Part 1

1 1 0
                                    

Hujan belum lama berhenti, menampilkan kembali sinar sang mentari yang sempat bersembunyi. Satu persatu melangkah kembali setelah lama berteduh dari tangisan langit. Chelka yang memasuki rumah dengan langkah gontai, lantas terduduk lelah di sofa ruang keluarga. Diabaikannya tatapan dua orang lain yang tengah menatapnya dengan dua ekspresi yang berbeda.

"Dapet jaket dari mana lo? Wah, maling jemuran orang, ya? Ckckck.. Ternyata si bungsu nggak polos lagi," tegur Bian yang lantas menerima pelototan dari Chelka dan lemparan kulit kacang dari Arka.

"Lo tuh kalo ngomong yang bener dikit napa," tegur Arka seraya memukul kepala Bian dengan sadis. "Kamu kenapa, dek? Mukanya kok kusut banget?" Sambungnya.

"Nggak papa, capek aja," jawab Chelka malas.

"Kamu abis dari mana aja?" tanya Arka lagi.

"Cuma abis dari toko buku doang kok, terus karena hujan, jadi neduh dulu di halte."

"Tumben, biasanya kamu minta jemput," sahut Bian yang langsung dihadiahkan tatapan tajam Chelka.

"HP aku ketinggalan, gimana mau minta jemput coba?" jawab Chelka mulai kesal dengan kakaknya yang satu itu. Bukan rahasia lagi kalau Bian sangat senang meledek adik bungsunya itu.

"Ulu ulu... Cacingan banget adek abang yang satu ini. Pasti capek, ya? Pegel? Hujannya kan lama, dua jam lebih. Abang ambilin minum deh, adek duduk manis dulu di sini, ya? Don't go anywhere, i'll be back." Setelah mengatakan semua kalimat itu, Bian bergegas ke dapur. Chelka dan Arka hanya menggelengkan kepala mereka, tak habis pikir dengan tingkah laku aneh bin ajaib dari salah satu saudara mereka.

"Kak," Chelka memecah keheningan. Arka menjawab dengan sebuah gumaman seraya pindah duduk ke samping adiknya. Diusapnya rambut Chelka yang lantas bersandar di bahu kokohnya.

"Dia kembali."

Hanya dua kata, namun mampu membuat seorang Arka lantas membeku. Tangannya berhenti mengusap kepala adiknya, beralih merengkuh pundak Chelka dari samping.

"Kamu ketemu dia?" Tanya Arka dengan suara pelan.

"Nggak, tapi dia yang ngasih aku jaket sama payung tadi. Aku sengaja nunggu hujan reda, meski di tangan aku ada payung yang dia kasih. Aku pikir, dia akan datang seandainya aku membandel. Tapi ternyata... Aku salah." Jelas Chelka dengan lirih. Ia tercekat, air mata sudah ada di ambang pintunya.

"You know that he wouldn't do that, Chel. Jangan terlalu berharap akan sesuatu, padahal kamu tau apa hasilnya. Don't break your heart again, please. Don't again. You very ill enough."

Obrolan serius mereka lantas terhenti tatkala Bian datang dengan dua gelas susu hangat.

"Nih, buat adek abang tercayang. Abang bikinnya sepesial tapi nggak pake telor, soalnya susu campur telor tuh nggak enak. Sama kayak hati yang dikasih harapan, nggak enak buanget. Makanya, dedek emeshnya abang harus minum susu ini, soalnya susunya nggak dipakein telor, jadinya enak. Masih anget loh, Chel. Jadi bisa dijamin kalo kamu minum ini, langsung-"

"Kebanyakan ngoceh lo, Cong." Segala kalimat panjang nan lebar Bian lantas berganti menjadi cibiran ketika Arka memotong dengan sadisnya.

"Cang cong cang cong. Sejak kapan adek lo yang ganteng nan imut membahana ini jadi seekor pocong?" Omel Bian seraya menyerahkan segelas susu hangat pada Chelka yang tersenyum tipis.

"Emang siapa yang manggil lo pocong? Cong tuh maksudnya bencong, cunguk."

"Lah, anjir. Sori sori aja nih, ya. Nggak ada dalam sejarahnya, seorang Bian Brizerto Bagaskara jadi seorang lekong. Lo kali tuh yang lekong."

"Yee.. Dasar curut, songong banget lo sama abang lo yang ganteng ini? Dasar, Bianca."

"Heh, jangan asal ganti nama orang jadi menjijikan gitu deh! Nama gue tuh udah keren, jangan ngasal tuh mulut. Lagian juga, ogah gue punya abang kayak lo. Abang gue tuh Harry Style, bukan punuk onta kayak lo."

"Wah, nih curut beranak berani-beraninya ya. Lo nggak tau ya, kalo-"

"Aaa!!" Teriakan Chelka lantas membungkam kedua kakaknya yang tengah adu mulut. Keduanya dengan kompak mengusap kuping mereka dengan wajah meringis.

"Chel, lo waras gak sih?" Tanya Bian dengan wajah jijik dan langsung dibalas dengan tatapan tajam seorang Chelka.

"Menurut lo?! Gimana bisa gue tetep waras, sedangkan kakak-kakak gue pada stres semua? Pusing tau dengerin kaleng rombeng berantem sama petasan orang hajatan," oceh Chelka seraya bangkit dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Arka dan Bian hanya tertegun menatap kepergian Chelka, hingga gadis itu benar-benar hilang dari pandangan dan peperangan kembali berlanjut.

"Lo, sih. Chelka jadi ngambek kan, tuh. Dasar, punuk onta," seru Bian seraya menimpuk Arka dengan bantal sofa.

"Lah, anjir. Ada juga gara-gara makhluk astral kayak lo tuh, makanya princess gue ngambek," sahit Arka kesal.

"Yee, dasar kecoa madagaskar. Mana pernah pangeran tamfan nan membahana kayak gue gini bisa bikin cewek nangis? Gak ada sejarahnya, coeg."

"Yee, kunyuk. Lo tuh dikasih tau malah minta tempe, ya? Mulut lu tuh, nggak bisa disaring."

"Eh, lo tuh ya. Ja-"

"TERUSIN AJA RIBUTNYA! LAMA-LAMA AKU MUTUSIN KABUR AJA DEH, DARI RUMAH. PUSING NGADEPIN MAKHLUK STRESS KAYAK KALIAN BERDUA!"

Arka dan Bian kembali membatu, terlebih Bian yang masih terkejut karena suara Chelka yang tiba-tiba memotong ucapannya tanpa diundang.

"Chel, kak Bian sama kak Arka sekarang udah baikan nih," seru keduanya bersamaan sambil saling lirik, masih dalam posisi membatu.

-----

Heyyoo, guys.

Udah lama nggak sempet nulos lagi:(

Maaf banget nih, part 1-nya pendek banget...

Cuma ya mau gimana lagi, namanya juga udah memasuki pekan pekan ujian yang beruntun:'(

Wish me luck, guys.

Happy and enjoy

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cahaya ChelkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang