Di Perjalanan Pulang

33 9 4
                                    

Aku meninggalkan ruangan Pak Shimada sambil melihat-lihat sekeliling karena takut untuk bertatap muka dengan kelompoknya Gato. Sampai di gerbang sekolah, aku tidak bertemu satupun dari mereka, aku sudah bisa pulang dengan rasa aman.

Namun di perjalanan ternyata aku sudah dicegat oleh Gato dan kawan-kawannya, mereka semua seperti memiliki alasan khusus mencegatku di luar sekolah.

Ssrreett
BBUAAKK!!

Tiba-tiba saja salah seorang kawannya Gato menarik kerah bajuku kemudian memukulku dengan keras. Setelah memukulku ia mendorongku sangat keras membuatku terjatuh membentur pembatas jalan.

“Sialan kau! berani-beraninya mengancam kami dengan hal seperti itu, kau kira kami akan tinggal diam?!” teriaknya padaku.

Dengan menahan sakit aku berucap, “Apa maksudmu? aku tak mengancam siapapun.”

“Dia yang mengancam kalau kami masih mengganggumu kami akan dilaporkan jadi kami harus tunduk padamu sebagai gantinya. kan, Gato?” dia bertanya pada Gato.

“U-hm.. ya,” jawab Gato sambil menatapku dengan tatapan sinis.

Aku bangun dengan sekuat tenaga. Merasa amarahku sudah meledak karena fitnahnya itu terpaksa harus membantah. “Omong kosong.. KALIAN SEMUAA OMONG KOSONGG!! DASAR B*JING*N!!” Teriakku dengan penuh amarah.

Mereka langsung kaget melihat reaksiku, Gato dan teman-temannya marah atas ucapanku. Diapun ikut tersulut emosi. “SIALANN!! BERANI KAU!!”

Mereka semua berlari kearahku secara bersamaan, aku dapat melihat salah satu dari arah kananku langsung menendang, aku mencoba menghindarinya dan aku berhasil. Tapi serangan datang dari berbagai arah membuatku terpojok dan berhasil menerima beberapa serangan.

BBUAKKK!!

Mukaku ditonjok oleh Gato dengan kuat sampai hidungku sedikit mengeluarkan darah. Gato terdiam dan merasa puas melihat serangannya mengenaiku dengan telak, ia mendekat kemudian menarik kerah bajuku. Seketika aku teringat akan Pak Shimada kemarin.

Wajah Gato sengat dekat, membuatku memiliki kesempatan untuk memukulnya. Pukulan kecilku berhasil mengenai mata kirinya, Gato sangat marah.

“SIALANNN!! Sudah berani melawan kau!!” ucapnya sambil melemparku.

Dua orang yang ada di sisi kanan dan kiri menarik lenganku. Aku dipegangi dari kanan dan kiri, membuatku tak bisa bergerak. Gato mengambil ancang-ancang dan kemudian menendang tepat di perutku, aku kesakitan dan agak mual karena itu.

Tiba-tiba seseorang muncul dan berbicara tepat di telinga kanan Gato. “Boleh aku mencobanya padamu?”

BBRRUAKK!!

Perut Gato ditendang oleh orang itu secara tiba-tiba, Gato perlahan mencoba melihat ke arah muka orang itu. Dia terkejut ternyata yang tadi menendangnya adalah Pak Shimada, mereka semua terkejut dan ketakutan.

“K-k-kenapa bapak.. bisa ada disini?” tanya Gato yang kesakitan sambil memegangi perut.

“Seharusnya bapak yang bertanya begitu.” Jawab Pak Shimada.

Anak-anak yang tadi memegangiku langsung melepaskanku mereka mencoba melawan Pak Shimada secara bersamaan. Semua pukulan dan tendangan  ditangkis dan dihindari oleh Pak Simada, tak ada satupun serangan mereka yang berhasil. Pak Shimada bergerak dengan sangat luwes layaknya seorang yang terbiasa dengan perkelahian.

Dari arah belakang Pak Shimada, Gato melompat dan menendang mengarah ke kepala. Pak Shimada dengan cepat langsung berbalik.

PRAAKK!!

Tendangan keras Gato ditangkis oleh Pak Shimada dengan satu tangan.

Teman-teman Gato berlari kocar-kacir ketakutan. “Woi! Kalian bantu aku, sialann..” Gato memanggil teman-temannya, ia ketakutan dan mencoba berdiri.

“Hei, nak Gato, apa kau pernah merasakan tendanganmu tujuh kali lipat?” Pak Shimada bertanya pada Gato.

Ekspresi Gato yang sejak tadi penuh amarah, berubah seketika dengan rasa takut. Pak Shimada dan Gato saling bertatap muka selama beberapa detik.

“Ya ampun, kau ini.. pulanglah ke rumah dan belajar yang benar sana.” Ucap Pak Shimada pada Gato.

Pak Shimada melepaskan kaki Gato. Gato segera berlari sangat kencang dari kami berdua sambil ketakutan.

“Dasar anak-anak muda jaman sekarang..” Pak Shimada mengeleng-gelengkan kepala.

Pak Shimada tersenyum padaku. “Tapi kau boleh juga, Eiji. Lain kali, kalau niatmu itu benar-benar sudah bulat, datanglah padaku dan aku akan mengajarimu sesuatu,” ucapnya padaku.

Aku sangat senang mendengarnya, aku sangat ingin menjadi lebih baik seperti Pak Shimada. Sejak saat inilah aku merasa kagum dengannya dan menjadikannya titik tujuku.

To Be Ikemen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang