"Gimana suka kamarnya?". Tante Rina mengajakku melihat ruangan yang akan aku tempati. Wallpaper sampai penataan perabotannya aku suka. Kamarku jadi terlihat lebih cerah dan luas. Kalau tidak salah, dulu kamar ini terlihat kusam karena jarang digunakan. Satu-satunya yang tidak kusukai adalah posisi jendela yang tepat menghadap ke arah kamar Andra.
Kepalaku mengangguk. "Bagus kok tante."
Tante Rina tersenyum senang. " Kalau begitu, kamu istirahat dulu. Kalau butuh sesuatu panggil tante saja. Tidak ada siapa-siapa soalnya disini."
Wanita yang seumuran dengan ibuku itu berlalu pergi. Kasihan melihatnya seperti ini, apalagi setelah om meninggal. Padahal keluarga ini dulu sangat harmonis, membuat iri aku yang berasal dari keluarga kecil. Di masa tua, sendirian tanpa suami dan anak-anak yang sudah mempunyai hidup sendiri pasti sepi. Aku rasa menemaninya tinggal disini untuk sementara waktu tidak masalah.
Satu-persatu mulai dari pakaian sampai pernak-pernik kutaruh di tempatnya. Tidak memakan banyak waktu karena barangnya juga tidak terlalu banyak. Kakiku melangkah menuju jendela, mengintip dari balik tirai. Kamar laki-laki itu sepi tanpa penghuni. Berbeda dengan yang kuingat waktu itu, hampir setiap sabtu sore dan hari minggu ramai oleh teman-temannya. Tante Rina tidak keberatan, lebih baik daripada sepi katanya. Walaupun persediaan makanan jadi cepat habis.
Andra, laki-laki dingin dan pendiam. Selama aku mengenalnya, dia tidak banyak bicara pada orang-orang. Tapi herannya temannya banyak sekali. Dia hanya lebih banyak bicara hanya pada satu orang gadis cantik. Via, pacarnya yang dia sangat cintai. Aku bisa menilai dari caranya memperlakukan gadis itu. Sorot tajam, sikap dingin dan pelit bicaranya seolah berganti perhatian dan kelembutan. Hal yang tidak pernah kulihat saat dia bicara denganku. Tatapannya seolah jijik dan ingin cepat pergi.
Saat makan malam, tante Rina menceritakan kehidupannya terutama putra pertamanya Andra. Laki-laki itu dan pacarnya, Via sudah lama berpacaran, putus sambung selama tujuh tahun lebih. Menjelang usia tiga puluh, Andra melamarnya hingga akhirnya keduanya bertunangan. Tapi takdir berkata lain, Via kecelakaan saat persiapan pernikahan tinggal tiga bulan lagi. Laki-laki itu sangat terpukul, sedih dan semakin pendiam. Setiap hari pulang malam dalam keadaan setengah mabuk. Nasehat tante Rina selalu berujung dengan pertengkaran keduanya. Andra akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah yang dibelinya untuk tunangannya.
Tante Rina menyeka air matanya, aku bisa membayangkan kesedihan yang di rasakannya. "Kamu tidak suka makanannya Ta?". Tatapannya saat ini tertuju pada piringku yang masih penuh.
"Suka kok tante." Aku kembali menyuap makanan ke mulut. Semenjak kejadian waktu smp dulu, aku berjuang keras untuk bisa kurus. Diet ini, cara itu semuanya kulakukan tapi tidak berhasil. Hingga perjuanganku berakhir di rumah sakit karena mengalami bulimia karena ingin kurus tapi tidak memperhatikan kesehatan. Terapi dan makanan yang sehat akhirnya bisa membuatku pulih dan mendapatkan berat badan ideal. Tidak kurus atau gemuk. Tapi untuk mencapai posisi sekarang, banyak hal yang harus kuhadapi. Hal yang paling berat adalah pikiran takut untuk gemuk setiap akan makan.
Suara pintu diketuk terdengar, tante Rina beranjak dari tempatnya. Wanita itu muncul kembali tapi dia tidak sendiri, Andra sudaj berdiri disamping ibunya. Benar-benar deh buat selera makanku hilang saja. Melihat ekspresi bahagia tante Rina membuatku tidak enak hati jika tiba-tiba pamit ke kamar hanya karena ingin menghindari laki-laki itu.
"Kamu mau makan An?" Tante Rina menatap Andra yang menyeret kursi didepanku.
"Baru makan bun. Kalau boleh, kopi saja." Pintanya sambil melepas jas. Tante Rina pergi ke arah dapur meninggalkan kami berdua. Suasana menjadi hening, hanya dentingan piring yang terdengar saat aku makan.
Andra membaca koran yang dibawanya. Laki-laki ini tidak berubah, semakin dingin.
"Gimana keadaanmu?" suaranya memecah keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pangeran Es
Romance(cerita ini sedang dalam proses penerbitan) Delapan tahun lalu aku jatuh cinta padanya. Laki-laki tampan sekaligus menyebalkan dan dingin yang pernah kutau. Delapan tahun lamanya, aku berusaha keras melupakan setiap penolakan yang dia tunjukan. Perg...