Penderitaan

59 10 1
                                    

Namaku adalah Ishikawa Eiji, siswa kelas 3 SMP yang  bisa disebut sebagai anak muda yang gagal di kehidupan masa mudanya. Aku selalu menjadi target bullying dan juga menjadi samsak berjalan karena tubuhku yang gendut dan nilaiku yang seringkali ada di peringkat terbawah.

Pelajaran sekolah telah berakhir, cahaya yang menembus jendela kelas sudah menjadi warna oranye. Semua orang telah pulang, kecuali aku dan para murid sialan ini, mereka ingin membullyku hanya untuk kesenangan mereka.

‘Gato’ salah seorang dari mereka yang paling membuatku muak, dia bisa disebut sebagai ketua dari mereka. Padahal kami sudah saling kenal sejak SD,  namun dia selalu menjauhiku yang terlihat payah dan lebih memilih bergabung dengan anak-anak populer sejak dulu.

Aku saat ini ada dalam posisi yang sangat memalukan, mereka memaksaku untuk membuka bajuku dan menjadikan tubuhku sebagai papan tulis. Ini semua adalah idenya Gato, ia hanya mencari perhatian anak-anak agar dirinya lebih diperhatikan dalam kelompoknya.

“Woi babi, berguling di lantai sekarang.” Gato menyuruhku.

Aku sangat tidak mau melakukannya karena mereka sengaja mengotori lantai dengan ludah mereka dan menjadikanku sebagai alat pel.

BBRRAKKK!!

Gato menendangku dengan keras agar aku segera berguling, karena tidak mau menjadi samsak hari ini, dengan terpaksa harus melakukannya. Aku berguling di lantai mengelap ludah mereka dan tapak sepatu yang sengaja dibuat sangat kotor dengan tubuhku.

Mereka tertawa dan merasa terhibur atas apa yang mereka paksa lakukan padaku. Saat ini jika saja aku tidak memiliki tubuh yang seperti ini pasti sudah kubuat habis babak belur semua bajingan ini.

“Hai kawan.. apa kalian rasa sudah bersih?” tanya Gato pada teman-temannya.

“Waduuh Gato, kurasa ini belum begitu bersih,” jawab seorang yang sedang meludah ke tempatku tadi berguling.

“Okelah babi, kau harus melakukannya lagi, kali ini pakai bajumu,” ucap Gato padaku.

“Ta-tapi, seragamku nanti ikut kotor,” jawabku dengan ketakutan.

Dengan wajah mengancam Gato menatapku, “Hah? babi mana yang takut kotor?!  segera lakukan atau kami akan menyuruhmu hal lain.”

Terpaksa aku memakai baju seragamku dan berguling kembali di lantai yang dibuat kotor lagi tadi. Hal ini benar-benar membuatku malu, marah dan sedih, aku hanya memiliki satu seragam saat ini yang dapat dipakai, sebelumnya Gato pernah merusak seragam cadanganku dengan melemparnya ke jalanan.

“Kerja bagus, tapi sayang sekali aku tak ingin memukulmu hari ini, jadi.. mungkin besok,” ucap Gato.

Sore yang begitu panjang menurutku, mereka semua sudah puas dan mulai meninggalkanku sendirian di kelas. Aku membereskan tas dan peralatanku yang dibuat acak-acakan oleh Gato, kemudian aku meninggalkan ruang kelas dan menuju toilet untuk membersihkan tubuh dan seragam agar bisa dipakai kembali besok.

Memasuki toilet aku mencium bau asap, dan itu berasal dari pintu yang di pojok. Aku sempat penasaran, namun karena aku tidak mau terlibat jadi aku lebih fokus membersihkan tubuh serta bajuku di wastafel.

Kreekk..

Pintu pojok sana terbuka kemudian keluar seseorang dari pintu tersebut. Yang keluar teryata adalah Gato, dia masih memegang sepuntung rokok kemudian melemparnya padaku.

“Woi babi, apa kau mau mengadu ke guru kalau aku merokok disini?” tanyanya padaku.

“T-tentu saja tidak,” jawabku.

“Jangan bohong!” Bentaknya.

Dengan ketakutan aku menjawab, “Ti-tidakk..”

Gpprakkkk!!

Mukaku dipukul dengan keras sehingga membuatku terjatuh ke lantai.

“Kenapa memukulku?” tanyaku padanya sambil menahan sakit.

“Aku tidak mempercayai ucapanmu dan juga tidak suka kau, jadi kupukul, itu hal biasa kan.” Dengan tersenyum jahat Gato menjawabku.

Batinku ingin sekali berkata kasar dan balik memukulnya, tapi aku hanyalah orang yang payah dan seringkali tidak bisa apa-apa. Aku mencoba berdiri, tapi pundakku ditendangnya dengan keras.

BRUAKK!!

Rasanya begitu sakit dan membuat tubuhku lemas, aku hanya bisa terbaring di lantai toilet.

Tak lama kemudian Gato meninggalkanku sambil berkata, “Lapor saja kalau kau memang mau mati.”

Aku yang masih terbaring ingin sekali menjawabnya ‘Memangnya kau bisa membunhku dasar b*j*ngan!’ tapi aku tak bisa apa-apa saat ini. Aku berusaha bangun dan lanjut membersihkan baju di wastafel.

Aku pulang ke rumah dengan kondisi yang lusuh dan kacau balau, ibuku tidak terlalu memperhatikan karena sibuk dengan pekerjaannya, dia sedang menelpon saat ini. Memang sejak awal aku tidak mau ibu mengetahui kehidupan di sekolahku, seperti biasanya melampiaskan kekesalan hari ini dengan bermain game semalaman di kamar.

To Be Ikemen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang