Setelah itu

27 7 1
                                    

Kemudian setelah itu, aku mulai mempunyai tujuan untuk menjadi lebih baik berkat kata-kata beliau. Aku yang awalnya takut akan banyak hal, kini telah mencoba untuk memberanikan diri melewati batasanku yang hingga hari-hari kemarin adalah seorang pecundang.

Besok adalah hari libur, jadi aku pulang tergesa-gesa menuju rumah untuk belajar seharian sampai larut malam di rumah. Biasanya aku terburu-buru karena hanya untuk bermain game atau menonton film, tapi kini aku memiliki niat untuk belajar. Informasi tentang Ujian Akhir Sekolah telah diumumkan, jika dihitung mundur dari sekarang mungkin sekitar dua bulan lagi oleh karena itu aku ingin belajar mati-matian mengejar ketertinggalanku.

Langkahku yang tergopoh-gopoh di jalanan tiba-tiba terhenti ketika telingaku mendengar seseorang memanggil namaku.

“Eiji..!” suara seseorang memanggilku dari arah belakang.

Aku berbalik badan untuk mencari tahu siapa yang memanggil namaku. Pandanganku mencari-cari di berbagai sudut jalanan yang ramai. Seorang yang memakai seragam yang sama denganku berjalan ke arahku melewati orang-orang yang sedang berdempet-dempetan.

Ternyata orang itu adalah Fumio.“Ohh.. kau Fumio, ada apa?” tanyaku.

“Mau main ke rumahku atau.. mau langsung pulang?”

“Tentu saja langsung pulang, aku ingin belajar.”

“Wah kau sudah banyak berubah ya, dalam waktu yang singkat ini. Apa terjadi sesuatu padamu?”

“H-hm ... tidak juga, tidak ada yang berubah.”

“Begitu ya ...”

“Kalau begitu, aku duluan ya.”

“Ya ... hati-hati.”

Lalu setelah obrolan ringan ini, kami langsung berpisah menuju jalan ke rumah masing-masing. Jalanan di dekat rumahku tidak begitu ramai, malah bisa dibilang sepi. Aku sudah memikirkan menu belajar begitu aku sampai di rumah nanti, namun begitu aku sampai dirumah.

“Ibu, aku pulang.”

“Eiji, ibu tadi sempat menelponmu untuk memberitahu temanmu sudah sampai lebih dulu dan sedang menunggu di kamarmu.” Ucap ibuku.

“A-apa? Teman ..? siapa ..?”

Aku lantas langsung berlari menuju kamar, begitu aku membuka pintu ...

Gato sedang duduk sendirian di kamarku. “Yoo ... Eiji, kau lama sekali,” ucapnya.

“Apa yang kau lakukan disini ...?” tanyaku.

“Aku ingin mampir sebentar, boleh kan?”

“Tidak ..! tidak boleh.” Kutolak dengan tegas.

“Haahh ...?! kenapa?” pandangannya melotot tajam padaku.

“Kau pasti ada tujuan lain dan kemungkinan buruk disini.”

“Dasar kau ini, tidak sopan ...! Aku kesini datang secara baik-baik bahkan meminta ijin ke orangtuamu dulu.”

Karena aku tidak ingin percakapan terdengar oleh ibu, jadi aku menutup pintu kamarku.

“Kalau begitu ... jelaskan padaku, apa tujuanmu disini?”

“Sebenarnya kedatanganku kesini, aku ingin memastikan tentang perubahanmu akhir-akhir ini. Kau sudah seperti orang yang berbeda, bahkan tadi saja cara bicaramu membuatku sangat tidak dihargai. Apa yang dikatakan Shimada padamu..?”

“Ya, mungkin aku sudah berubah. Ini berkat Pak Shimada yang memberiku saran dan nasihat. Selebihnya, ini karena tekadku sendiri. Dan juga, maafkan aku yang tadi menyinggung perasaanmu.”

“Selain saran dan nasihat, pasti ada hal lain yang dia katakan kan?”

“Ya, dia bilang bahwa dirinya pembimbing klub beladiri. Kau pernah tergabung ke klub yang dibimbingnya kan?”

Sshhhttt
DSSHHH

Gato mengangkat kakinya seketika ke arah kepalaku, tapi dia menahan dirinya untuk mengenaiku. Raut wajahnya geram dan terlihat sangat kesal. Tak lama, dia menurunkan kakinya dan bertanya hal yang tak kumengerti.

“Sudah kuduga ... Kau minta jaminan apa agar kau tidak membocorkannya?”

“Apa maksudnya ...?”

“Jangan pura-pura tidak tahu, guru itu telah mengatakannya padamu, kan?

“Mengatakan apa? Aku benar-benar tidak mengerti.”

Gato menarik kerah bajuku dan berteriak di depan wajahku sambil tangannya digenggam, arti dari siap memukul.

“JANGAN BERCANDA ...! AKU SERIUS!! Shimada sudah memberitahumu tentang itu kan ...?”

Aku hanya terdiam karena tidak ingin salah menjawab pertanyaan yang bahkan tidak kumengerti. Aku hanya memandangi wajah Gato yang terlihat sangat kesal sampai dia menggertakkan giginya.

“Maaf, aku benar-benar tidak tahu..” jawabku.

Gato melepaskan cengkraman tangannya pada kerah bajuku. Dia menundukkan wajahnya kebawah, kemudian mengambil tas miliknya yang tergeletak di lantai kamarku.

“Kalau begitu .. yasudah...” Gato membuka pintu lalu keluar dari kamarku.

Aku masih tidak mengerti yang dimaksudnya tadi, dan malah menjadikanku penasaran akan hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

To Be Ikemen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang