Prolog

435 52 9
                                    

Aku merasakan betapa sakitnya jarum infus itu menusuk ke kulitku. Aku menjerit menangis entah pada siapa? Cairan bening mulai turun ke pipiku. Aku menggenggam erat ujung selimutku. Sakit sekali, batinku.

"Nona Irene, sekarang lepas genggamannya." Kata dokter yang menanganiku.

Aku melepas genggamanku yang erat. Tanganku mulai merasa kaku, terlebih lagi saat dokter itu memasukkan obat suntiknya kedalam selang infusku.

Pusing, pikirku. Apakah sesakit ini rasanya? Aku menderita leukimia. Aku masuk rumah sakit sejak aku tak sadarkan diri saat sedang berada di kampus.

"Apa ada keluhan lainnya?" Tanya dokter itu padaku.

"Tidak ada. Kepalaku sangat pusing, itu saja." Jawabku sambil memejamkan mataku merasakan betapa sakitnya obat tersebut.

"Jika ada keluhan lainnya, silakan panggil saya Dokter Seokjin." Katanya.

"Terima kasih dokter." Balasku singkat.

Aku hanya memandang langit-langit yang berwarna putih pada umumnya. Aku sudah dua kali ke rumah sakit. Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini.

Disaat pasien lainnya terbaring, keluarga, teman dekat, mereka menjenguknya. Tidak untukku, tidak ada sama sekali yang hanya sekedar membesukku.

****

Aku berjalan di lorong kamar inap para pasien. Sejujurnya aku pun pasien disini. Aku sudah lama berada disini, bahkan lebih dari satu tahun aku tinggal di rumah sakit.

"Taehyung-ah!" Sapa Dokter Seokjin.

Seokjin adalah teman dekat dari kakakku Namjoon. Dia menitipkan aku pada kak Seokjin.

"Ada apa? Rupanya kau ada pasien baru kak?" Tanyaku.

"Iya. Dia cantik namun sayangnya penyakitnya berbahaya. Terlebih tidak ada keluarga yang bisa dihubungi." Jawab Kak Seokjin.

"Tidak ada sama sekali?" Aku bingung, orang tua mana yang tidak khawatir saat anaknya masuk rumah sakit.

"Tidak ada. Jika kau mau menjenguknya, boleh saja. Dia ada di kamar Mawar nomor 30." Katanya lalu meninggalkan aku yang masih berdiri ditempat yang sama.

"Kak? Kau lupa memberi tau namanya!!" Teriak Taehyung yang hanya mendapatkan balasan berupa lambaian tangan saja.

Ia mengernyitkan dahinya. Bagaimana bisa Kak Seokjin menawarkan aku menjenguk pasiennya. Dia selalu melarangku bertemu siapapun, bahkan berkenalan dengan orang asing.

Dia aneh. Batinya

****

Semoga suka ya sama cerita baruku..
Ini ide dadakan, jadi boleh suka dan gak suka.
Happy Reading and Happy Weekend.. 😊

Papillon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang