[4] Perjalanan yang Mengerikan

10.3K 1.1K 38
                                    

Angelica menggeliatkan tubuhnya dengan mata yang masih tertutup. Pening di kepalanya tak kunjung mereda meski ia merasa telah terlelap begitu lama. Angelica mencoba membuka matanya secara perlahan.

'Tunggu! Kenapa kamarnya minim cahaya?!' Keadaan ruangan yang temaram membuat Angelica bertanya-tanya.

Apakah dirinya berada di flat?! Tapi mengapa semua terasa berbeda. Ranjang yang dirinya tempati, terasa jauh lebih nyaman— tidak seperti biasanya. Maklum saja dirinya menyewa tempat tinggal dengan uang seadanya. 'Empuk..' batinnya lagi.

"Ya! Berikan semua foto yang saya kirim ke media Indonesia. Saya ingin semua media memberitakan kabar bahagia saya dengan Angelica. Dimas! Satu lagi! Blokir semua media yang memberikan tajuk menyudutkan Angelica. Saya tidak ingin berita sampah itu masih beredar."

Itu suara Marchellino. Walau samar, Angelica masih bisa mendengarnya dengan baik. Foto apa yang pria itu maksudkan?! Ditempatnya terbaring, Angelica sama sekali tak dapat merasa tenang. Terlebih sekarang ia telah mengetahui dengan siapa dirinya berada.

"Kamu sudah bangun?" tanya El yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar pribadi laki-laki itu.

"I-ini di mana?" Bukan memberi jawaban, Angelica justru kembali melempar pertanyaan tentang keberadaan dirinya saat ini.

"Kamu di kamar pribadiku. Kita sedang menuju Jakarta saat ini." Ucap El datar. Pria itu tak pernah memberikan banyak ekspresi sejak perkenalan mereka.

"Apa?" Pekik Angelica yang saat ini telah merubah posisinya menjadi duduk bersandarkan kepala ranjang.

El menghidupkan penerangan di ruangan itu membuat Angelica benar-benar sadar dimana saat ini ia berada.

"Istirahat Angelica! Saya akan bekerja sebentar." Ujar El sembari berjalan mendekati single sofa dengan meja bundar kecil berbahan marmer di dekat ranjang, "lima jam lagi kita akan sampai! Minum vitamin kamu! Ada di atas nakas, lalu istirahat lah! Pelayan akan membawakan makanan untuk kamu sebentar lagi."

Angelica menganggukkan kepalanya. Ia jelas tidak akan menolak kemurahan hati El kali ini. Sejujurnya ia kelaparan sekarang. Karena kedatangan dua pebisnis ternama di tanah airnya, ia sampai melupakan sesi makan malamnya. Entah bagaimana keadaan sahabatnya— pria melambai yang selalu menemaninya itu pasti sangatlah terkejut ketika berhasil memasuki flatnya.

"Ponsel saya?!"

Alis El terangkat naik. Untuk apa Angelica menanyakan ponselnya?! Mungkinkah untuk menghubungi tamu yang seharusnya berkunjung di kediaman kecilnya itu?! El lantas berdehem, "saya hanya membawa kamu.. Masalah ponsel nanti kita beli di Indonesia!" Ucapnya tak terganggu dengan plototan yang Angelica berikan untuknya.

"Anda menculik saya, Pak!"

"Terserah apa kata kamu Angelica.. Tolong biarkan saya bekerja atau kamu harus mengganti kerugian perusahaan saya karena menjemput kamu pulang?!"

Angelica tersentak. Seluruh tabungan yang dirinya miliki secara pribadi telah ia gunakan untuk biaya kepindahannya. Terlebih saat ini ia tak memegang dompetnya. "Maafkan saya." Permintaan tersebut hanya El balas dengan satu kata yang Angelica artikan sebagai kumur-kumur belaka.

Merasa bosan karena tidak dapat melakukan apapun, Angelica lantas menuruni ranjang. Wanita itu meminta izin pada El untuk mengelilingi kabin pesawat pribadi yang baru pertama kali ia naiki. Seluruh orang bahkan dirinya tentu saja tahu jika yang ia naiki saat ini jelas bukanlah pesawat komersial. Semewah-mewahnya penerbangan kelas satu, tentu tidak semewah kamar luas yang lantainya saja ingin dirinya pel sekarang.

Sungguh sangat berkilau!

Takjub adalah kata yang mewakili keseluruhan isi otak Angelica ketika berkeliling. Seumur hidup meski telah menjadi penyanyi dan bintang film ternama, ia sama sekali belum pernah menaiki pesawat pribadi. Matanya sungguh dimanjakan oleh berbagai interior yang pastinya tidak murah. Angelica tidak terlahir sebagai orang miskin, tapi juga bukan orang kaya raya. Mamanya menikahi sang papah, warga Negara Amerika yang kebetulan merupakan kepala perusahaan asuransi asing di Indonesia.

"Iya Sayang, Kakak rindu Audi. Kata Audi rindu itu kan berat, biar Kakak aja. Sekarang lagi on the way, pulang ke Jakarta."

"Itu bukannya suara Papi laki-laki itu?" Dengan suara rendah Angelica bertanya pada dirinya sendiri.

"Kakak pasti akan bawa mamanya cucu Audi. Jangan nangis, Kakak nggak sanggup denger isakan kamu sedangkan Kakak nggak ada di sana buat meluk kamu. Jangan buat ulah ya Sayang, nanti Achell ikutan kamu, orang-orang rumah pasti pada kalang kabut kalau kalian buat ulah. Kakak cinta kamu!" Tak lupa Marchello memberikan ciuman jarak jauh yang menimbulkan suara.

Angelica bergidik. Demi Tuhan, begitukah cara laki-laki paruh baya itu berinteraksi dengan istrinya? Sungguh sangat berbeda dengan orang tuanya di rumah. Jangankan kata cinta, bertegur sapa saja harus ada alasannya.

"Angelica.." Tubuh Angelica tersentak saat sofa yang sedari tadi ia lihat berbalik dan menampilkan Marchello yang sedang melakukan video call dengan Audi.

"Kemarilah! Istri saya katanya mau bicara sama kamu." Marchello memberikan ponselnya, membuat pekikan Mami El terdengar di telinga Angelica.

'Papiii!! Akhirnya Mami punya mantu. Artis terkenal lagi! Mami happy Papi!' Teriak Audi ketika ponsel Marchello berada di tangan Angelica. Wanita itu memang tak pernah sungkan dalam menunjukkan ekspresinya. Audi tak malu bertingkah berbeda dari kebanyakan sosialita lainnya. 'Cantik banget!'

Angelica memasang senyum canggung. Ia menatap heran pada wanita yang terlihat begitu muda di layar ponsel milik kakek dari anaknya. Wanita yang terus tersenyum padanya itu lebih cocok disebut sebagai Kakak Marchellino alih-alih ibunya.

'Hai Angelica, Mami mau bikin fans clubnya kamu ya. Nanti isinya ibu-ibu sama anak-anak mereka.. Pasti banyak banget nanti anggotanya. Belum jadi aja Mami udah seneng.. Ya Ampun, Angelica!'

Angelica membalasnya dengan cepat. "Tapi saya sudah punya fans club sendiri Tante.." Jawabnya dengan mudah.

Di sana mata Audi membulat. Mata ibu dua anak itu nampak berkaca-kaca sembari memanggil lirih nama suaminya. 'Kakak Llo, jadi Audi nggak bisa buat fans club nya mantu kita? Dia udah ada ternyata. Audi harus apa Kakak?'

"Nanti Kakak yang lenyapin! Tenang aja! Sekarang kamu main dulu sambil nunggu Achell pulang sekolah. Oke sayang?!"

Angelica menyerahkan ponsel Marchello ketika dari Indonesia sana, Audi mematikan sambungan terlebih dulu. "Ma-afkan saya, Pak. Saya tidak bermaksud menolak." Sesal Angelica. Ia sungguh tidak tahu jika Mami El sangat sensitif.

Marchello menggelengkan kepala, menyakinkan bahwa tidak ada masalah karena Angelica menolak. Istrinyalah yang memang terlalu manja dan sebagai suami Marchello menjelaskan jika ia akan memenuhi kemanjaan sang istri— Termasuk membumihanguskan fans club Angelica dan digantikan dengan bentukan wanitanya.

Sungguh, Angelica bingung. Antara merasa kagum dan ngeri secara bersamaan.

"Kamu kalau perlu sesuatu bisa hubungin dia. Bilang saja mau apa asal bukan kabur dan terjun dari atas pesawat. Saya kasih tahu, kalau kamu pasti akan mati jika terjun." Angelica meneguk ludahnya kasar. 'Kenapa mirip sekali dengan manusia di dalam kamar tadi,' pikir Angelica.

Selepas mengisi makanan dan sedikit berbincang dengan kakek dari janin di perutnya. Angelica memutuskan untuk kembali ke kamar pribadi El. Ia membutuhkan istirahat dari isi kepalanya yang berisik. Jantungnya tak pernah berhenti berdetak setelah memiliki perbincangan dengan kakek janinnya. Ia ketakutan tanpa sebab.

"Tidurlah!" Titah El tanpa melirik sedikitpun Angelica.

Menahan getar di tubuhnya, Angelica mengangguk. Rasa takutnya membuat ia terlelap begitu cepat.

"Selamat bergabung di keluarga besar saya Angelica." Bisik El ditelinga Angelica yang telah tertidur. Laki-laki itu ikut merebahkan diri di samping sang calon istri, menarik tubuh wanita itu ke dalam kehangatan tubuhnya.

Setelah ini kerumitan hidup pasti akan melanda dirinya. Biarkan saja! El siap menghadapinya. Ia memiliki cukup banyak kekuasaan untuk mengatur segalanya. Termasuk kehidupannya yang baru dirinya mulai.

Summer DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang