1. Estella(?)

33 19 23
                                    

Liburan sekolah. Tentu saja itu yang dinantikan seluruh siswa SMA Empat. Mereka akan berlibur ke suatu daerah pegunungan yang amat familiar di daerah mereka.

Di dalam bus, gadis berambut panjang digerai tengah menulis puisinya di sebuah buku diary miliknya ketika semua temannya sibuk bercanda. Wajahnya tampak serius dan gembira walau tak melengkungkan satu derajatpun garis bibirnya.

"Kamu menulis puisi lagi, Estella? Sini aku lihat," ucap Aurel --gadis yang duduk di seberangnya-- sambil menarik buku Estella yang membuat pulpennya jatuh. "Maaf, El. Aku nggak sengaja." ucap Aurel melepas buku Estella.

Estella tersenyum dan menunduk mencari bolpoinnya. Dengan senang, Estella memungut kembali bolpoinnya.

Ketika Estella bangkit, ia melihat tubuh teman-temannya terpotong menjadi dua bagian. Seragamputinya sudah berganti dengan warna merah karena darah yang menyembur kearahnya. Dengan tatapan bingung, Estella melihat keadaan sekitar. Saat bus tanpa supir itu berhenti, Estella berlari menuju pintu keluar. Melewati semua tubuh temannya yang hanya setengah itu.

Estella berlari sekuat tenaganya. Napasnya berderu di tengah tiang-tiang listrik yang terpotong menjadi dua karena angin. Estella terus berlari sampai angin hendak menerpanya. Estella melempar tubuhnya ke aspal dengan menutup telinganya.

Estella bangkit dan kembali berlari dengan sekuat tenaga. Bibirnya melengkung ketika melihat empat orang pendaki yang sedang berjalan kaki.

"Hei... Lari... Ada... Angin... Yang... Akan... Memotong tubuh... Kalian!"ucapnya dengan napas yang tidak teratur. Keempat orang itu hanya terkekeh mendengar ucapan Estella.

Angin itu kembali datang. Memotong semua yang dilewatinya. Estella memeluk satu orang sambil membanting tubuhnya ke aspal lagi. Ketiga badan orang itu terpotong dan tumbang seketika.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap orang yang berusaha Estella selamatkan dengan nada sedih dan marah. "Sesuatu telah terjadi," ucap Estella.

Orang itu bangun tanpa mempedulikan Estella yang sedang ketakutan ketika melihat beberapa orang yang sedang bersepeda. "Hei, pesepeda! Berhenti! Berhenti!" ucap orang itu mengingatkan

Tiba-tiba tubuh pesepeda orang itu terbelah dan menjatuhi tubuhnya. "Aaaaaaa!!!!!" teriak Estella.

Estella kembali berlari. Terus berlari sampai ujung jalan itu. Estella melewati hutan pinus yang lebat. Ia berjalan dengan sisa tenaganya menyebrangi sungai ketika melihat angin itu sudah tidak ada.

Estella mempreteli pakaiannya di sungai yang banyak sekali separuh badan teman-temannya. Sepertinya angin menerbangkannya kemari. Ia melepas kemejanya hingga menyisakan bra dan tanktop berwarna putih. Tanpa pikir panjang, Estella melebas kemeja disalah satu tubuh temannya yang telah terbelah. Kemudian ia memakainya lengkap dengan atribut sekolah yang dikenakan.

Estella mencuci wajah dan rambutnya dengan air sungai yang mengalir di tengah hutan itu. "Diujung hutan ini adalah sekolahku. Aku harus kembali ke sana," ucapnya pada dirinya sendiri ketika membasuh wajahnya. Estella berlari melewati hutan yabg lebat itu. Ia menggunakan matahari sebagai patokan arah mata angin.

Setelah dua hari berlari, akhirnya Estella sampai di depan sebuah gedung berlantai lima. Larinya tak terhenti. Estella terus berlari menerobos teman-temannya. Tak peduli apakah dia junior atau senior.

Seorang siswi menarik lengannya. "Hai, Estella. Kenapa rambutmu basah?" ucapnya lembut. "Aurel. Kamu Aurel?" tanya Estella frustasi. Orang itu mengangguk. "Ada apa, Estella?"

"Ada angin besar yang akan membunuh kita semua." ucap Estella ketakutan dengan nafas yang tersisa.

Aurel tertawa melihat ekspresi Estella. Tiba-tiba ada angin besar yang membuat rok siswa sekolah itu membuka. Mereka berusaha menahan rok mereka agar tidak terbuka. Estella melempar tubuhnya ke aspal (lagi).

DNA ESTELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang