siapa suruh gombal?"
"Aku enggak gombal, sungguhan."
Dua remaja yang sebelumnya hanyut dalam putaran bianglala hingga tiga kali putaran, akhirnya memilih untuk turun setelah tiga putaran selesai. Setelah semua yang terjadi dalam bianglala, tatapan mata tajam memesona, bahkan sebuah aksi cubit-cubitan di dalam bianglala yang berputar kala itu. Selain karena cakrawala yang telah berubah menjadi warna ungu kehitaman, mereka juga mulai merasa pegal duduk dalam bianglala.
"Tunggu," panggil Mala, laki-laki itu hanya menoleh, menaikkan satu alisnya merasa penasaran.
"Apa kita akan selamanya seperti ini?" tanya Mala
Laki-laki itu hanya tertawa kemudian mengalihkan pandangan ke depan, "Apa yang lucu?" tanya Mala lagi.
"La, terkadang kita memang enggak perlu mempertanyakan atau bahkan mengkhawatirkan yang akan terjadi ke depannya. Mungkin kita hanya perlu menikmati dan mensyukuri apa yang ada sekarang. Contohnya, kita," katanya tanpa menoleh ke belakang.
Mala yang berjalan sedikit di belakang laki-laki itu perlahan tersenyum, "Ngeselinnya lagi hilang, ya?" lalu ia tiba-tiba menggenggam jemari laki-laki di depannya.
Di tengah keramaian festival dan dua remaja yang saling menjaga, rintik hujan turun membasahi semua yang berada di festival. Semua berlari mencari tempat berteduh, mencoba menghindari keajaiban paling indah yang diberikan semesta untuk bumi, kata Mala dalam hati.
Laki-laki itu meraih jemari Mala, berusaha mengajaknya berlari mencari tempat berteduh. Namun, langkah gadis itu justru terhenti saat rintik mulai deras. Perlahan mulai merentangkan kedua tangannya.
Laki-laki itu tertawa, "Sudah besar, tapi paling bahagia kalau hujan sudah turun," katanya lalu menggelengkan kepala.
Gadis mungil itu membalasnya dengan tawa, kemudian menari di bawah hujan.
"Kita ke mobil saja, kalau kamu sakit gimana?"
"Terkadang kita memang enggak perlu mempertanyakan atau bahkan mengkhawatirkan yang akan terjadi ke depannya. Mungkin kita hanya perlu menikmati dan mensyukuri apa yang ada sekarang. Contohnya, hujan," Mala tersenyum menatap laki-laki di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Rahasia
Teen FictionSebuah cerita yang penuh teka-teki belum tentu tidak akan terpecahkan. Dari sini, sesuatu yang rumit bisa menjadi sebuah pelajaran berharga.