Prolog

2 1 0
                                    

Hujan kembali turun. Membasahi tiap jengkal bumi, lebih tepatnya di Kota Kembang. Chelka mengusap pundaknya, berusaha menghalau rasa dingin yang menggigit kulitnya. Dalam hati, ia menyesal sebab ia malah menggunakan kaus tipis dan lupa membawa jaket.

Chelka menatap jalanan di depannya. Meski hari ini merupakan akhir minggu, jalanan nampak tidak terlalu ramai. Lalu lintas yang biasanya padat, kali ini terlihat lancar tanpa hambatan. Mungkin karena cuaca sedang tidak mendukung untuk berpergian.

Harusnya gue bawa mobil aja tadi. Pake sok mau naik taksi segala sih, jadi gini kan, gerutunya dalam hati. Ia menarik napas panjang. Bukan hanya langit yang sedang tidak berpihak padanya, melainkan lingkunannya juga seakan mengejek gadis itu. Bagaimana tidak? Dari segelintir orang yang tengah meneduh di bawah halte bus, hanya dia yang berdiri sendirian. Sialnya, bukan sekadar segerombol orang yang tertawa atau sekeluarga yang saling menjaga. Melainkan berpasang-pasang kekasih bercakap sambil menghangatkan diri dengan genggam erat. Menghela napas (lagi), Chelka memilih untuk kembali pada pikirannya.

Entah sudah berapa lama gadis itu termenung menatap langit yang tengah menumpahkan muatannya, sampai akhirnya tersadarkan oleh kehadiran seorang bocah laki-laki berpakaian lusuh.

"Pakai ini aja, kak," sapa anak itu seraya menyodorkan sebuah payung berwarna biru laut serta sebuah jaket abu-abu dengan sebelah tangannya, sedang tangan lainnya sedang menahan payung besar yang diapit di sela pundaknya.

Chelka menatapnya heran. Dengan wajah polosnya, gadis itu menunjuk wajahnya sendiri dengan alis yang terangkat.

"Iya, buat kakak," jawab anak itu.

"Emm... Makasih, ya. Tapi ini dari siapa, Dik?" Tanya gadis itu dengan kening berkerut seraya mengulurkan tangan dengan ragu untuk menerima kedua barang yang disodorkan kepadanya.

"Kata orangnya, kakak akan tau sendiri. Jadi aku nggak boleh ngasih tau. Dipake ya, kak, jaket sama payungnya." Setelah berkata seperti itu, anak itu lantas berbalik badan dan pergi dengan langkah cepat menjauhinya.

Chelka baru mengenakan jaket itu ketika anak laki-laki tadi menghilang di tikungan. Setelah sempurna jaket tadi melekat di tubuhnya, entah apa yang membuatnya merogoh kantung jaket dengan rasa penasaran. Benar dugaannya, ada secarik kertas yang dilipat rapi. Perlahan, dibukanya kertas itu.

Teruntuk Puan kesayangan.

Aku tahu kau suka hujan,

namun melihatmu sakit bukanlah pilihan

Payung dan jaket ini sila kau gunakan

Agar dapat kau rengkuh kehangatan

- Dariku,

Malaikat Penjagamu.

Chelka membatu. Matanya terus terpaku pada nama pengirim yang baginya nampak mencolok dibanding aksara lainnya. Hawa dingin seketika menghilang, sebab hatinya menghangat selepas membaca secarik kertas itu, terlebih dengan adanya nama Malaikat Pelindung.

Ya, Chelka paham betul siapa orang di balik semua ini. Sebuah kenang berkelibat dalam bayang. Chelka ditikam renjana tak berkesudahan.

Mengapa tak langsung saja kamu yang memberikannya? Mengapa harus melalui sosok tak dikenal? Sebegitu muaknyakah kamu denganku, sampai tidak sudi bertatap muka barang sejenak? Meski begitu, mengapa aku malah merasa hangat dan bukannya kecewa? Kenapa?, batin Chelka penuh tanya.

-----------

Heyoo, guys..

Baru prolog, nih. Gimana? Udah kebayang belum jalan ceritanya?

Maaf ya, kalo kurang jelas.

Saia cuma remahan rengginang di kaleng khong guan punya nenek:')

Happy reading, and enjoy!

Cahaya ChelkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang