Kalau kamu sering patah hati karena Disty, kenapa kamu bilang di awal kalau kamu sedang patah hati?
Sabar, pembaca budiman. Ijinkan aku sedikit memberikan pembuka bagaimana aku dan Disty akhirnya menjadi seperti ini.
Namanya Barata, satu-satunya yang mengetahui kalau aku menaruh hati pada Disty. Aku mengenalnya saat orientasi kampus. Ya, dia satu jurusan denganku dan orang pertama yang mengatakan "Lo, sayang Disty kan? Kenapa ga lo pacarin aja?" Hal itu dia katakan suatu siang setelah kuliah Pengantar Rekayasa dan Desain. Aku yang saat itu sedang makan nasi ayam geprek di KanTek seketika tersedak. "Yaelah, minum dulu Ga. Gitu aja keselek". Sialan Barata ini, siapa yang ga keselek kalo tiba-tiba dia bilang gitu.
"Sejak kapan bro?"
Dengan refleks aku mengeluarkan 1 batang rokok dari bungkus dan membakarnya, bicara soal Disty itu bukan hal yang mudah. "Gue juga gatau sejak kapan"ujarku sambil menyodorkan rokok ke Barata. "Susah ya Ga udah kelamaan jadi sahabat" Aku hanya tersenyum getir mendengarnya. Tidak semudah itu untuk seorang Arga mengutarakan perasaannya. Terlalu banyak andai dan jika yang mengalir di benakku. Dengan menjadi Arga yang setia menunggu Disty melukis di kanvas di studio belakang rumahnya. Melihat percikan cat mengenai lengan kemejanya, melihat Disty mengerutkan dahinya ketika dia mencoba membuat keramik. Aku dan Disty suka menghabiskan waktu di gudang belakang rumahnya yang disulap menjadi area workshop untuk Disty. Papa Disty, Om Hengky seorang pematung ternama tentu tidak heran kalau darah seni mengalir deras ke putrinya. Aku terlalu nyaman menjadi Arga yang menekan perasaan sayangnya ke Disty dan setia menjadi sahabatnya. Karena seperti kubilang, Disty itu matahariku. Sulit kubayangkan kalau akhirnya dia pergi dariku.
"Ga, daripada lo bengong mending gue kasi tau sesuatu" Barata ternyata sedari tadi sibuk memperhatikanku yang tenggelam dalam pikiranku
"Apaan?"balasku dengan malas
"Gue tau lo takut menukar persahabatan lu sama Disty selama ini dengan rasa sayang lo. Tapi bro, apa lo siap cuma jadi pemuja rahasia Disty selamanya? Lo pernah tau ngga perasaan Disty ke lo? Siapa tahu aja dia juga punya perasaan yang sama. Bro, why don't you give yourself a try to search what fate means for both of you?"
Barata memang sialan, bisa-bisanya dia menyentuh langsung di egoku yang terdalam. Pada hasrat dan pertanyaan yang selama ini aku kubur dalam-dalam yang hampir saja kuhilangkan peluangnya untuk muncul kembali ke permukaan.
"Ga, temenin beli kuas baru dong. Kuasku yang lama udah pada jelek" Sore itu Disty datang ke rumah sambil merengek minta ditemani membeli kuas baru
"Dis, bentar deh, kapan terakhir kamu keramas?"
"ARGA ! kenapa jadi bahas keramas? Emang bau?" Disty dengan pipi kemerahan tampak kesal mendengar pertanyaanku. Dia sibuk meraih rambutnya dan menciumi berusaha mencari jawaban atas pertanyaanku.
"Kamu belum mandi kan?"
"Ya nanti sekalian aja abis kita pulang jalan. Emang kamu gamau nemenin kalo rambutku bau?"
Aku menyentuh puncak kepalanya dan mengelusnya lembut. "Disdut yang malas mandi, kapan sih aku gamau nemenin kamu. Ayo siap-siap dulu. Tapi nanti jalannya agak jauhan ya"
"IH ARGA !!"