Dunia tak pernah seindah angan masa kecil kita, Kawan. Dunia itu penuh ketidakpastian, kebengisan, lagi kemunafikan.
Dunia itu permainan. Permainan yang mengeliminasi sesiapa yang tak siap untuk mengikuti alurnya.
Jadi, main atau mati?
Haiqal mengerang keras kala ia mendengar bunyi alarm yang sangat mengganggu di dekatnya. Alarm itu milik adiknya, bocah naif berusia 20 tahun yang bahkan terlalu polos untuk mengetahui fungsi arsenik itu apa.
“Hakim! Matiin alarmnya, Buyan!”
Bukannya mendengar bunyi alarm itu yang terhenti, Haiqal malah mendengar tawa renyah dari sosok yang tadi ia serukan namanya ini. Hakim, adiknya.
“Bangun, gih. Katanya mau cari kerja lagi hari ini?” Lima kata terakhir yang keluar dari bibir adiknya, membuat Haiqal seketika terbangun.
Kerja.
Ya. Ia harus bekerja. Setidaknya melakukan sesuatu ketimbang berdiam di dalam rumah reyot yang tinggal menunggu waktu untuk rubuh ini.
Sebenarnya, ia agak heran. Karma macam apa yang ada di hidupnya di masa lalu atau di kehidupannya yang lalu, sampai membuatnya sial di kehidupan yang sekarang?
Ah, sudahlah. Lagi pula ia memang harus melakukan sesuatu untuk menghidupi adiknya juga pria bajingan yang sekarat itu. Mereka berdua, menggantungkan hidupnya pada Haiqal yang tak tahu harus bergantung pada siapa.
Akhirnya, tanpa berkata pada sang adik, Haiqal bangkit dari ranjang yang sudah tak pantas sebenarnya untuk ditiduri lagi ini. Ia melangkah menuju lemari pakaiannya dan mengeluarkan sebuah kemeja putih panjang juga celana dasar hitam yang nampak sangat rapi.
“Lho, kamu mau ngapain, Bang? Kok ngambil itu?” tanya adiknya, Haiqal jawab dengan senyuman tipis di wajah kuyunya.
“Saya ada janji sama orang buat interview hari ini.”
Padahal, tak ada sesiapa yang mengajaknya untuk wawancara. Haiqal, hanya ingin nampak necis saja di tengah kemiskinan yang memeluknya.
.
2 : Jamuan.
.
Wira dengan kemeja putih yang digulung setengah tiang juga celana dasar hitam melekat di tubuhnya ini, nampak tampan dengan wajahnya yang mendukung.
Mata tajamnya, menatap sekeliling seperti elang yang siap memangsa mangsa-mangsa yang mungkin lewat. Tangan berototnya, nampak menyapa di balik kemeja putih ini.
Wajah tegasnya seakan mengatakan, bahwa ia tengah sibuk dan tak ingin diganggu saat ini.
Ya, wira itu tengah sibuk memandangi lingkungan sekelilingnya di dalam restoran berbintang ini. Ia terkenal sebagai seorang pendamping sewaan bagi orang-orang yang memerlukan pelarian dari tanya, ‘Kapan nikah?’.
Haiqal, wira itu, memang memanfaatkan wajah tampannya untuk melakoni pekerjaan ini. Pacar sewaan. Agak hina memang, namun ini lebih baik daripada menjual tubuh juga harga dirinya.
Dan pekerjaan ini adalah salah satu bagian dari banyaknya kerja serabutan yang Haiqal lakoni selama ini.
“Permisi, Haiqal Pratama?”
Sebuah suara yang tiba-tiba menyapanya, membuat Haiqal langsung menoleh ke arah asal suara itu, dan ia tersenyum tipis kala menemukan seorang pria, berdiri di hadapannya.
“Ya? Ada apa? Saya Haiqal Pratama.”
Pria yang nampak asing ini, tiba-tiba menyodorkan sebuah kartu nama di meja Haiqal.
“Saya dari BIN. Ada sesuatu yang harus saya jelaskan ke kamu. Ikut saya sekarang.”
Haiqal mengernyitkan dahinya seraya meraih kartu nama itu di meja ini.
“Hah, BIN?”
Belum sempat ia mendapatkan jawaban, tubuhnya tiba-tiba terasa lemas kala tangan pria ini, menempel di punggung tangannya.
Gelap setelahnya pasca Haiqal menyadari, cincin yang dikenakan pria itu, memiliki sebuah jarum yang menusuknya.
.
.
.
To Be Continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game We Play - OC / NSFW.
ActionPermainan. Kita hidup dalam pusaran permainan. Sebenarnya, kita hidup pun dipermainkan. Jadi, masih memilih diam sementara dirimu dijebak oleh labirin gelap nan kotor bernama politik, Kawan? Ikuti alurnya, atau mati. Ini, permainan yang kita lakukan...